Berita Lembata
Keluarga Korban Kasus Dugaan Perkosaan di Lembata Datangi Kantor Polisi, Minta Pelaku Segera Ditahan
Advokat perempuan, Irene Kanalasari mengungkapkan kegelisahannya jika banyak korban kekerasan seksual diperlakukan layaknya pelaku.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Eflin Rote
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, RICKO WAWO
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - Keluarga korban remaja putri yang diduga nyaris diperkosa, mendatangi Kantor Polres Lembata, Selasa, 24 Januari 2023 pagi.
Mereka hendak bertemu Kapolres Lembata untuk menanyakan perkembangan kasus tersebut. Namun karena Kapolres Lembata sedang tak ada di tempat, mereka pun bertemu dengan Kasat Reskrim Lembata I Wayan Pasek Sujana di ruang kerjanya. Pertemuan berlangsung hampir sejam.
Pada kesempatan itu, perwakilan keluarga, AN meminta pihak kepolisian untuk mengungkap kasus tersebut. Mereka juga meminta terduga pelaku yang saat ini masih wajib lapor, segera ditahan.
Baca juga: Banyak Aset Pemda Lembata Dibangun di Atas Tanah Tak Bersertifikat
"Pada prinsipnya, kita minta kasus ini dibuat terang benderang," ucap AN.
Sebelumnya, advokat perempuan, Irene Kanalasari mengungkapkan kegelisahannya jika banyak korban kekerasan seksual diperlakukan layaknya pelaku.
Ketika mengalami kekerasan seksual, korban akan dipersalahkan dengan berbagai macam alasan. Padahal kasus kekerasan seksual adalah kasus yang langsung menyentuh ranah privat dan berkaitan erat dengan harkat dan martabat seorang perempuan.
“Misalnya, korban akan diberikan justifikasi terhadap caranya berpakaian, kebiasaan keluar malam, atau gaya bicaranya yang genit dan lain-lain. Hal ini malah mengaburkan kejahatan pelaku itu sendiri,” tutur Iren kepada wartawan, Kamis (19/1/2023).
Baca juga: Kasus Pengeroyokan ODGJ di Lembata, Satu Oknum Polisi Jadi Tersangka
Menurut Iren, saat perempuan keluar pada malam hari atau mengenakan pakaian yang menurut kebanyakan orang adalah pakaian yang seksi, tujuannya bukan untuk mendapatkan kekerasan seksual.
Seharusnya, malam hari pun menjadi waktu yang aman bagi perempuan untuk beraktivitas baik dalam bekerja atau refreshing.
“Pelaku yang harus disalahkan, jadi orang mau keluar kapan saja harusnya aman, karena ada pelaku yang niat buruk maka ada peristiwa buruk. Ya salahkan pelakunya, tugas kita semua adalah menciptakan ruang dan waktu yang aman bagi siapapun, karena dalam keadaan apapun, melakukan kekerasan seksual tetaplah kejahatan,” ungkap Iren.
Stigma terhadap korban kekerasan seksual, lanjut Iren, sudah mengakar dalam cara pandang masyarakat.
“Ada kebiasaan kita untuk mengangkat telunjuk terhadap korban perempuan yang mendapatkan kekerasan seksual. Kita menempatkan perempuan sebagai objek, bukan subjek, bukan seorang manusia yang bermartabat,” ungkap dia.
Menurut dia, ada pengalaman traumatis korban yang diabaikan dalam beberapa kasus. Mengajak korban untuk menceritakan kejadian yang dialami, kata Iren, sama halnya dengan menempatkan korban pada posisi yang sulit.
Baca juga: Petani Terancam Gagal Panen, Pemkab Lembata Siapkan Strategi Khusus
Misalnya, dalam penyelidikan maupun penyidikan kasus kekerasan seksual, kadang korban harus dimintai keterangan terkait peristiwa yang dialami. Padahal untuk menceritakan kembali peristiwa tersebut dapat membuat korban semakin terpuruk.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.