Breaking News

Opini

Yosef Freinademetz yang Menembus Batas

Setiap tanggal 29 Januari Serikat Sabda Allah (SVD) merayakan Pesta St. Yosef Freinademetz, misionaris sulung SVD yang diutus ke negeri Cina.

Editor: Agustinus Sape
vatican.va
St. Yosef Freinademetz adalah misionaris sulung SVD asal Oeis, Italia Utara, yang diutus ke negeri Cina. 

Oleh Pater Har Yansen SVD*

POS-KUPANG.COM - Setiap tanggal 29 Januari Serikat Sabda Allah (SVD) merayakan Pesta St. Yosef Freinademetz. St. Yosef Freinademetz adalah misionaris sulung SVD yang diutus ke negeri Cina.

Membaca kisah dan riwayat hidup Yosef Freinademetz, ibarat menelaah lembaran-lembaran buku yang kisah perjalanan dan perjuangannya terus mengalir serta semuanya bernilai; banyak pelajaran yang tersedia dan seharusnya dibaca, dimengerti, dan diikuti siapa pun.

Har Yansen
Har Yansen (Foto pribadi)

Di antara pelajaran penting ialah perjalanannya menembus sekat agama, budaya, dan bangsa.

Sepenting apa dan bagaimana ia bisa melakukan itu?

Yoseph Freinademetz dilahirkan pada tanggal 15 April 1852 di Oeis, sebuah kampung kecil yang terdiri dari lima rumah, di tengah pegunungan Alpen, Italia Utara.

Daerah ini dikenal dengan nama Tyrol Selatan, yang menjadi bagian dari kekaisaran Austo- Hungaria.

Yoseph memulai pendidikan sebagai calon imam Keuskupan Bressanone (Brixen). Dalam masa pendidikan ini, ia sudah sering berpikir tentang bermisi di tanah asing.

Tanggal 25 Juli 1875 ia ditahbiskan menjadi imam dan ditugaskan di Gereja San Martino, Badia, dekat dengan kampungnya.

Wataknya yang penuh kasih dan dedikasinya yang tinggi langsung menarik simpati umat yang dilayani.

Akan tetapi di dalam hatinya, panggilan untuk bermisi tak pernah mati. Karena itu, sesudah dua tahun berkarya sebagai imam, ia menghubungi P. Arnoldus Janssen, pendiri rumah misi yang baru di Steyl, Belanda, untuk bergabung.

Tanggal 11 Agustus 1878, ia merayakan Ekaristi perpisahan dengan umat paroki San Martino, tempat ia berkarya.

Dalam kotbahnya ia menyatakan keyakinan dan tekadnya menjadi seorang misionaris.

“Atas kebaikanNya yang tak terselami, Gembala Baik yang ilahi telah berkenan mengundang saya supaya pergi bersama dengan Dia ke padang gurun, dan membantu Dia mencari domba-domba yang tersesat. Apa yang harus saya buat selain dengan sukacita dan dengan rasa syukur saya mengecup tanganNya dan mengucapkan perkataan Kitab Suci, ‘Lihat, saya datang!’

Perjalanan menuju Cina ini ternyata menjadi perjalanan misi satu-satunya tanpa sekalipun ia kembali ke tanah kelahirannya di Benua Eropa.

Baca juga: Covid-19 dan Model Kepengantaraan Maria Menuju Kristus Tersalib

Sesudah dua tahun persiapan di Hongkong, tahun 1881, Yoseph beralih ke Shantung Selatan, sebuah provinsi di Cina, dengan dua belas juta penduduk, tetapi hanya ada 158 orang Kristiani.

Tahun-tahun awal itu sangat berat karena penuh dengan perjuangan membentuk komunitas Kristiani.

Ketika komunitas itu mulai menampakkan bentuk, Yoseph diperintahkan uskupnya untuk meninggalkan semua itu dan beralih ke tempat lain, untuk memulai lagi karya yang baru, dengan situasi baru, orang baru dan tantangan baru.

Dalam surat-suratnya ia sering melukiskan kerinduannya kepada tanah kelahirannya, tetapi kerinduan itu tidak sekalipun diwujudkannya, karena ia ingin selalu hadir di tengah umat yang dilayaninya.

Hati Yoseph yang Gelisah

Pengenalan akan pribadi seorang Yoseph Freinademetz kuranglah lengkap jika tak disertai kisah terang iman yang dimilikinya.

Yosef Freinademetz berusaha mencintai dan melayani Allah dan manusia dengan segenap hatinya dan dengan segenap jiwanya.

Dia memahami bahwa hidupnya merupakan suatu ibadah bagi Allah. Pelayanannya yang singkat di tanah airnya, dan pelayanan bertahun-tahun di Cina hanya mempunyai satu tujuan: Kemuliaan Allah.

Baginya, iman bukanlah iman yang mapan, melainkan iman yang gelisah dan diuji di tengah segala kerapuhan manusianya.

Dari pergulatan imannya, dapat dilihat kisah nyata tentang keterlibatan Allah.

Dan, berdasarkan keterlibatan Allah itu Yoseph mengalami dan menemukan dasar-dasar perjuangan serta pertanggungjawaban humanisme transendentalnya.

Allah yang menawarkan diri demi keselamatan manusia adalah Allah yang melibatkan diri dalam nasib dan sejarah manusia; Allah yang peduli akan manusia dan kehidupannya.

Baca juga: Dari KEFA ke EFA. Apresiasi untuk Pater Amans Laka, SVD

Kalau demikian, tanggapan yang diberikan manusia kepada Allah yang demikian adalah tanggapan yang terlibat. Iman pada dasarnya berarti melibatkan diri dalam gerakan keterlibatan Allah.

Iman dan keyakinan inilah yang membuat Yoseph Freinademetz teguh dan kokoh dalam karya misinya di Cina. Ia menjalani hidup sebagai perjalanan ziarah.

Dan, ziarah Josef Freinademetz bukanlah perjalanan menuju tempat-tempat ziarah yang suci dan mulia. Bukan.

Yoseph Freinademetz melakukan ziarah itu sebagai seorang misionaris, yang harus siap berada di tengah dunia yang penuh dengan jalan berbelok-belok, jalan yang tak pernah selalu lurus dan mulus.

Manusia Universal

Karena itu, tidak berlebihan jika muncul pandangan bahwa Yoseph Freinademetz sebetulnya ialah ‘manusia universal’ yang bisa menginspirasi siapa saja.

Dengan membuka sekat kamar agama, budaya, dan bangsa, maka Yoseph Freinademetz mampu membangun sikap respek, toleransi, dan kerja sama yang genuine di Cina.

Eksklusivisme atas nama sosial, agama, dan atas nama apa pun haruslah diakhiri karena tidak akan memberikan manfaat apa-apa.

Kesaksian hidupnya di Cina masih kontekstual dan sangat dibutuhkan, terutama pada saat peradaban kita sedang dirongrong dan dicabik-cabik orang-orang yang egosentris, haus harta, hormat, dan kekuasaan yang mengakibatkan berbagai masalah fundamental.

Tidak sedikit masyarakat yang tersingkirkan dan termiskinkan oleh struktur kekuasaan yang memang tidak memihak pada keadilan.

Dalam waktu yang bersamaan kekuatan kelompok oligarki pun semakin mencengkeram dan mengendalikan kekuasaan memicu kesemrawutan dan ketidakmenentuan.

Baca juga: 100 Tahun Misi SVD di Lembata, Doktor Otto Gusti Soroti Ketimpangan Pelaksanaan HAM di Indonesia 

Sentimen atau egosentrisme mengatasnamakan kelompok dan agama ikut memperkeruh situasi kebangsaan, menimbulkan segregasi, dan mengancam integrasi.

Ditambah lagi, berbagai penistaan dan tindakan kekerasan yang dilakukan atas nama apa pun, termasuk oleh negara dan semua pelanggaran HAM telah menambah daftar problem kemanusiaan.

Yosef Freinademetz telah mewariskan pelbagai mutiara kemanusiaan, kebenaran, dan praktik iman yang amat berharga bagi siapa saja.

Mutiara ini diperoleh dan diasah dalam perjalanan ziarah panggilannya yang senantiasa menembus batas agama, budaya, dan bangsa.

Hal ini terungkap jelas dalam moto hidupnya kemudian hari: “Saya mencintai China dan orang-orang China. Saya ingin mati dan dikuburkan di antara mereka, dan di surga nanti saya mau tetap menjadi orang China.”

*Pater Har Yansen SVD tinggal di Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero-Maumere

Ikuti berita Pos-Kupang.com di GOOGLE NEWS

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved