Sekda NTT Meninggal
Sekda NTT Meninggal, Jenazah Domu Warandoy Belum Dimakamkan, Ini Pengawet Mayat Alami di Sumba Timur
Jenazah Sekda NTT Domu Warandoy belum juga dimakamkan pihak keluarga. Hingga Rabu 5 Oktober 2022, belum diperoleh kepastian waktu pemakaman.
Penulis: Alfons Nedabang | Editor: Alfons Nedabang
Kain adat Sumba yang menggunakan zat pewarna asli dari tumbuh-tumbuhan sudah mengandung pengawet alami. Dengan demikian, bau jenazah terserap oleh kain adat.
Menurut Rambu Ana Pura Woha, pengawetan dengan menggunakan kapur sirih dilakukan dengan cara menyiram kapur sirih di atas kain yang digunakan sebagai alas atau pembungkus jenazah.
Baca juga: Sekda NTT Meninggal, Viktor Laiskodat Sebut Pekerjaan yang Didesain Domu Warandoy Harus Dilanjutkan
Setelah kain pertama yang ditabur kapur sirih dan tembakau, dilapisi lagi kain kedua. kapur sirih dan tembakau ini yang akan menyerap bau, bahkan membuat jenazah kering.
Setelah dibaringkan di atas lapisan yang ditabur kapur sirih, pusar jenazah ditutupi dengan cairan daun bidara atau kom yang sudah dikunyah.
Tidak sembarang orang bisa mengunyah daun bidara atau kom yang akan ditaruh di pusar jenazah. Jika yang meninggal adalah lelaki tua, maka daun bidara harus diambil dan dikunyah oleh perempuan muda.
Cara mengambil daun bidara juga menggunakan mulut, mirip seperti kambing memakan. Daun bidara dikunyah sampai halus dan diletakan di pusar jenazah.
Apabila yang meninggal perempuan tua, maka yang mengambil dan mengunyah daun bidara atau kom adalah lelaki muda.
Bagaimana jika yang meninggal adalah lelaki muda atau perempuan muda? Rambu Ana Puru Woha mengatakan, yang mengambil dan mengunyah daun bicara adalah lelaki atau perempuan tua.
Menurut Rambu Ana Puru Woha, daun bidara mampu mengempiskan perut jenazah. Pengalaman telah membuktikan metode tersebut berhasil.
Baca juga: Sekda NTT Meninggal, Ritual Adat Tanda Luhu Warnai Pelepasan Jenazah Domu Warandoy
"Cara itu selama ini sering digunakan untuk mengawetkan jenazah. Jika ingin awet lebih lama, bisa juga ditambahkan dengan air cuka campur garam," katanya.
Adapun caranya, sebut Rambu Ana Puru Woha, rebus air cuka campur garam sebanyak-banyaknya.
Setelah itu diminumkan ke jenazah dengan cara mengangkat kepala jenazah kemudian menuangkan air cuka campur garam ke dalam mulut, lalu kepala jenazah dibaringkan lagi.
Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga satu gelas air cuka campur garam habis. Namun sebelum air garam cuka diminumkan, jenazah harus dalam keadaan bersih.
Dia menjelaskan apa yang dimaksud dengan bersih. Menurutnya, seluruh kotoran yang ada dalam perut jenazah harus dikeluarkan semua. Cara ini ternyata mampu untuk mengawetkan jenazah.
Rambu Ana Puru Woha mengatakan, tidak semua orang menggunakan cara ini karena saat ini lebih mudah menggunakan formalin yang mudah didapatkan di apotik.
Tokoh masyarakat Sumba, Umbu Mbani Awang mengatakan, selain kapur sirih dan tembakau, pengawetan mayat bisa dilakukan dengan tepung kopi. Caranya sama seperti kapur sirih dan tembakau. (*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS