Berita Nasional

Bos Yayasan ACT Tilep Uang Donasi Rp 117,9 Miliar untuk Pribadi

Mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar dan Dewan Pembina ACT Hariyana Hermain menggunakan dana donasi sebesar Rp 117,9 miliar.

Editor: Alfons Nedabang
ISTIMEWA
Ilustrasi logo ACT. Kemensos mencabut izin lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) jika lembaga terbukti melakukan tindakan penyimpangan. Mantan Presiden, Presiden dan Dewan Pembina ACT saat ini sedang menjalani proses hukum. 

"Tanggal 8 Agustus 2022 ditemukan bahwa dari jumlah uang sebesar Rp138.546.388.500,- dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap ( ACT ) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing adalah hanyalah sejumlah Rp 20.563.857.503," kata jaksa.

Adapun rincian dana sebesar Rp20,56 Miliar yang disalurkan sesuai peruntukannya itu untuk keperluan, pembayaran proyek boeing sesuai perjanjian kerjasama sebesar Rp18,18 M.

Selanjutnya, pembayaran proyek boeing atas nama Lilis Uswatun Rp2,37 M; dan Pembayaran proyek boeing atas nama Francisco Rp500 juta.

Sementara, sisa dari uang yang disalurkan oleh BCIF yakni sebesar Rp117,98 Miliar digunakan oleh Ahyudin Cs untuk keperluan yang tidak tertulis dalam perjanjian atau digunakan untuk pribadi.

"Sedangkan sisa dana BCIF tersebut digunakan oleh Terdakwa Ahyudin bersama-sama dengan Ibnu Khajar dan Hariyana binti Hermain tidak sesuai dengan implementasi Boeing dan malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial," katanya.

Uang sebesar Rp117,98 Miliar itu dalam dakwaan jaksa diperuntukan oleh Ahyudin beserta rekannya di antaranya untuk pembayaran gaji dan THR karyawan Global Islamic Philanthropy; pembayaran ke koperasi-koperasi hingga pembayaran tunjangan pendidikan.

Baca juga: Ustadz Hilmi Firdausi : Demi Allah Tidak Ambil 1 Rupiah Pun Dana Yayasan ACT

Dakwaan Jaksa

Dalam persidangan, mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin didakwa melakukan penggelapan dana donasi dari Boeing untuk keluaga atau ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Ahyudin melakukan penggelapan dana donasi itu bersama Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain selaku Dewan Pembina ACT.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," kata Jaksa.

Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia. Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.

"Atas peristiwa tersebut Boeing menyediakan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610," ucap Jaksa.

"Selain itu Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan," sambungnya.

Namun, uang donasi BCIF tersebut tidak langsung diterima oleh ahli waris, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.

Baca juga: ACT Selewengkan Rp 34 Miliar Dana Donasi Boeing, Petinggi dan Eks Presiden Jadi Tersangka

ACT, sebagai pihak ketiga mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk menjadi lembaga pengelola dana donasi BCIF tersebut.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved