Berita Lembata

Ranperda RTRW Lembata: Komitmen Jaga Lahan Pertanian dan Tutup Pintu untuk Tambang Emas

Perda RTRW merupakan perda induk yang menjadi acuan semua proses pembangunan di Kabupaten Lembata dua dekade ke depan

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/RICKO WAWO
Isu penting lainnya yang dibahas dalam ranperda RTRW adalah perihal lahan pertanian di Lembata. Hampir 80 persen penduduk Lembata bekerja sebagai petani. Lahan di Lembata terdiri dari kawasan budidaya (59 persen dari luas wilayah Lembata) dan kawasan lindung (41 persen). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo

POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - Pemerintah Kabupaten Lembata dan DPRD secara resmi telah menandatangani berita acara rancangan perda (ranperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2023-2042 dalam sidang paripurna, Kamis, 7 September 2023.

Perda RTRW merupakan perda induk yang menjadi acuan semua proses pembangunan di Kabupaten Lembata dua dekade ke depan. Artinya, perda ini akan menjadi pedoman pembangunan, siapapun kepala daerahnya.

Ketua DPRD Kabupaten Lembata Petrus Gero menjelaskan substansi penting dari perda tersebut yakni komitmen pemerintah dan DPRD Lembata untuk menjaga pulau Lembata dari eksploitasi tambang emas sebagaimana aspirasi dari masyarakat. Ranperda RTRW ini secara tegas telah menutup pintu bagi semua aktivitas penambangan emas di bumi Lembata.

Baca juga: Askab PSSI Lembata Pastikan Persebata Ikut Soeratin U-17 di Kabupaten Ngada

“Sebagai pimpinan dan anggota DPRD, kami kawal betul harapan masyarakat itu sehingga dalam perda ini masih diatur hal yang sama bahwa komitmen kita untuk tutup pintu pada tambang emas,” ungkap Petrus usai sidang paripurna di Kantor DPRD Lembata.

Menurut dia, selain upaya sinkronisasi RTRW mulai dari tingkat nasional, provinsi dan kabupaten sesuai PP 21 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan penataan ruang, isu penting yang dibahas juga ialah memastikan tidak ada ruang bagi eksploitasi tambang emas di Lembata.

Semua fraksi di DPRD Lembata, katanya, turut memberi dukungan kepada ranperda RTRW tahun 2023-2042 untuk ditetapkan menjadi perda.

Isu penting lainnya yang dibahas dalam ranperda RTRW adalah perihal lahan pertanian di Lembata.

Baca juga: Ombudsman NTT Pantau Mall Pelayanan Publik di Lembata, Akan Beroperasi Tahun 2024

Petrus berujar hampir 80 persen penduduk Lembata bekerja sebagai petani. Lahan di Lembata terdiri dari kawasan budidaya (59 persen dari luas wilayah Lembata) dan kawasan lindung (41 persen).

Menurut politisi Partai Golkar ini, ada banyak petani yang punya lahan pertanian dan ada yang tidak punya lahan pertanian. Maka pihaknya meminta kepada pemerintah supaya dari 41 persen kawasan lindung itu juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan produksi pertanian. Maka, jika ada petani yang memerlukan lahan pertanian maka dia bisa mengurus pembukaan lahan pertanian baru di kawasan lindung.

“Itu perjuangan kami yang terakomodasi,” ungkapnya.

Masih soal pertanian. Petrus memastikan DPRD Lembata juga mempunyai komitmen untuk menjaga lahan pertanian yang sudah ada dari kepentingan alih fungsi lahan untuk kepentingan bisnis dan pemukiman. Dalam ranperda RTRW dimaksud, pemerintah mencegah adanya alih fungsi lahan pertanian.

“Siapapun kepala daerahnya maka dia harus mengacu pada dokumen ini, tidak boleh melenceng dari dokumen ini. Maka ini adalah dokumen penting,” tegasnya.

Dia menargetkan ranperda ini sudah bisa ditetapkan menjadi perda pada November 2023 mendatang. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lain di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved