Sidang Ferdy Sambo

AKP Irfan Widyanto Divonis 10 Bulan Penjara, Sang Ibu Menangis Histeris

Ibunda AKP Irfan Widyanto, Wida Riasih menangis histeris seusai anaknya divonis 10 bulan penjara dalam kasus perintangan penyidikan.

Editor: Alfons Nedabang
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Terdakwa AKP Irfan Widyanto menjalani sidang di PN Jakarta Selatan. Pada Jumat 24 Februari 2023, Majelis Hakim memvonis AKP Irfan Widyanto 10 bulan penjara. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Ibunda AKP Irfan Widyanto, Wida Riasih menangis histeris seusai anaknya divonis 10 bulan penjara dalam kasus Perintangan penyidikan atau obstruction of justice kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Awalnya, Hakim Ketua PN Jakarta Selatan, Afrizal Hadi menyatakan bahwa Irfan Widyanto telah terbukti sah bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan terganggunya sistem elektronik atau tidak bekerja sebagaimana mestinya secara bersama-sama.

Lalu, Afrizal menyatakan bahwa Irfan Widyanto pun dijatuhkan hukuman pidana 10 bulan penjara dan denda Rp10 juta dalam kasus tersebut.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Irfan Widyanto oleh karena itu pidana penjara selama sepuluh bulan dan denda sejumlah Rp 10 juta dan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan," ujar Afrizal saat membacakan putusan atau vonis di PN Jakarta Selatan, Jumat 24 Februari 2023.

Mendengar hal itu, ibunda Irfan Widyanto yang turut hadir secara langsung di ruang persidangan pun menangis histeris. Bahkan, dia pun sempat terlihat lemas hingga tersandar di kursinya saat menangis.

Baca juga: Vonis Mati Kado Ulang Tahun Ferdy Sambo

Lalu, dia pun langsung dicoba ditenangkan oleh ayah dan istri Irfan yang duduk di sampingnya. Mereka berusaha mencoba memberikan motivasi agar sang Ibunda tetap tegar. Irfan diberikan waktu tujuh hari setelah putusan ini dibacakan untuk menyatakan sikap.

Jika tidak, maka hukuman terhadap anggota Polri peraih penghargaan Adhi Makayasa saat Akpol tahun 2010 itu berkekuatan hukum tetap atau inkracht."Baik, dengan untuk pikir-pikir sudah tau ya 7 hari setelah putusan ini," kata Hakim Afrizal.

"Dengan pembacaan putusan ini maka seluruh rangkaian persidangan perkara ini sudah selesai dan ditutup," tukasnya.

Dalam menjatuhkan putusannya, hakim menimbang keadaan yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan vonis, Irfan merupakan personel Polri yang harusnya punya pengetahuan terkait tugas dan kewenangannya dalam kegiatan penyidikan.

Irfan juga semestinya paham bagaimana memperlakukan barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana.

“Terdakwa merupakan personel polri yang seharusnya mempunyai pengetahuan yang lebih terutama pada tugas dan kewenangan dalam kegiatan penyidikan dan tindakan terhadap barang barang yang berhubungan dengan tindak pidana,” kata Hakim Ketua, Afrizal Hadi.

Selain itu Irfan juga merupakan personel Polri yang aktif di Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang semestinya menjadi contoh bagi penyidik lainnya.

Baca juga: Divonis 20 Tahun Penjara, Putri Candrawathi Menghela Napas dan Tertunduk Lesu

Namun Irfan justru terlibat dalam perbuatan yang menyalahi ketentuan perundangan. “Kedua, terdakwa aktif di direktorat tindak pidana umum Bareskrim polri yang seharusnya menjadi contoh bagi penyidik lainnya namun terdakwa malah turut dalam perbuatan yang menyalahi ketentuan perundangan,” katanya.

Adapun hal yang meringankan vonis, Irfan yang telah mengabdi kepada negara dan berprestasi, lulusan Akpol terbaik tahun 2010, serta dalam masa tugasnya tidak terdapat hal yang melanggar aturan.

“Terdakwa mempunya kinerja yang bagus sehingga dapat diharapkan mampu memperbaiki perilaku di kemudian hari dan dapat melanjutkan karirnya,” kata hakim.

“Bersikap sopan masih muda serta mempunyai tanggungan keluarga,” lanjutnya.

Dissenting Opinion

Sidang pembacaan putusan atas Irfan Widyanto sebagai terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematin Brigadir J sempat diwarnai dissenting opinion.

Untuk informasi, dissenting opinion merupakan perbedaan pendapat di antara anggota Majelis Hakim yang bertugas memutus perkara.

Perbedaan pendapat itu dikemukakan Hakim Anggota 1, Raden Ari Muliadi.Pendapatnya dibacakan oleh Hakim Ketua, Afrizal Hadi yang memimpin persidangan.

Baca juga: Bharada E Tetap Jadi Anggota Polri, Sanksi Demosi Satu Tahun

Dalam pendapatnya, Hakim Ari menyampaikan bahwa Irfan Widyanto tidak terbukti memenuhi unsur-unsur dakwaan. Oleh sebab itu, dia berpendapat bahwa Irfan semestinya dibebaskan.

"Hakim Anggota 1 berpendapat bahwa terdakwa harus dibebaskan karena tidak terbukti memenuhi unsur-unsur dakwaan atau setidaknya dilepaskan dari tuntutan hukum karena perbuatan terdakwa terbukti bukan merupakan tindak pidana," ujar Afrizal Hadi.

Pendapat yang dikemukakan Hakim Ari itu didasarkan beberapa pertimbangan hukum. Satu di antaranya, perbuatan Irfan dianggap tidak memenuhi unsur dengan senagaja dan turut serta.

Kemudian Hakim Ari berpandangan bahwa Undang-Undang ITE tidak daapt diterapkan dalam perbuatan Irfan Widyanto. "Bahwa Undang-Undan ITE tidak dapat diterapkan dalam perkara ini," katanya.

"Atas dasar pertimbangan tersebut, terdakwa harus dibebaskan atau setidaknya dinyatakan lepas dari tuntutan hukum," lanjutnya.

Meski ada dissenting opinion tersebut, Majelis Hakim tetap memtuskan bahwa Irfan Widyanto bersalah dalam kasus ini.

Cium Kaki Ibunda

Terdakwa kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice Brigadir J, AKP Irfan Widyanto menangis hingga sujud mencium kaki sang ibunda setelah divonis 10 bulan penjara dan denda Rp 10 juta.

Awalnya, Hakim Ketua PN Jakarta Selatan, Afrizal Hadi menyatakan bahwa Irfan Widyanto telah terbukti sah bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan terganggunya sistem elektronik atau tidak bekerja sebagaimana mestinya secara bersama-sama.

Lalu, Afrizal menyatakan bahwa Irfan Widyanto pun dijatuhkan hukuman pidana 10 bulan penjara dan denda Rp 10 juta dalam kasus tersebut.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Irfan Widyanto oleh karena itu pidana penjara selama sepuluh bulan dan denda sejumlah Rp 10 juta dan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan," ujar Afrizal saat membacakan putusan atau vonis di PN Jakarta Selatan, Jumat 24 Februari.

Mendengar hal itu, AKP Irfan Widyanto pun langsung memberikan salam satu per satu kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Setelah itu, dia pun juga memeluk dan bersalaman dengan tim kuasa hukumnya.

Baca juga: Kuat Maruf Diganjar 15 Tahun Penjara, Dinilai Tak Sopan dan Berbelit Belit di Persidangan  

Kemudian, AKP Irfan Widyanto pun langsung mendatangi ayah dan ibundanya yang duduk di kursi peserta sidang. Irfan pun langsung menangis sembari memeluk dan mencium tangan sang Ibunda.

Tak hanya itu, momen haru pun berlanjut ketika Irfan Widyanto sujud mencium kaki ibundanya. Saat itu, sang ayah pun mencoba mengangkat tubuh Irfan dan kembali memberikannya pelukan.

Seusai itu, Irfan pun juga sempat memeluk sang istri dan adiknya yang turut hadir dalam ruangan persidangan. Kemudian, Irfan pun kembali dibawa Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk dibawa ke tahanan.

Irfan juga mengatakan hukuman tersebut dianggapnya sebagai risiko tugasnya sebagai anggota Polri. Dia pun berharap bisa kembali ke institusi Polri.

"Saya hanya ingin mengatakan ini risiko tugas dan saya berharap bisa kembali ke Polri," ujar Irfan saat ditemui seusai persidangan vonis di PN Jakarta Selatan.

Lalu, Irfan pun menjawab soal harapannya terkait sidang etik yang bakal dijalaninya seusai sidang tersebut. Dia pun kembali berharap ingin tetap menjadi anggota Polri. "Ingin tetap di Polri," ujarnya. (tribun network/aci/igm/wly)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved