Konflik Laut China Selatan
Australia Kelimpungan Takut Perang di Laut China Selatan, Hingga Borong Bahan Bakar Besar-besaran
Tensi di Laut China Selatan hingga Laut China Timur terus naik turun. Terakhiir situasi memanas pasca kunjungan Ketua DPR Amerika , Nancy Pelosi
POS KUPANG.COM -- Tensi di Laut China Selatan hingga Laut China Timur terus naik turun. Terakhiir situasi memanas pasca kunjungan Ketua DPR Amerika , Nancy Pelosi
Pihak China yang marah menggelar latihan yang secara tidak langsung memblokade Taiwan
Sementara Amerika juga dalam posisi siap untuk mengantisipasi situas terburuk
Ancaman perang tersebut memaksa Australia mencangkan ketersian bahan bakar besar-besaran untuk menghindari blokade China di Laut China Selatan
Diketahui, serangan berkedok latihan militer yang dilakukan China kepada Taiwan menggarisbawahi perlunya Australia menyiapkan diri untuk konflik di Laut China Selatan
Baca juga: China Terus Perkuat Militer untuk Siap Hadapi AS, Beijing Mulai Produksi Masal Kapal Perusak
Dengan angkatan udara dan laut yang sudah semakin kuat, dan pangkalan-pangkalan militer telah dibangun di seluruh penjuru wilayah, China semakin mampu mengganggu jalur pelayaran penting ekspor dan impor Australia.
Kekhawatiran khususnya adalah ketergantungan Australia pada impor bahan bakar cair lewat jalur pelayaran Laut China Selatan.
Ketergantungan ini telah semakin jelas selama beberapa puluh tahun terakhir saat hanya tinggal dua penyulingan lokal saja yang masih dibuka.
Sehingga, walaupun Australia mengekspor minyak mentah, mereka mengimpir 90 persen minyak hasil sulingan mereka.
Baca juga: China Waspada , Korea Selatan dan ASMulai Latihan Militer di Pasifik Disebut Tingkatkan Ketegangan
Tim peneliti Asia Times kemudian menganalisis ancaman terhadap rantai pasokan maritim Australia di seluruh kawasan Indo-Pasifik, yaitu Laut China Selatan dan Laut China Timur.
Konflik besar mengancam rute yang memasok 90 % impor bahan bakar olahan berasal dari Korea Selatan, Singapura, Jepang, Malaysia, Taiwan, Brunei, dan Vietnam.
Bahkan jika rute antara negara-negara ini dan Australia tidak melewati Laut Cina Selatan, sebagian besar minyak mentah yang diimpor negara-negara ini untuk memproduksi bahan bakar olahan itu.
Analisis yang pertama didasarkan pada analisis kerentanan rantai pasokan yang lebih luas, seperti Tinjauan Keamanan Bahan Bakar Cair interim 2019 dari Departemen Energi dan Lingkungan dan laporan Komisi Produktivitas tahun 2021 yang didorong oleh kekurangan impor yang timbul dari pandemi Covid-19.
Baca juga: Senjata Mematikan China Bertambah, Drone CH-4 Ditingkatkan Bisa Membawa Senjata Lebi Banyak
Tinjauan keamanan bahan bakar cair 2019 menentukan impor Australia setara dengan 90 % dari kebutuhan bahan bakar olahannya.
Pada tahun 2018 hanya lima negara Asia yang memasok 87 % impor bahan bakar: Korea Selatan (27 % ), Singapura (26 % ), Jepang (15 % ) dan Malaysia (10 % ) dan Taiwan (9 % ). Sisanya berasal dari India (6 % ), Timur Tengah (1 % ) dan seluruh dunia termasuk Vietnam dan Filipina (6 % ).