Guru di Ende Cabuli 7 Siswi

Guru di Ende Cabuli Siswi, LBH APIK: Kekerasan Seksual Dominan di NTT

Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia ( LBH APIK) menganggapi kasus guru di Ende cabuli 7 siswi sekolah dasar (SD).

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM
Direktris LBH APIK NTT, Ansi Rihi Dara. Ia menyebut kasus kekerasan seksual dan pencabulan dominan di NTT. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Siti Soleha Oang

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia ( LBH APIK) menganggapi kasus guru di Ende cabuli 7 siswi sekolah dasar (SD).

Berdasarkan riset yang dilakukan LBH APIK tahun 2022, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pemerkosaan, pencabulan dominan terjadi di NTT.

LBH APIK menanggani tiga kasus pencabulan. “Kata telah melakukan Riset media dan menunjukkan data yang sama dimana dan kekerasan seksual dan pencabulan perusakan kasus paling dominan di Provinsi NTT, yang terkenal budaya ketimuran dan salah satu modus kekerasan seksual yang beragam macam dan siapa saja dan dimana saja dan kasus yang sekarang saya sangat prihatin ,” kata Direktris LBH APIK NTT Ansi Rihi Dara di Kupang, Minggu 16 April 2023.

Menurutnya, kasus guru di Ende cabuli siswi sangat memprihatinkan dan segera untuk dilaporkan kepada pihak penegak hukum untuk diproses hukum agar pelaku mendapat hukuman sesuai apa yang telah diperbuat.

Baca juga: Guru di Ende Cabuli Siswi SD, Pengamat Pendidikan: Bunuh Masa Depan Anak

“Karena seorang guru adalah yang tokoh panutan bagi anak-anak dan di lingkungan sekolah itu saya sangat prihatin di tempat yang nyaman dan bertumbuh kembang sebagai pemilik masa depan Indonesia tetapi faktanya sangat miris,” ujar Ansi Rihi Dara.

Ia mengatakan, harus ada keberanian korban dan keluarga untuk menyampaikan kasus tersebut kepada pihak yang berwajib karena kultur yang anggap masyarakat timur ini merupakan aib.

“Kita untuk menyampaikan kasus ini adalah aib bagi kita untuk informasi kasus yang viral ini ada paradigma atau transformasi berfikir masyarakat untuk harus berani dan berbicara agar menjadi pembelajaran untuk tidak terjadi lagi dan orang edukasi mengantisipasi agar tidak terjadi lag,” jelasnya.

Kasus ini kembali mengingatkan bahwa kejahatan yang dilakukan para penjaga moral ini bersembunyi di balik peran mereka sebagai guru dan penddidik. Hal ini tabu untuk diungkapkan.

"Bukan hanya korban yang harus di pulihkan tetapi orang tua, keluarga, sekolah mengalami penekanan psikologis itu butuh pemulihan apalagi jika seorang pelaku sudah memiliki keluarga berakibat u juga untuk menggores keluarga tersangka," kata Ansi Rihi Dara.

Ia menegaskan bahwa kasus yang terjadi di lembaga pendidikan tidak dapat diselesaikan secara Restoratif Justice. Hal itu akan mendalami luka.

"Kasus pencabulan tidak bisa diselesaikan dengan Restoratif Justice, harus diselesaikan secara penegak hukum sesuai perundang-undangan," tegasnya.

Ansi Rihi Dara berharap ada perubahan bagi lembaga pendidikan untuk memperhatikan perlindungan terutama pembelajaran lebih komprehensif, aman serta meningkatkan security dalam penjagaan.

“Dan sekolah tidak boleh ada lorong gelap, dan kalo ini kejadian di ruang guru mungkin ada jendela yang tertutup sehingga harus di kasi TV dan security tu harus di tingkatkan untuk mengantisipasi hal tersebut, dan juga kami ingin menyatakan sikap LBH Apik kami sangat mengutuk keras kekerasan seksual oleh oknum guru di Ende, mengingat kekerasan seksual yang melakukan adalah guru dan sehingga sekolah harus melakukan kegiatan kedisiplinan tanpa penyampingan penegah hukum agar diberikan hukuman sesuai aturannya,” kata Ansi Rihi Dara. (cr18)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved