Opini
Reba adalah Syukuran Solidaritas dan Subsidaritas
Tidak bisa dipungkiri bahwa Reba adalah usaha untuk mewujudkan ekspektasi imajinasi Kekayaan intelektual nenek moyang.
Oleh: Josef Adreanus Nae Soi
Wakil Gubernur NTT 2018-2023
POS-KUPANG.COM -Pada tanggal 10 Februari 2024 masyarakat Ngada di Kota Kupang yang tergabung dalam peguyuban IKADA mengadakan syukuran Reba juga didahului misa yang sangat meriah apalagi diiringi koor yang sangat atraktif serta tarian yang menambah erat jalinan liturgi dengan menyanyi sambil menari.
Tidak bisa dipungkiri bahwa Reba adalah usaha untuk mewujudkan ekspektasi imajinasi kekayaan intelektual nenek moyang.
Dengan kata lain upacara Reba merupakan suatu kegiatan untuk mengungkapkan hakekat dari manusia khususnya manusia Ngada.
Suasana pada tanggal 10 Februari 2024 menunjukan betapa tingginya rasa solidaritas yakni bersatunya kelompok Ngada di Kupang dengan prinsip: Bene Agere Et Laetare yang artinya bergembira sambil berbuat baik kepada sesama.
Ditandai dengan makan bersama seboge riu roe, sekepo nari nedo, berbagi dalam kebersamaan, baik lebih mapun kurang.

Prinsip dari solidaritas menunjukan sikap sosial dari setiap manusia, dengan kesetaraan dalam persamaan martabat dengan menyanyi, berkumpul, dan makan bersama, tidak membedakan jabatan tingkat sosial dengan kata lain sangat egaliter.
Dengan solidaritas yang tinggi, lahirlah subsidaritas yakni dengan kebersamaan secara proporsional, dalam arti kebersamaan untuk merayakan pesta adat Reba disesuaikan dengan proporsional dari masing masing kelompok dan atau masing masing individu.
Hal ini terjadi karena syukuran Reba merupakan common ownership dan join ownership. Syukuran Reba adalah milik bersama, penguasaan oleh seluruh suku Ngada (Corpus Possession) serta penguasaan penggunaan bersama (Animus Posiden).
Tulisan ini sekadar sumbangsih saya kepada generasi muda Kupang asal Ngada, mungkin tidak komplit namun saya mencoba menyumbangkan pemikiran saya dari analisa dan perspektif saya yang jauh dari sempurna.
Karena tutur kata akan terbang tetapi tulisan akan terkenang (Verba Volant Scripta Manent) (Pidato Titus di Senat Roma). Dan dalam adagium latin Lego Ergo Scio: saya membaca maka saya tahu.
Saya mencoba membedah anatomi syukuran Reba menjadi tiga dimensi, yakni dimensi idealis, dimensi realistis, dan dimensi fleksibilitas.
Dari sudut dimensi idealis, Reba merupakan suatu tradisi (apapun namanya) yang menyatukan dan memartabatkan manusia.

“Kita Bodha Modhe Puu Zeta One, Modhe Masa Sai ana Woa” (kita harus hidup serasi, selaras, seimbang, mulai dari dalam rumah, dan hidup baik rukun dengan semua rumpun keluarga, sama dengan amanat suci leluhur Lese One Peda Pawe/Po Boro Molo, Teta Lemazi’a dalam mencapai kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan.
Dengan melestarikan dan menjalankan amanat suci leluhur, serta prinsip dan norma norma hukum adat dan budaya, itu berarti kita menjalankan perintah Tuhan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.