Kota Kupang Menuju Kota Peduli HAM Difabel Tak Hanya Butuh Alat Bantu Kupang

Kelompok difabel tak hanya membutuhkan alat bantu seperti kursi roda, tongkat atau kacamata. Karena mereka membutuhkan hal lain yang lebih penting

|
POS KUPANG/ELLA UZURASI
PEDULI HAM - Sekretaris Garamin, Kepala Bagian Hukum Pemkot Kupang dan Pengacara Pembela HAM bersama host Novemy Leo dan sejumlah aktifis HAM usai Podcast Kota Kupang menuju Kota Peduli HAM, Cahaya Terang Bagi Si rentan, Kamis (10/8). 

POS-KUPANG.COM,  KUPANG - Kelompok difabel tak hanya membutuhkan alat bantu seperti kursi roda, tongkat atau kacamata. Karena mereka juga membutuhkan peningkatan kapasitas, pelatihan, pelayanan publik yang baik terhadap mereka.

Hal ini mengemuka dalam Podcast Pos Kupang, Kamis (10/8) yang menghadirkan Sekretaris Garamin Elmi S Ismau, Pengacara Pembela HAM Joan PWS Riwu Kaho, SH, MH dan Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang Pauto Wirawan Neno, SH dipandu host Novemy Leo. Tema yang diangkat adalah Cahaya Terang untuk Si Rentan, Kota Kupang Mneuju Kota Ramah HAM.

"Kalau pemerintah hanya memberikan alat bantu, terus tidak difasilitasi dengan misalnya kayak memberikan peluang untuk teman-teman bisa mengakses layanan pekerjaan," kata Elmi.

Karena kalau kita lihat di Kota Kupang sendiri, terkait dengan yang tadi Pak Neno sampaikan terkait dengan Perda Disabilitas Nomor. 02 Tahun 2019, itu perlu didorong juga supaya ada perwalinya. Karena sampai saat ini, perwali dari Perda Nomor 02 Tahun 2019 itu masih dalam proses. Dari tahun lalu sampai saat ini juga belum ada.

PEDULI HAM - Sekretaris Garamin, Kepala Bagian Hukum Pemkot Kupang dan Pengacara Pembela HAM bersama host Novemy Leo dalam Podcast Kota Kupang menuju Kota Peduli HAM, Cahaya Terang Bagi Si rentan, Kamis (10/8).
PEDULI HAM - Sekretaris Garamin, Kepala Bagian Hukum Pemkot Kupang dan Pengacara Pembela HAM bersama host Novemy Leo dalam Podcast Kota Kupang menuju Kota Peduli HAM, Cahaya Terang Bagi Si rentan, Kamis (10/8). (POS KUPANG/ELLA UZURASI)

Menurutnya, hingga kini akses lowongan kerja untuk teman-teman disabilitas masih sangat susah. Terkait proses perencanaan dan penganggaran juga masih sangat minim.

"Teman disabilitas belum banyak yang dilibatkan, sehingga kita perlu mendorong kelurahan-kelurahan itu supaya adanya kelurahan inklusi, dimana membentuk kelompok difabel ditingkat kelurahan. Supaya mereka juga bisa terlibat untuk menyampaikan kebutuhan-kebutuhan mereka, sehingga Kota Kupang Menuju Kota Ramah HAM ini bisa tercapai," sarannya.

Elmi juga mengungkapkan data difabel di dinas sosial dan kelurahan yang masih tumpang tindih dan tidak sama.

"Belum memiliki data yang terupdate dan data yang terverifikasi. Sehingga kita belum bisa melihat teman disabilitas, berapa banyak yang mengakses layanan pekerjaan, memiliki keterampilan. Misalnya, menjahit, tata boga, datanya masih minim," katanya.

Jika prakteknya sampai saat ini, untuk disabilitas di kota bisa dihitung dengan jari. Sudah ada dalam regulasi 1 persen itu untuk sektor informal, minimal 1 persen difabel itu bekerja.

"Sedangkan disektor informal itu 2 persen, jadi swasta belum menuntu membuka peluang 2 persen untuk teman-teman bisa mengakses pelayanan ketenagakerjaan," katanya yang mengaku Garamin juga baru memiliki data difabel yang ada di Kabuapten Kupang dan di Kabupaten Rote.

Emli juga menghimbau agar kantor dinas pemerintah maupun swasta termasuk di fasilitas umum/publik, termasuk rumah ibadah, hendaknya bisa ramah difabel.

"Misalnya, membuat bidang miring. Banyak tempat yang sudah ada miring tapi masih curam atau masih licin. Terus juga, ada guiding block untuk teman disabilitas netra, tapi di tengah-tengah itu masih ada tiang listrik, ada pot bunga, nah itu juga yang menyulitkan teman difabel untuk berkatifitas. Ini tantangan," kata Elmi.

Elmi juga mengakui masih banyak teman difabel yang idak mendapat pelayanan maksimal saat berhadapan dengan hukum. Karena masih banyak aparat penegak hukum yang belum ramah difabel, belum paham bahasa isyarat sehingga yang bersangkutan harus didampingi keluarganya.

"Dari Polda sendiri, minta supaya teman-teman yang juru bahasa isyarat ini harus punya sertifikat. Nah itu juga yang menjadi kendala, karena teman-teman juru bahasa isyarat di Kota Kupang ini kan mereka belum punya sertifikat," katanya

Elmi berharap kedepannya, kebutuhan dan pelayanan yang diperoleh difabel bisa lebih maksimal sehingga Kota Kupang menuju ke Kota Peduli HAM bisa terwujud.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved