Opini
Anies, Prabowo, dan Ganjar
Ketiga paslon adalah putera terbaik bangsa yang berkesempatan tampil melalui dukungan koalisi partai dengan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki.
Oleh Ansel Deri
Mahasiswa S2 Studi Pembangunan UKSW, Salatiga
POS-KUPANG.COM - Pada Rabu 14 Februari 2024, di bilik atau pemungutan suara (TPS) bisa dipastikan tiga nama ini akan terngiang dalam telinga pemilih siapa dari tiga nama pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
Tiga paslon dimaksud yaitu Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menjadi penentu siapa Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029 setelah Joko Widodo dan Ma’ruf Amin berakhir masa jabatannya sebagai presiden dan wakil presiden periode 2019-2024.
Anggota koalisi partai politik pengusung dan pendukung serta tim pemenangan masing-masing paslon sudah berjibaku melalui kampanye menyampaikan visi-misi dan program kerja bila kepercayaan publik menggenggam tangan paslonnya menuju kursi presiden.
Warga masyarakat pun leluasa menyaksikan debat di atas panggung lalu gagasan masing-masing paslon menjadi rekomendasi rakyat pemilih.
Pikiran dan gagasan berbagai pihak, terutama elite parpol pengusung dan pendukung paslon, peneliti, akademisi, pengamat hingga masyarakat akar rumput (grass root) lalu menyentuh warga pemilih mana presiden dan wakil presiden yang cocok mengemban mandat politik kekuasaan lima tahun mendatang.
Indonesia sebagai negara yang besar dan heterogen, siapa paslon yang ideal melanjutkan pemerintahan pasca Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, menjadi pertanyaan yang terus berkelebat.
Produk politik
Satu kenyataan politik yang dihadapi masyarakat pemilih yaitu keterbelahan peta dukungan dalam kandidasi menuju kursi presiden dan wakil presiden.
Perbedaan adalah hal lumrah dalam rekrutmen pemimpin sekelas presiden dan wakil presiden.
Dalam hal ini diperlukan proses pendidikan atau edukasi politik satu sama lain bahwa perbedaan pilihan dan dukungan merupakan asesori demokrasi elektoral bernama Pemilu, terutama Pilpres maupun Pileg.
Mencermati konteks Pemilu, perlu ada semacam kesadaran kolektif warga negara melihat proses politik dilihat secara holistik.
Pertama, masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan memiliki cita-cita yang sama mendeteksi pemimpin (presiden dan wakil presiden) untuk mengemban mandat luhur memimpin bangsa dan negara ke arah yang lebih aman dan damai serta rakyatnya semakin sejahtera.
Ketiga paslon adalah putera terbaik bangsa yang berkesempatan tampil melalui dukungan koalisi partai dengan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki.
Kedua, mau tidak mau atau suka tidak suka ketiga paslon dengan berbagai daya dan upaya meyakinkan koalisi partai bahwa ia (paslon) diberi kesempatan berkompetisi pada pilpres. Paslon yakin mampu mengemban mandat rakyat jika kepercayaan ada dalam genggamannya.
Masyarakat perlu memiliki kesadaran kolektif bahwa ketiga paslon tersebut merupakan produk politik koalisi yang disodorkan ke publik (rakyat) untuk diseleksi sebelum akhirnya dipilih di bilik suara. Rabu (14/2/2024) adalah hari penentu mana produk koalisi menjadi presiden dan wakil presiden.
Ketiga, ibarat menu, ketiga paslon itu sudah disodorkan koalisi untuk di-‘santap’ (baca: dipilih) rakyat di bilik suara. Bukan saatnya mempersoalkan siapa tukang masak atau racikannya tak sesuai selera.
Sikap minimalis adalah mengabaikan (tak memilih) di luar selera. Bukan pula membanding-bandingkan menu kesukaan dengan menu orang lain yang dipandang lebih ‘sedap’. Di bilik suara, masing-masing rakyat pemilih punya daulat penuh kepada siapa (paslon) suara hatinya tertambat.
Keempat, Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud adalah putera bangsa dengan rekam jejak (track record) berbeda-beda.
Ketiga paslon tak elok ditajam-tajamkan satu dengan yang lain serampangan abai tata krama dan etika politik. Siapapun paslon terpilih adalah pemimpin pilihan rakyat. Politik akomodatif dan oposisi dalam pemerintahan juga akan terjadi di elite partai koalisi.
Meski demikian, semua memiliki satu tujuan yaitu menjadikan Indonesia lebih aman, damai, dan sejahtera melalui kerja kolaboratif untuk dan demi rakyat.
Karena itu, esensi dan makna politik segera menemukan ruangnya dan menjadi panduan bagi pemimpin dan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Makna asali
Paslon mana yang akan memenangkan pilpres masih misteri. Begitu akan muncul pertanyaan apakah pilpres kali ini akan berlangsung satu atau dua putaran juga masih teka-teki.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pun sudah mengatur ketentuan ketika pilpres belangsung satu putaran dan dua putaran.
Satu hal pasti, paslon presiden dan wakil presiden terpilih adalah realitas kerja politik koalisi partai.
Dalam konteks pilpres kali ini, bobot politik dan bobot partai terlihat bekerja dalam proses politik bernama pilpres terkait rekrutmen pemimpin (baca: presiden dan wakil presiden) menuju Indonesia yang lebih aman, damai, dan sejahtera.
Dalam Restorasi: Rekonstruksi Menuju Keadaban Politik (2017), Edu Lemanto menyebut, bobot politik bertumpu pada bobot partai politik.
Sementara bobot partai diukur dari seberapa banyak politisi bermutu mengisinya. Singkatnya, parameter keberbobotan politik, partai politik, dan politisi diukur dari mutu orientasi politik.
Namun, pertanyaannya —demikian Edu— apa timbangan mutu orientasi itu? Jawabannya, cukuplah jika ketiganya berpulang ke makna asali politik ala peletak dasar teori politik seperti Thucydides, Plato, Aristoteles hingga Machiavelli.
Bagi para filsuf ini, politik idealnya adalah aktivitas sosial dan karya agung publik untuk kebaikan bersama penghuni kota, bangsa, dan negara.
Dalam konteks pilres 2024, siapapun paslon presiden-wapres terpilih: entah Anies-Cak Imin, Prabowo-Gibran atau Ganjar-Mahfud adalah pemimpin (presiden-wakil presiden) pilihan rakyat.
Pemimpin baru ini akan kembali menjalankan agenda pemerintahan dan pembangunan bersama rakyat tanpa kecuali.
Misi-misi dan program yang ditawarkan selama kampanye menjadi pekerjaan berat yang segera menghampir di pundaknya bersama jajaran pemerintah mulai dari pusat hingga daerah.
Dukungan rakyat dan berbagai elemen, termasuk partai politik melalui kadernya di lembaga legislatif merupakan aspek penting yang tak abai begitu saja. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.