Berita Lembata
Peneliti IPB: Pemda Lembata Perlu Adopsi Model Pertanian Cerdas Iklim yang Ramah Lingkungan
Para pegiat ini tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) LSM dan Pemerintah Kabupaten Lembata.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - David Ardhian, seorang peneliti Pusat Kajian Trans Disiplin dan Sains Berkelanjutan di Institut Pertanian Bogor (IPB) datang ke Lembata dan berkesempatan berdiskusi dengan sejumlah pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Sekretariat LSM Barakat di Lamahora, Lewoleba, Rabu, 12 April 2023.
Para pegiat ini tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) LSM dan Pemerintah Kabupaten Lembata.
David menyebutkan, pemerintah saat ini sedang menyiapkan satu pola transformasi sistem pangan yang lebih ramah lingkungan, sehat, berkelanjutan, setara, dan resilien (tahan pada perubahan iklim).
Baca juga: Tak Ada Drainase, Aliran Air Dari Kali Lamahora Terjang Rumah Warga
Sehingga arah kebijakan pertanian di masa mendatang akan kembali pada agroekologi yang pendekatan pertanian dan penyediaan pangannya lebih ramah lingkungan.
“Hanya ini kan proses transisi sehingga pengalaman-pengalaman lapangan teman-teman (LSM di Lembata) sedang mempersiapkan untuk itu,” kata David.
Konsultan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ini menilai pemerintah daerah Lembata perlu mengadopsi pertanian yang cerdas iklim dan yang mampu mengantisipasi dampak-dampak perubahan iklim yang selama ini sudah digaungkan oleh para pegiat LSM.
Sehingga, agenda kebijakan pemerintah daerah Lembata akan selaras dengan agenda secara nasional yang hendak mengubah pola pertanian yang tidak ramah lingkungan menjadi lebih ramah lingkungan.
Baca juga: Taman Daun Lembata Buka Kelas Inggris di Lamahora
"Ini kan masih dalam proses di pemerintah pusat. Kemarin kita lihat sendiri di Tuban (Jawa Timur), Pak Jokowi datang di kawasan kedaulatan pangan di mana gunakan pupuk organik untuk produksi padi. Ini menunjukkan komitmen pemerintah yang besar menuju pertanian yang ramah lingkungan,” kata David.
Sebaliknya, kalau pemerintah daerah secara lokal masih mengandalkan pertanian yang tidak ramah lingkungan maka itu tandanya berlawanan arah dengan agenda kebijakan nasional.
IPB, katanya, mendorong para pegiat LSM yang tergabung dalam Sekber bisa mendorong pemerintah untuk mengadopsi model pertanian agroekologi yang lebih ramah lingkungan.
Baca juga: Anggota DPRD Lembata Gregorius Amo Kejar PPK Proyek Jalan NSC Lamahora
Kenapa Pertanian Kita Jadi Tidak Ramah Lingkungan?
Kebiasaan pola pertanian di Lembata yang menggunakan racun pestisida dan herbisida serta pupuk kimia tak lepas dari keinginan pemerintah orde baru. Dulu, ada orientasi pertanian yang fokus pada produksi sebesar-besarnya dengan konsep yang kemudian disebut ‘Revolusi Hijau’.
David menjelaskan pada era tahun 70-an, Indonesia dihadapkan pada persoalan seperti busung lapar, kekeringan dan kekurangan pangan. Maka, orientasi pemerintah saat itu adalah memacu tingkat produksi setinggi-tingginya dengan pertanian modern revolusi hijau.
“Ketika revolusi hijau dikembangkan, dan jadi pertanian modern yang diadopsi di berbagai tempat maka terjadi persoalan lingkungan yang serius. Tidak hanya persoalan lingkungan, tapi juga hilangnya kearifan lokal. Nah, sekarang ini mau dibalikkan lagi,” ujar salah satu konsultan Food and Agriculture Organization (FAO), lembaga PBB untuk urusan pangan dan pertanian ini," katanya.
Baca juga: Pasar Malam Lamahora Resmi Dibuka, Bukti Anak Muda Lembata Pelopor Pembangunan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.