Berita NTT
Unicef Dukung ChildFund dan Yayasan Citamadani Gelar Workshop Tangani ATS di NTT
Sayangnya, masih banyak anak-anak yang tidak bersekolah. Di Indonesia, ada 2,5 juta anak yang tidak bersekolah.
Penulis: Ray Rebon | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon
POS-KUPANG.COM, KUPANG - ChildFund International in Indonesia dan Yayasan Cita Masyarakat Madani atau Citamadani dengan dukungan Unicef menggelar kegiatan penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanganan Anak Tidak Sekolah atau ATS di Provinsi NTT, Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan.
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Kamis-Jumat, 02-03 Maret 2023 di Hotel Sahid Timor Kota Kupang.
Kegiatan tersebut melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Tingkat Provinsi NTT dan Kabupaten Kupang serta Kabupaten TTS yang terkait dengan isu Anak Tidak Sekolah.
Baca juga: Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat: Gerakan Tanam Jagung di Sumba Barat Daya Getarkan NTT
Adapun OPD tingkat Provinsi yang terlibat yaitu Bappelitbangda, Dinas P&K, Dinas PMD, Dinas P3A, DinasSosial NTT, Kementerian Hukum & HAM NTT, dan Kementerian Agama.
Sedangkan OPD dari Kabupaten Kupang dan TTS adalah BP4D/Bappeda, Dinas P & K, Dinas PMD, Dinas P3A, Dinas Sosial, Dinas Dukcapil & P2KB.
Penyusunan RAD Penanganan ATS merupakan salah satu kegiatan dukungan UNICEF kepada pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk mengatasi permasalahan ATS.
Sebagai pilot program, Program Penanganan ATS dilakukan di 8 desa target di 2 kabupaten, yaitu Desa Sahraen, Nekmese, Manulai 1 serta Oematnunu di Kabupaten Kupang dan Desa Tetaf, Pika, Santian dan Baus di Kabupaten TTS.
Kepala Unicef Kantor Wilayah NTT dan NTB, Yudhistira Yewangoe, dalam sambutan pembukaanya mengatakan, semua elemen pemangku kebijakan tentu sadar pentingnya pendidikan sebagai hak dasar bagi setiap anak.
Baca juga: Opini Herlince W Amalo: Menyongsong Megatrend Dunia 2045 dan Tantangan Menghadapi Stunting di NTT
Pendidikan adalah pintu masuk menuju masa depan yang lebih baik. Sayangnya, masih banyak anak-anak yang tidak bersekolah. Di Indonesia, ada 2,5 juta anak yang tidak bersekolah.
Selain itu di NTT, angka anak yang bersekolah terus menurun hingga mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi (95 persen SD, 70 % SMP, 60 % SMA). Ini adalah situasi yang mengkhawatirkan, karena pendidikan adalah hak yang sangat penting bagi setiap anak.
"Pemerintah membutuhkan data yang akurat untuk menjamin tercapainya pendidikan universal bagi semua anak. Namun demikian, data tentang keadaan anak yang tidak bersekolah (nama per alamat) di tingkat daerah belum cukup tersedia, yang dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan solusi yang tepat guna memenuhi kebutuhan pendidikan anak," jelasnya.
"Data yang akurat akan membantu kita merumuskan solusi yang tepat dalam mengatasi masalah anak tidak sekolah ini. Kita perlu bekerja sama dengan masyarakat dan mengikutsertakan mereka dalam prosedur pendataan anak-anak yang tidak bersekolah. Dengan cara ini, kita dapat menjangkau dan memberikan bantuan kepada anak-anak yang membutuhkan," katanya lagi.
Dukungan Unicef tahun 2021 hingga 2025, lanjut Yudhistira, mencakup kegiatan untuk menyediakan data yang akurat tentang anak-anak yang tidak bersekolah, merumuskan Strategi Nasional Penanganan ATS, dan meluncurkan Gerakan Kembali ke Sekolah (GKB) untuk memastikan bahwa anak-anak menerima tingkat pendidikan atau pelatihan yang sesuai.
Baca juga: BMKG Imbau Warga NTT Waspada Bencana Hidrometeorologi
"Program tersebut juga mencakup dukungan dan integrasi kebijakan ke dalam program SKPD, kegiatan pendidikan alternatif, terutama bagi anak yang sudah 2-3 tahun tidak bersekolah, mekanisme koordinasi program, serta pemantauan dan evaluasi," tandasnya.
Sebagai bagian dari dukungan, kata Yudhistira, UNICEF memberikan pelatihan Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM) untuk para pelatih tingkat provinsi dan kabupaten. SIPBM adalah satu sumber data yang cukup komprehensif, karena menghasilkan data mikro yang mampu menyajikan data nama per alamat yang membantu menentukan sasaran dari program atau kegiatan.
Selain itu, Unicef mendukung pemerintah NTT untuk mengaplikasikan SIPBM sebagai salah satu sumber data yang diandalkan.
"Kegiatan penyusunan Rencana Aksi Daerah penangangan ATS tanggal 2-3 Maret ini bertujuan untuk melakukan sinkronisasi data dari tiap Organisasi Perangkat Daerah dan data SIPBM, dan menyepakati rencana kerja yang multi sektor untuk mengatasi ATS. Komitmen Pemerintah Daerah dengan regulasi untuk mengatasi ATS merupakan hal yang mendasar. Pentingnya pendidikan bagi anak-anak perlu kita tekankan, tidak hanya sebagai hak fundamental, tetapi juga sebagai kesempatan untuk membentuk masa depan yang lebih cerah," jelasnya.
Terpisah, Education Officer Unicef NTT, Robertus Djone menerangkan, ada 3 klasifikasi Anak Tidak Sekolah yaitu anak yang tidak pernah bersekolah, Anak Putus Sekolah, dan anak yang menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu tetapi tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Robertus menambahkan salah satu rencana aksi kongkrit dari kegiatan ini perlu adanya satuan kerja penanganan Anak Tidak Sekolah di Provinsi NTT, Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS.
Sementara itu, Plt. Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT, Dr. Alfonsus Theodorus, ST, MT, dalam sambutannya menjelaskan, ada 23,4 persen Anak Tidak Sekolah (ATS) di NTT.
Baca juga: Aktivitas Ekonomi Membaik Imbas Pada Penerimaan Pajak di NTT
Pandemi COVID 19 turut berkontribusi banyak terhadap terjadinya anak tidak sekolah dan ini tantangan bagi pembangunan daerah, khususnya peningkatan sumber daya manusia.
"Melalui SIPBM ini sangat menolong, oleh karena data ATS harus dipetakan dengan baik. Data ini dapat dipakai untuk perencanaan pembangunan daerah, monitoring dan evaluasi dan disinilah Bappelitbangda atau Bappedda berperan," jelas Dr. Alfonsus.
Kegiatan RAD Penanganan Anak Tidak Sekolah, kata Dr. Alfons merupakan kesempatan bagi para pemangku kebijakan di daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten untuk mencari solusi bagaimana persoalan ATS dan bagaimana tindakan kita bersama untuk meningkatkan sumber daya manusia di NTT sesuai konteks manusia NTT.
"Membangun NTT tidak seperti membangun daerah-daerah di Jawa. Karena kondisi topografi dan geografis serta antropologinya berbeda, maka harus disesuaikan situasi dan kondisi NTT," imbuh Dr. Alfons.
Spesialis Program ChildFund International di Indonesia, Ivan Tagor dalam materinya menjelaskan overview Project Out Of School Children(OOSC)/Anak Tidak Sekolah yang diimplementasikan oleh Pemerintah Provinsi NTT dan Unicef melalui ChildFund International In Indonesia dan Cita Madani.
Ivan Tagor membeberkan sejumlah kegiatan program OOSC yang telah dilaksanakan dengan menggandeng Pemda Provinsi dan Kabupaten Kupang serta Kabupaten TTS, diantaranya yaitu: Sosialisasi program OOSC, TOT Fasilitator SIPBM provinsi dan kabupaten, pelatihan SIPBM bagi fasilitator desa, pendataan ATS, pelatihan fasilitator lingkar remaja, workshop peningkatan kesadaran partisipasi remaja dalam perencanaan pembangunan, rekonfirmasi data ATS, Pendokumentasian/Video AT.
Menurut Ivan, dari jumlah total jumlah 4,347 KK yang berhasil didata dalam kegiatan pendataan SIPBM, ditemukan adanya 376 anak tidak sekolah, dan jumlah ini tersebar pada 8 desa target di Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS.
Alasan tidak sekolah pun bermacam-macam: 108 ATS diantaranya tidak sekolah karena alasan tidak ada biaya sekolah, 138 ATS mengaku memang tidak mau sekolah, merasa pendidikannya sudah cukup. Ada juga yang alasan faktor jarak dari rumah ke sekolah yang sangat jauh, bekerja untuk mendapatkan upah, pengaruh lingkungan/pertemanan, tidak ada seragam sekolah, mengalami kekerasan di sekolah, dan disabilitas.
Kegiatan dihari pertama dan hari kedua RAD difasilitasi oleh Konsultan Unicef untuk Penanganan Anak Tidak Sekolah.
Sejumlah rekomendasi dan rencana aksi yang dihasilkan dari workshop ini antara lain perlu adanya kolaborasi multi-sektor untuk mendorong regulasi atau pedoman pelaksana terkait penanganan anak tidak sekolah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
Selain itu perlunya adanya satuan kerja penanganan ATS di tingkat daerah yang multi-sektor dan bekerja secara sinergik. Pemerintah Daerah juga didorong untuk melakukan pendataan ATS secara holistik termasuk menggunakan SIPBM.
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
UNICEF
ChildFund
Yayasan Citamadani
Anak Tidak Sekolah
Timor Tengah Selatan
POS-KUPANG.COM
Pos Kupang Hari Ini
Imbauan Jalan Kaki Inflasi, Pegawai Kantor Gubernur NTT Tetap Gunakan Kendaraan |
![]() |
---|
Wagub NTT Dorong Pemerintah Kabupaten/Kota Buatkan Perda Kekayaan Intelektual |
![]() |
---|
Kepala Kantor Wilayah DJPb NTT: Perlu Diversifikasi Sektor dalam Mendorong Potensi Unggulan di NTT |
![]() |
---|
Opini Herlince W Amalo: Menyongsong Megatrend Dunia 2045 dan Tantangan Menghadapi Stunting di NTT |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.