Berita Timor Tengah Utara

Angka Stunting dan Tangis Domina, Buah Cinta Polri yang "Tersembunyi" di Perbatasan RI-RDTL

Kerja keras tim pencegahan dan penanganan stunting Kabupaten Timor Tengah Utara membuahkan hasil yang sangat baik.

Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
Ketua Bhayangkari Timor Tengah Utara, Ny. Hesty Moh. Mukhson saat menyerahkan bantuan kepada pasangan suami isteri, Martinus Eli Snoe dan Domina Nabu 

Beberapa bagian dinding rumah ini sudah berlubang dan ditambal dengan seng bekas. Atap seng rumah pasangan suami-isteri itu juga terlihat memprihatinkan dengan lubang yang menyebar pada setiap sudut.

Satu unit tempat tidur di mana anggota keluarga ini menyandarkan lelah diletakkan di samping kanan pintu masuk rumah tersebut.

Tempat tidur lusuh tanpa kasur itu dihiasi dengan sehelai kain dan beberapa buah bantal yang sudah usang.  Ruang makan rumah yang tidak diberi sekat dengan tempat tidur, tampak terlihat jelas dari pintu masuk dengan beberapa peralatan dapur tergeletak begitu saja di atas meja. 

Beberapa bulir jagung diikat dan dibiarkan bergantung pada dinding rumah mengiris sukma. Berjarak 2 meter dari rumah tersebut,  keluarga kecil ini membangun sebuah dapur yang dimanfaatkan untuk memasak makanan setiap hari. 

"Kami punya lima orang anak,"  kata Domina terbata-bata ketika diajak berbincang tentang kondisi hidupnya.

Mencukupi Kebutuhan Hidup Sebagai Pekerja Kasar 

Wanita paruh baya ini mengusap air mata yang mulai menggenang di kelopak mata. Fakta kehidupan, memaksanya menjadi pekerja kasar pembuat batu-bata bersama suaminya. 

Domina mengakui bahwa, mereka tidak pernah menerima bantuan dari pemerintah lantaran belum memiliki kartu keluarga. Hal ini disebabkan oleh pasangan suami-isteri ini belum terikat perkawinan sah. Mereka belum sempat melaksanakan perkawinan sah karena dirundung duka beruntun beberapa waktu terakhir. 

Domina mengisahkan, demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari mereka bekerja sebagai buruh kasar pembuatan batu-bata.

Uang hasil bekerja pada majikan batu-bata hanya diperoleh setahun sekali. Fenomena ini menjadi alasan di mana empat dari lima orang anak mereka harus menelan pil pahit dalam menempuh pendidikan. 

Saat ini, tersisa satu orang anak dari pasangan suami-isteri Domina dan Martinus yang sedang menempuh pendidikan di tingkat Sekolah Dasar.

 "Anak saya empat orang putus sekolah saat SMA, yang bungsu sekarang masih SD," ungkapnya dengan nada getir.

Tangis Bahagia Domina

Litani kesedihan kian tergambar jelas di wajah Domina. Wanita tegar ini terpaksa bekerja membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga keluarga lain demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal ini dilakukan ketika upah membuat batu-bata belum dibayarkan.

Ia mengaku bahagia menerima bantuan dari Polri melalui Kapolres TTU beserta jajaran dan Bhayangkari. 

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved