Berita Jakarta

Jakarta Kota Paling Tercemar di Dunia, Pemerintah Salahkan Musim Kemarau dan Kendaraan Bermotor

Pemeritah Indonesia sendiri mengatakan bahwa penyebab utama polusi udara di Jakarta adalah musim kemarau dan kendaraan bermotor.

Editor: Agustinus Sape
Youtube/Kompas TV
Kota Jakarta selalu mengalami kemacetan lalu lintas. Pemerintah menyebut ini menjadi salah satu penyebab ibu RI saat ini menyandang predikat kota paling tercemar di dunia, selain karena faktor musim timur yang sedang berlangsung saat ini. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ibu kota negara Jakarta merupakan paling nyaman secara ekologis.

Selain menjadi langganan banjir setiap musim hujan, kota ini juga berkabut sepanjang waktu bukan berasal dari awan, melainkan dari asap kendaraan dan pabrik yang jumlahnya melampui batas kewajaran. 

Pemeritah Indonesia sendiri mengatakan bahwa penyebab utama polusi udara di Jakarta adalah musim kemarau dan kendaraan bermotor.

 

Hal itu disampaikan Pemerintah Indonesia, Jumat 11 Agustus 2023, setelah perusahaan teknologi kualitas udara Swiss menobatkan kota itu sebagai kota paling tercemar di dunia.

Asap tebal dan langit kelabu muncul setiap pagi selama beberapa bulan terakhir di Jakarta, ibu kota negara terpadat keempat di dunia.

Jakarta secara rutin menduduki peringkat teratas kota-kota paling tercemar di dunia, yang terakhir di peringkat IQAir, yang berbasis di Swiss.

Jakarta dan sekitarnya membentuk megalopolis berpenduduk sekitar 30 juta orang, dan konsentrasi partikel kecil di udara yang dikenal sebagai PM2.5 telah melampaui kota-kota berpolusi berat lainnya seperti Riyadh, Doha, dan Lahore akhir-akhir ini.

Aktivis menyalahkan kabut asap beracun tingkat tinggi pada sekelompok pabrik dan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara di dekat kota, dengan Greenpeace Indonesia mengatakan ada 10 pembangkit listrik semacam itu dalam radius 100 km.

Padahal, kondisi kualitas udara Jakarta sepanjang tahun 2023 sedikit berfluktuasi, kata Asep Kuswanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dalam konferensi, Jumat.

Baca juga: Badai Dora di Hawaii, Korban Tewas Akibat Kebakaran Hutan Maui Jadi 53 Orang, Kota Lahaina Jadi Abu

Indonesia kini memasuki musim kemarau, yang berlangsung dari Juli hingga September, saat polusi udara akan mencapai puncaknya. Kualitas udara di Jabodetabek memburuk karena dipengaruhi oleh udara kering dari sisi timur Indonesia.

Penggunaan kendaraan bermotor juga menjadi faktor utama. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan 44 persen pencemaran udara berasal dari transportasi, dibandingkan 31 persen dari industri.

Jalanan Jakarta tersumbat oleh kendaraan yang tidak efisien dan menimbulkan polusi, terutama sepeda motor.

Standar pemeliharaan buruk dan jarang ditegakkan. Minimnya transportasi umum membuat sebagian besar orang bergantung pada kendaraan pribadi, yang dapat macet berjam-jam dalam satu waktu.

Kota Jakarta adalah rumah bagi lebih dari 11 juta orang, dengan total 30 juta di wilayah metropolitan yang lebih besar.

Polusi udara telah menjadi isu yang sensitif, dengan jutaan orang pergi ke kota setiap hari dari komunitas satelit.

Pada tahun 2021, pengadilan Indonesia memutuskan bahwa Presiden Joko Widodo dan enam pejabat tinggi lainnya telah mengabaikan hak warga negara atas udara bersih dan memerintahkan mereka untuk memperbaiki kualitas udara yang buruk di ibu kota.

Kasus penyakit pernapasan yang diyakini terkait dengan polusi udara terus meningkat. Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga mengakui terjadi peningkatan gangguan kesehatan akibat polusi udara pada tahun 2023 dibandingkan tahun 2022.

“Meningkat dibandingkan tahun 2022. Dan kondisi ini hampir sama dengan yang kita temukan pada tahun 2019 dan 2018, sebelum pandemi COVID-19,” kata Dwi Oktavia, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

Untuk mencegah peningkatan lebih lanjut, “kita harus aktif menggunakan transportasi umum dan sepeda,” kata Oktavia.

Pejabat senior lingkungan dan kehutanan Sigit Reliantoro mengatakan kepada wartawan pada hari Jumat bahwa tingkat polusi yang tinggi antara bulan Juni dan Agustus, ketika Jakarta menjadi salah satu kota paling tercemar di dunia, disebabkan oleh perubahan angin musiman.

"Pada bulan Juni, Juli, dan Agustus, selalu terjadi peningkatan polusi udara di Jakarta akibat udara yang kering," kata Reliantoro dalam jumpa pers.

Bulan lalu Presiden Joko Widodo memperingatkan musim kemarau panjang di Indonesia yang dapat memicu kondisi cuaca berbahaya dan bahkan kebakaran hutan di seluruh negara kepulauan, menyalahkan fenomena cuaca global El Nino.

Dia mengatakan pada hari Senin bahwa lonjakan polusi dapat dikelola dengan membangun transportasi umum yang lebih baik dan mengalihkan sebagian beban ekonomi dan industri dari Jakarta ke Nusantara, ibukota baru Indonesia yang direncanakan akan dibuka tahun depan.

Pertama kali diusulkan pada tahun 2019, rencana Widodo untuk memindahkan ibu kota akan melibatkan pembangunan gedung-gedung pemerintah dan perumahan dari nol di sekitar pelabuhan Balikpapan, sekitar 2.000 kilometer timur laut Jakarta.

“Salah satu solusinya adalah mengurangi beban Jakarta agar nantinya sebagian dipindahkan ke Nusantara. Dan transportasi massal itu suatu keharusan,” kata Widodo.

Lonjakan tingkat PM2.5 minggu ini sangat buruk sehingga Jakarta berada di puncak peringkat langsung polusi udara perusahaan Swiss IQAir di kota-kota besar setidaknya sekali setiap hari dari Senin hingga Kamis.

Baca juga: Badai Hans: Cuaca Ekstrem Melanda Skandinavia, Membanjiri Denmark Norwegia dan Swedia

Menurut penelitian pemerintah, emisi kendaraan menyumbang 44 persen polusi udara, diikuti oleh industri energi dengan 31 persen dan manufaktur dengan 10 persen, kata Reliantoro.

Dia tampaknya menyalahkan kendaraan yang lebih tua dan lebih berpolusi untuk tingkat emisi yang tinggi, dengan mengatakan bahwa pemerintah telah menerapkan "penegakan secara berkala" uji emisi untuk kendaraan tetapi tidak ada cukup bantuan dari pihak berwenang di luar Jakarta.

"Pencemaran udara di ibu kota tidak bisa ditangani sendiri oleh Pemprov DKI, harus melibatkan daerah sekitarnya," katanya.

Membahayakan kesehatan

Sebelumnya diberitakan, ibu kota Indonesia, Jakarta, menempati urutan teratas sebagai kota paling tercemar di dunia pada Rabu 9 Agustus 2023), setelah secara konsisten menempati peringkat di antara 10 kota paling tercemar secara global sejak Mei, menurut data perusahaan teknologi kualitas udara Swiss, IQAir.

Jakarta, yang berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa, mencatat tingkat polusi udara yang tidak sehat hampir setiap hari, menurut IQAir.

Residen Rizky Putra menyayangkan kualitas udara yang semakin buruk membahayakan kesehatan anak-anaknya.

"Saya pikir situasinya sangat mengkhawatirkan," kata Rizky, 35, kepada Reuters TV di pinggir jalan di pusat kota Jakarta.

“Begitu banyak anak yang sakit dengan keluhan dan gejala yang sama seperti batuk dan pilek,” ujarnya.

Penduduk Jakarta telah lama mengeluhkan udara beracun dari lalu lintas yang kronis, asap industri, dan pembangkit listrik tenaga batu bara.

Beberapa dari mereka meluncurkan dan memenangkan gugatan perdata pada tahun 2021 menuntut pemerintah mengambil tindakan untuk mengendalikan polusi udara.

Pengadilan pada saat itu memutuskan Presiden Joko Widodo harus menetapkan standar kualitas udara nasional untuk melindungi kesehatan manusia, dan Menteri Kesehatan serta Gubernur Jakarta harus menyusun strategi untuk mengendalikan polusi udara.

Meski demikian, Nathan Roestandy, salah satu pendiri aplikasi kualitas udara Nafas Indonesia, mengatakan tingkat polusi terus memburuk.

“Kita menghirup lebih dari 20.000 napas sehari. Jika kita menghirup udara tercemar setiap hari, (dapat menyebabkan) penyakit pernapasan dan paru-paru, bahkan asma. Ini dapat memengaruhi perkembangan kognitif anak atau bahkan kesehatan mental,” ujarnya.

 

(apnews.com/channelnewsasia.com/afp/reuters)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved