Opini

Opini: Pati dan Wajah Demokrasi Minus Diskursus

Ketidakpekaan  bupati tampak dalam pembuatan kebijakan-kebijakan publik yang cenderung memeras rakyat. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Gebrile Mikael Mareska Udu. 

Oleh: Gebrile Mikael Mareska Udu
Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

POS-KUPANG.COM - Sistem politik macam apa yang bisa diandalkan jika demokrasi sedang terjungkal dalam lubang pembusukan karena ulah elite politik yang lagi tidak waras? 

Pasalnya demokratisasi belum menunjukkan dampak yang signifikan karena rakyat saja dinomorduakan dalam praktik demokrasi. 

Rakyat sebagai pemegang tampuk pemerintahan didepak dalam kubangan lumpur yang tak dibiarkan bersuara. Tak pelak berita seputar demo berseliweran di mana-mana.

Isu miring seputar demokrasi Indonesia yang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini adalah demo besar-besaran yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Pati terhadap Bupati Pati, Sudewo

Mereka protes karena menilai Pak Sudewo tidak peka akan situasi yang dialami oleh rakyat. 

Ketidakpekaan  bupati tampak dalam pembuatan kebijakan-kebijakan publik yang cenderung memeras rakyat. 

Salah satunya adalah kebijakan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen. 

Kebijakan tersebut dibuat tanpa adanya keterlibatan rakyat sehingga memicu protes bahkan usulan untuk menurunkan sang bupati dari jabatannya (Kompas 13/08/2025).

Kesulitan Berdiskusi

Terlepas dari ramainya gelombang protes yang digencarkan oleh rakyat Pati terhadap sang bupati, hemat saya persoalan yang terjadi mengindikasikan betapa rendahnya minat diskursus antara para elite politik negeri ini dan rakyat jelata. 

Tidak adanya rapat paripurna antara pemimpin dan yang dipimpin memberi peluang akan pengambilan keputusan yang memberi keuntungan sepihak. 

Padahal rapat paripurna bersama rakyat membuka ruang untuk memberi bobot ilmiah-konseptual serta aspiratif terhadap politik demokrasi. 

Diskursus memungkinkan kebijakan yang dibuat pro rakyat karena tidak sekadar konseptual melainkan mendarat dengan situasi masyarakat. 

Sebaliknya, jika kebijakan hanya bersifat konseptual dan melulu dari pemimpin maka politik akan selalu miskin, anarkis hingga gugur di tengah jalan. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved