KKB Papua
Soroti Mutilasi Warga, Bos KKB Papua Benny Wenda : Sungai Digunakan Sebagai Makam Kami
Presiden Sementara Pemerintahan ULMWP Benny Wenda menyoroti kasus mutilasi empat warga Papua oleh prajurit TNI.
Penulis: Alfons Nedabang | Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM - Presiden Sementara Pemerintahan ULMWP (United Liberation Movement for West Papua ) Benny Wenda menyoroti kasus mutilasi warga Papua oleh prajurit TNI.
Keempat korban mutilasi di Distrik Iwaka Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 adalah Arnold Lokbere, Rian Nirigi, Lemanion Nirigi dan Atis Tini.
"Sangat memilukan mendengar bahwa empat warga sipil asli Papua telah dibunuh dan dimutilasi oleh pasukan khusus Indonesia," kata Benny Wenda, dilansir dari www.ulmwp.org.
Bos KKB Papua ini mengatakan, pembunuhan brutal ini harus dilihat apa adanya bahwa terorisme yang disponsori oleh negara.
"Rakyat saya selalu menolak pemaksaan Jakarta, dari 'Tindakan Tanpa Pilihan' pada tahun 1969 hingga apa yang disebut 'Otonomi Khusus' yang menguasai kita hari ini. Indonesia tahu orang Papua Barat tidak akan pernah menerima pemerintahan kolonial mereka. Sebaliknya, mereka harus menegakkannya di laras pistol," ujar Benny Wenda.
Pembunuhan yang terjadi di Kabupaten Timika, di dataran tinggi Papua Barat, lanjut Benny Wenda, mengungkap rasisme di jantung pemerintahan Indonesia. Setelah menembak keempat pria itu, tentara memenggal kepala dan kaki mereka, memasukkan mereka ke dalam karung, dan membuangnya ke sungai desa.
Baca juga: Prajurit TNI Mutilasi 4 Warga Papua Lalu Bagi-bagi Uang Korban, Pelaku Pancing Korban Beli Senjata
"Bagaimana orang bisa dilihat sebagai manusia jika diperlakukan seperti ini? Indonesia memandang kami primitif, sebagai monyet. Mereka selalu ingin membuat kita turun dari pohon," ujarnya.
Menurut Benny Wenda, kasus mutilasi itu bukan pertama kalinya sungai kami digunakan sebagai makam kami. Pada tahun 2020, Pendeta Yeremia, Zanambani, seorang pemuka agama tercinta di Kabupaten Intan Jaya, disiksa dan dibunuh oleh militer Indonesia.
"Setelah itu, tentara membunuh dua anggota keluarga Pastor Zanambani, membakar tubuh mereka dan membuang abunya ke sungai untuk menyembunyikan barang bukti," papar Benny Wenda.
"Sejak 2019, kami telah melihat semakin banyak contoh kebrutalan sistematis Indonesia di Papua Barat. Kami telah melihat mahasiswa Papua dibunuh oleh regu kematian Indonesia, bayi ditembak dan dibunuh, warga sipil di Nduga dieksekusi dalam operasi ala militer. Sejarah pemerintahan Indonesia di Papua Barat tertulis dalam darah rakyatku," tambahnya.
Meskipun polisi Indonesia telah menangkap enam anggota pasukan khusus yang bertanggung jawab atas kejahatan ini, kata Benny Wenda, pihaknya tahu dari kematian Theys Eluay bahwa tentara yang didakwa dengan pembunuhan di luar proses hukum secara teratur menerima hukuman ringan – dan sering disambut sebagai pahlawan oleh atasan militer mereka.
Baca juga: KKB Papua Siapkan Aksi Balas Dendam, Sebby Sambom Bocorkan Rencana Mutilasi Prajurit TNI
"Di Indonesia, mengibarkan bendera Bintang Kejora secara damai adalah kejahatan yang lebih buruk daripada membunuh penduduk asli Papua Barat dengan darah dingin. Bahkan jika orang-orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan ini dihukum dengan benar, pembunuhan orang Papua Barat tidak akan berakhir sampai pendudukan Indonesia selesai."
Dia menegaskan bahwa Indonesia akhirnya harus menghentikan pertumpahan darah ini dengan menarik pasukan mereka dari Papua Barat. Berhenti membom desa, berhenti membakar dan menduduki gereja dan rumah sakit, berhenti menembaki kami karena menuntut penentuan nasib sendiri.
"Hentikan perang ilegal Anda di Papua Barat. Sejak pendudukan mereka dimulai, 500.000 orang saya telah terbunuh. Kapan dunia akan berkata 'cukup'?"
Benny Wenda mengajukan tuntutan damai agar keadilan ditegakkan bagi keempat orang ini dan keluarganya:
Pertama, Indonesia harus membebaskan semua tapol, termasuk delapan mahasiswa yang ditahan sejak Desember 2021 karena berdemonstrasi damai di hari nasional kita.
Kedua, Indonesia harus mengizinkan jurnalis untuk beroperasi di Papua Barat.
Ketiga, Indonesia harus menghentikan taktik penundaan dan menghormati janji mereka untuk mengizinkan Komisaris Tinggi PBB mengunjungi Papua Barat.
Baca juga: Jokowi Soroti Kasus Mutilasi Libatkan Oknum TNI di Mimika, Ini Perintahnya kepada Panglima TNI
"Indonesia memiliki kewajiban moral dan kewajiban sebagai negara anggota PBB untuk mengizinkan Komisaris Tinggi menyelidiki kejahatan mereka terhadap rakyat saya. Ini bukan hanya permintaan saya: ini adalah permintaan lebih dari 80 negara, termasuk anggota Forum Kepulauan Pasifik, Organisasi Negara-negara Afrika, Karibia, dan Pasifik, dan Komisi Uni Eropa," tandasnya.
Keempat, Indonesia harus mengizinkan kami untuk memenuhi hak kami untuk menentukan nasib sendiri dan memberikan Papua Barat Referendum Kemerdekaan yang dipantau secara internasional. "Ini adalah satu-satunya jalan sejati menuju resolusi damai," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, empat warga Papua tewas dibunuh kemudian dimutilasi oleh prajurit TNI di Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika, 22 Agustus 2022 malam. Korban mendatangi pelaku hendak membeli senjata, membawa serta uang Rp 250 juta.
Mayat korban mutilasi dan dimasukkan ke dalam enam karung, kemudian dibuang ke Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka. Selanjutnya, pelaku membakar mobil yang disewa korban di kawasan Jalan Galian C Kali Iwaka.
Pelaku berjumpah sembilan orang, enam di antaranya adalah prajurit TNI, sisanya adalah warga sipil.
Kasus ini terungkap setelah ditemukan dua mayat korban mutilasi di Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka. Penemuan kedua mayat berbeda hari, yaitu Jumat dan Sabtu, 26-27 Agustus.
Korban pertama berhasil diidentifikasi, berinisial AL. Sementara untuk mayat kedua belum dapat diidentifikasi.
Baca juga: Temui Panglima Tertinggi KKB Papua, Komnas HAM Berniat Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM
"Pada 26 Agustus 2022 sekitar pukul 13.40 WIT Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika ditemukan sesosok mayat teridentifikasi berinisial AL," ujar Direskrimum Polda Papua Kombes Faizal Ramadhani di Jayapura, Minggu 28 Agustus, dilansir dari TribunPapua.com.
Faizal menjelaskan, sebelumnya ada laporan empat warga hilang sejak 22 Agustus 2020. Salah satunya adalah AL, dua lainnya IN dan LN. Sedangkan satu warga belum diketahui identitasnya.
"Kami duga keempat orang ini sudah tewas dibunuh dan kami akan terus berusaha mencari jenazah lainnya," ujar Faizal.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Faizal mengatakan, korban mendatangi pelaku untuk membeli senjata api. Para pelaku dan korban bertemu di SP 1, Distrik Mimika Baru, pada 22 Agustus 2022 sekira pukul 21.50 WIT, tak lama sebelum pembunuhan terjadi.
"Keempat korban dipancing oleh pelaku untuk membeli senjata jenis AK 47 dan FN seharga Rp 250 juta," kata Faizal, dilansir dari Kompas.com.
Setelah membunuh korban, para pelaku memasukkan keempat mayat ke dalam mobil korban untuk nantinya dibuang ke Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka.
"Sebelum dibuang, keempat korban semuanya dimutilasi dan dimasukan ke dalam enam karung," ujar Faizal.
Setelah membuang korban ke sungai, para pelaku kemudian membakar mobil yang disewa korban di kawasan Jalan Galian C Kali Iwaka.
Kesembilan pelaku kembali berkumpul keesokan harinya untuk membagi uang sebesar Rp 250 juta milik korban yang awalnya akan digunakan untuk membeli senjata dari para pelaku.
Baca juga: KKB Papua Dukung ULMWP Benny Wenda Jadikan Papua Barat Anggota Melanesian Group
Faisal mengatakan, LN merupakan simpatisan Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya.
"Dari hasil penyelidikan diketahui salah satu korban berinisial LN adalah jaringan dari simpatisan KKB Nduga pimpinan Egianus Kogoya yang aktif mencari senjata dan amunisi di Kabupaten Mimika," ujar Faizal.
Sementara satu korban lain adalah kepala kampung di Kabupaten Nduga. "Lalu RN salah satu korban adalah Kepala Kampung Yugut, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga."
Menurut Faizal, polisi telah menangkap tiga orang yang diduga sebagai pelaku, masing-masing berinisial APL, DU dan R.
Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Letkol Kav Herman Taryawan membenarkan ada keterlibatan anggota TNI dalam kasus mutilasi warga di Distrik Ivaka, Kabupaten Mimika.
Menurut Herman, pihaknya telah mengerahkan Polisi Militer untuk menyelidiki keterlibatan anggota TNI dalam kasus tersebut.
"Ada dugaan keterlibatan TNI dalam kasus mutilasi di Timika. Saat ini masih dalam pendalaman Sub Denpom Mimika," ujarnya melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Minggu 28 Agustus.
Markas Besar TNI Angkatan Darat atau Mabes TNI AD bereaksi keras atas kasus mutilasi warga di Mimika Papua yang diduga melibatkan oknum prajurit TNI.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen Tatang Subarna mengatakan, pihaknya akan meindak tegas 6 prajurit apabila terbukti terlibat dalam kasus dugaan pembunuhan sadis tersbeut.
Enam prajurit tersebut saat ini sudah diperiksa oleh Sub Detasemen Polisi Militer (Subdenpom) XVII/C Mimika.
“Apabila hasil pemeriksaan ditemukan keterlibatan para oknum tersebut, maka TNI Angkatan Darat akan melakukan proses hukum dan memberikan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Tatang dalam keterangan tertulis, Minggu 28 Agustus.
Kini, Polres Mimika juga sedang memeriksa dua warga sipil terkait kasus ini.
Polisi juga melakukan pencarian terhadap satu warga sipil lainnya yang diduga turut terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut.
“Subdenpom XVII/C Mimika terus melakukan koordinasi dengan pihak Polres Mimika untuk mengungkap keterlibatan oknum TNI AD,” imbuh Tatang. (*)