Liputan Khusus

Lipsus - Korban TPPO di Ngada NTT Terima Restitusi 

Selain pihak Kejari Ngada dan LPSK, turut hadir dalam momen tersebut, Veronika Aja dari pihak Pokja Menentang Perdagangan Manusia (MPM).

|
Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/ORISGOTI
Kajari Ngada, Yoni Pristiawan Artanto, didampingi Kasipidum Arief Wahyudi dan Wakil Ketua LPSK, Antonius PS Wibowo menujukan bukti rekening koran transfer restitusi dari pelaku kepada Maria Susanti Wangkeng atau Santi di Kantor Kejari Ngada, Kamis 1 Februari 2024 


Kasus Santi Semoga Menginspirasi

Sementara itu Antonius PS Wibowo mengatakan, kasus TPPO Santi diselesaikan dengan tuntas. "Tuntasnya karena dua hal. Pertama Kajari dan jajaran berhasil meyakinkan hakim, sehingga pelaku dijatuhkan pidana. Kedua, Kajari dan jajaran berhasil meyakinkan hakim supaya pelaku membayar restitusi untuk korban dan puji Tuhan restitusinya dibayar," ujar Antonius.

Menurut Antonius, pembayaran restitusi secara dicicil memang dimungkinkan oleh Undang - Undang. LPSK, kata Antonius, berharap perkara Santi menjadi pendorong dan inspirasi bagi penanganan perkara - perkara serupa di NTT maupun di seluruh Indonesia.

"Dengan diberitakannya keberhasilan ini, menjadi penyemangat, inspirasi, bahwa Ngada bisa! Tempat lain juga semoga bisa. Menghukum pelaku dan memberikan hak restitusi kepada korban," ujar Antonius.

Restitusi terhadap korban tindak pidana ini merupakan perdana di Ngada dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut Antonius, sebelumnya memang pernah terjadi restitusi terhadap seorang warga NTT, hanya saja itu terjadi di Bintan, Pengadilan Negeri Tanjung Pinang.

Antonius menguraikan, terkait kasus Santi, pihaknya menerima permohonan restitusi dari korban sendiri. Berdasarkan permohonan korban, LPSK lalu melakukan penghitungan nilai kewajaran atas kerugian korban melalui proses wawancara dan penelitian.

Selanjutnya LPSK mengajukan permohonan kepada Jaksa Penuntut Umum (KPU) untuk dimohonkan kepada hakim untuk dikabulkan. Proses ini merupakan mekanisme yang mesti dilakukan dalam restitusi, selain korban juga harus memenuhi dokumen - dokumen berisi rincian restitusi dan identitas.

Antonius menjelaskan, secara norma hukum banyak korban tindak pidana yang dapat mengajukan restitusi kepada LPSK,seperti korban TPPO, korban kejahatan seksual, pengeroyokan, penganiayaan dan investasi ilegal.

Dalam kasus Maria Susanti Wangkeng, pihaknya tidak menemui kendala berarti saat penghitungan nilai kewajaran kerugian atas korban. "Penghitungan kita, Rp. 47.700.000 sama persis dengan yang dikabulkan oleh hakim," ujar Antonius.

Antonius menegaskan, LPSK menghendaki agar uang restitusi tersebut dipergunakan dengan sebaik - sebaiknya demi keberlanjutan hidup Maria dan keluarga. Dia meminta agar uang itu dipergunakan untuk investasi dan hal - hal produktif.
 

Uang Restitusi Untuk Anak

Sementara itu, Veronika Aja, dari Kelompok Kerja (Pojka) Menentang Perdagangan Manusia (MPM) yang mendampingi Maria dalam kasus ini mengatakan, pihaknya bersama Maria telah mendiskusikan penggunaan uang restitusi.

Dia katakan, uang tersebut akan ditabung atau diinvestasikan untuk membiayai pendidikan anak Maria. Maria, kata Veronika saat ini telah berkeluarga dan memiliki seorang anak.

"Kalau untuk usaha produktif. Kita akan bantu lewat jalur lain. Intinya kita tetap mendorong mereka untuk punya usaha produktif," ujar Veronika.

Veronika mengukapkan dirinya dan Pokja MPM merasa sangat bahagia dan terharu. Perjuangan mereka mendampingi Maria selama kurang lebih enam tahun akhirnya membuahkan hasil yang adil.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved