Opini

Opini Wilfrid Babun SVD: Salam Literasi

Di komunitas literasi, dan para pegiat literasi, Salam Literasi itu sangat lazim. Saya tidak tahu persis, kapan ‘Salam Literasi” itu muncul.

Editor: Alfons Nedabang
penakatolik.com
Wilfrid Babun SVD menulis opini: Salam Literasi 

POS-KUPANG.COM - Di komunitas literasi, dan para pegiat literasi, Salam Literasi itu sangat lazim. Saya tidak tahu persis, kapan ‘Salam Literasi” itu muncul. Apakah sudah ada sebelum tahun 2017? Ataukah pada 2017? Mengapa menyebut tahun 2017?

2 Mei 2017, beberapa pegiat literasi diundang Presiden Jokowi ke Istana. Saya masih simpan Surat undangan itu. Tidak tahu, untuk apa nanti? Biarlah waktu yang akan mengatakannya. Mungkin untuk kenangan saja.

Envelope berwarna putih. Pojok kiri, ada lambang Garuda. Ketika dibuka, ada tulisan ini: MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA mengharapkan dengan hormat kehadiran Bapak/Ibu/Saudara untuk bersama-sama PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA pada acara PERTEMUAN SILATURAHMI DENGAN PARA PEGIAT LITERASI INSPIRATIF, hari Selasa, tanggal 2 Mei 2017, pukul 11.00 WIB, bertempat di Istana Negara Jakarta. Ada stemple basah dari kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Terus terang, umur-umur dalam sejarah hidup,baru kali ini saya mendapat surat yang sangat istiwewa ini. Awalnya, ketika ditelepon pihak sekretariat, saya langsung mengumpat di hati. “Ini penipuan siang bolong. Hoaks!”.

Terbanyak dari kami punya kesan yang sama. Impresi negative lalu menjadi surprise! Betul ada undangan. Apalagi bagi saya dari satu kampung udik; Dadar. Siapa yang tahu dan bisa juga tidak pernah tahu.

Baca juga: Opini Wilfrid Babun SVD: Perda Literasi Satu Apresiasi

Ketika memperkenalkan diri sebagai Pastor SVD dan sharing tentang Taman Baca Kompak Le Nuk Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur, Pak Jokowi nampak kaget.

Minimal terekam dari gesturenya. Beliau merapatkan kursinya ke depan meja. Mungkin mau lihat pastor satu ini modelnya bagaimana. Atau juga seakan tidak percaya, kalau ada pastor. Kami yang hadir dan sharing, jadi menyatu. Berbaur tanpa sekat: agama, ras, suku, profesi. Ada passion yang sama. Literasi kehidupan dan menghidupkan. Teman-teman lalu akrab menyapa saya: pak Pendeta!

Yang diundang ada 38 orang. Dari pulau Jawa, Sumatera, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Saya pernah iseng, ke bagian resepsionis. Tanya dari Nusa Tenggara Timur, siapa saja. Atau dari mana saja. ´Ada. Dari Nusa Tenggara Timur, atas nama: Wilfridus Babun. Ada yang lain? Tidak ada. Itu saja!”

Syukur, saya bisa bertemu dengan beberapa orang hebat. Ada pendiri Pustaka Noken Papua, Pa Misbach. Tipikal Papua-nya sangat kentara. Hitam manis. Suaranya sudah mulai kencang.

Padahal beliau bukan asli sana. Mas Hugeng Hariyono, dari Pustaka Motor; beliau cool dan sarat pengalaman berbagi buku pakai motor. Pa Ridwan Alimuddin dari Perahu Pustaka, yang gesit antar buku pakai transportasi laut. Saya tidak ingat semua. Mungkin faktor usia dan juga ingatan sudah pendek sekali.

Maafkan! Saya satu kamar dengan Saifuddin Gani. Orang muda energik, produktif menulis buku, pendiri Taman Baca/Pustaka Kabanti Kendari. Dari beliau saya belajar banyak lights- shadows mendirikan satu taman baca. Saking intensnya sharing, kami hampir lupa makan pagi di resto Hotel Sriwijaya Jakarta.

Untung ada kereta api melintas. Satu gangguan, tetapi juga peringatan bagi kami untuk tidak lupa jeda sejenak. Isi kampung tengah juga penting. Kami pun ke lantai bawah, bergabung bersama pegiat literasi yang lain untuk sarapan.

Baca juga: Opini Isidorus Lilijawa: Rapor Merah Pelayanan Publik

Nampaknya undangan ini merupakan perwakilan. Saya sempat catat secuil sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Munadjir. “Kehadiran pegiat literasi ini mewakili sekitar 6000 pegiat literasi yang menyebar di seluruh Indonesia”.

Ada keharuan yang menyelinap ketika Presiden menyampaikan ini: Terimakasih banyak bapak - ibu telah memenuhi undangan saya. Saya telah mendengar semua yang dilakukan di daerah. Sesuatu yang luar biasa!

Kesederhanaan dalam kata adalah ungkapan hati terdalam. Saya sempat membatin: eh, taman baca Kompak Le Nuk yang baru lahir di dusun terpencil, sempat terpantau juga di radar istana negara!

Apresiasi positif Presiden itu menjadi pintu masuk bagi kami untuk ke sesi sharing. Hampir semua mendapat giliran tentu dengan alokasi waktu yang mepet. Semua punya konten yang mirip: tantangan dan terutama kiat-kiat elok dalam dinamika merawat aroma taman baca.

Suasananya menjadi momentum curhat dari pegiat literasi pinggiran, petarung literasi di luar jalur mainstream. Saya teringat sesama pegiat literasi, Vudu Abdul Rahmat.

Dia kirim saya buku: Sepucuk Surat dari Sunyi. Kisah seorang guru SD yang punya passion dan energi hebat berkaitan dengan literasi di sekolahnya.

Pengalaman membuat dia tidak larut dalam kesulitan. Ada yang memberinya petuah; ada yang memberikannya senyum tetapi juga kecut. Setiap peristiwa ada selalu hikmahnya. Makna selalu mendesak orang untuk tidak nyaman ada dalam zona nyaman. Vivere periculosa!

Baca juga: Opini Yohanes Bura Luli: Menjaga Marwah Politik Pemilu

Tilikan Presiden Jokowi sangat kena: Perjuangan tanpa pamrih untuk memutus mata rantai keterbelakangan anak-anak Indonesia. Rantai kebodohan!

Menarik bahwa pertemuan itu diberi nama “silaturahim para pegiat literasi inspiratif”. Saya kira inilah momentum ritual inisiasi boomingnya literasi itu. Literasi, bukan hobi individu, apalagi pragmatis. Tetapi: literasi adalah satu Gerakan Bersama! Ini satu penegasan.

Inspirasinya berawal dari sini. Satu aksi mempunyai powernya yang dasyat, dan itu berawal dari istana negara. Literasi sporadis mesti dibangun dalam semangat kerja kolaboratif. Gemanya menggelegar.

Presiden Jokowi mengilhami dan memberi support untuk kerja sama literasi ini. Literasi pun lalu menjadi pembicaraan di banyak kesempatan oleh banyak pihak. Kalau foto, orang tidak lupa bilang sambil action: ayo, salam literasi!

Ada satu poin penting dari pertemuan itu. Yakni adanya gerakan pengiriman buku gratis ke semua simpul literasi seluruh Indonesia. Dan itu juga, sekali menarik, langsung dimulai oleh Presiden Jokowi.

Kepada peserta pertemuan beliau mengatakan ini: “saya akan mengirim buku 10.000 eks ke setiap titik pegiat literasi”. Tanpa komando, kami langsung applaus. Ruangan pertemuan itu terasa gaduh,walau sebentar. Jokowi memang tidak asal omong.

Beliau irit ngomong, tetapi lebih banyak kerja. Kerja…kerja…kerja! Tangggal 17 , sebagai hari buku Nasional dan ada pengiriman buku gratis setiap bulan. Kita kenal: free cargo literacy/ FCL. Ini intervensi pemerintah dalam gerakan nyata menebar dan menyebarkan virus literasi ke mana-mana.

Apakah waktu sharing atau setelah sharing literasi inspiratif itu kami dapat briefing singkat bagaimana salam literasi itu. Saya juga tidak ingat. Symbol “L” memang ada kaitan erat dengan Literasi. Tetapi juga terbaca “ V”: Viva. Seakan mau bilang: dengan membaca, hidup barulah disebut hidup dalam kepenuhannya. Salam (revo) literasi! (Pegiat Literasi dan Pendiri TBM St,Josef Freinademetz Sumba Barat Daya-NTT)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved