Berita Nasional
Kepada Komnas HAM, Ferdy Sambo Tak Mau Bertele-Tele Soal Pembunuhan Brigadir J: Ya Sudahlah Pak!
Hingga kini kasus pembunuhan Brigadir Yosua alias Nofryansah Yosua Hutabarat masih menyedot perhatian publik. Dalam kasus ini Ferdy jadi eksekutornya.
POS-KUPANG.COM - Sampai saat ini, kasus pembunuhan Brigadir Yosua alias Nofryansah Yosua Hutabarat masih menyedot perhatian publik. Alhasil, Mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo pun dikuliti habis-habisan.
Memang, sejak Brigadir J dihabisi di Rumah Dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo pada Jumat 8 Juli 2022 lalu, sampai saat ini, kasus tersebut senantiasa menjadi konsumsi harian publik Tanah Air.
Apalagi fakta yang terungkap belakangan ini, mematahkan semua alibi yang dibangun Irjen Ferdy Sambo dan merontokkan semua usaha oknum polisi dalam menghilangkan kasus pembunuhan Nofryansah Yosua Hutabarat itu.
Kabar teranyar yang berkembang saat ini, adalah kepada Komnas HAM ( Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ) Irjen Ferdy Sambo mengakui secara terus terang tentang perbuatannya.
Baca juga: Aiman Witjaksono Temukan Banyak Uang di Rumah Ferdy Sambo, Malam Ini Dibongkar di KompasTV
Pengakuan Ferdy Sambo itu memang sangat mengejutkan publik. Sebab sebelumnya, Mantan Kadiv Propam Polri itu mati-matian mempertahankan keterangannya bahwa Brigadir J dibunuh karena melukai harkat dan martabat keluarga.
Untuk diketahui, jauh sebelum Brigadir J dibunuh dengan sangat kejam, Ferdy Sambo & istrinya Putri Candrawathi mengungkapkan bahwa keduanya telah menganggap Brigadir J seperti anak mereka sendiri.

Bahkan dalam sebuah momen indah, kepada Ayah dan Ibu Brigadir Yosua, Putri Candrawathi menyatakan niatnya untuk mengadopsi Brigadir Yosua.
Ternyata kebaikan suami istri itu hanya semu belaka. Buktinya, akhir dari kebersamaan itu, Brigadir J justeru dibunuh secara keji oleh Ferdy Sambo bersama istri.
Ketika Komnas HAM meminta keterangan Ferdy Sambo tentang peristiwa keji tersebut, oknum pelaku utama pembunuhan Brigadir J itu memperlihatkan sikap yang mengejutkan.
Ferdy Sambo tak mau bertele-tele mengungkapkan kisah yang sesungguhnya tentang kejadian itu. Ia bicara to the point kepada komisioner Komnas HAM yang hendak memeriksanya.
Baca juga: Hoaks, Polri Pastikan Kabar Bunker Berisi Uang Rp 900 Miliar di Rumah Ferdy Sambo Tidak Benar
Kalimat yang diucap Ferdy Sambo mengalir begitu saja saat Komnas HAM datang dan meminta keterangannya di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jumat 12 Agustus 2022 sore.
Pada pemeriksaan itu, Ferdy Sambo mengaku sebagai otak pembunuhan atau penembakan Brigadir J. Ferdy Sambo juga mengaku sebagai otak yang merancang obstruction of justice.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, bahwa dalam pemeriksaan itu, tak semua pertanyaan disodorkan kepada Ferdy Sambo. Sebab Ferdy Sambo memilih bicara to the point.
"Ya sudahlah Pak, sudah. Saya akui semua, pak. Memang saya yang merekayasa. Saya otaknya," jawab Ferdy Sambo seperti ditirukan Taufan di YouTube Narasi yang tayang 18 Agustus 2022.
Ferdy Sambo Bagi Peran di Saguling
Beberapa jam sebelum eksekusi, Ferdy Sambo di rumah Jalan Saguling III, Kompleks Pertambangan, Duren Tiga, memanggil orang-orang dekatnya.
Sebelum itu, Ferdy Sambo marah setelah kurang lebih satu jam mendengar cerita Putri Candrawathi soal apa yang terjadi di Magelang.
Baca juga: Malangnya Bharada E,Tak Tahu Motif Pembunuhan Brigadir J,Ngaku Diperintah Ferdy Sambo Menit Terakhir
Rapat kilat itu setelah Putri Candrawathi dan rombongan dari Magelang, Jawa Tengah, tiba. Di rombongan itu Brigadir J tak semobil dengan istrri Ferdy Sambo.
Bertempat di lantai tiga rumahnya, Ferdy Sambo memanggil secara bergilir orang-orang yang baru tiba dari Magelang, kecuali Brigadir J.
"Dia memanggil KM (Kuat Maruf), RR (Ricky Rizal) dan Richard untuk dia (Ferdy Sambo, red) kasih arahan, bahwa kalian harus lakukan ini, ini dan ini," terang Taufan.
Menurut Taufan, saat Kuat Maruf, Bripka RR dan Bharada E dipanggil satu per satu, Ferdy Sambo mengaku tanpa didampingi istrinya.
Beda lagi versi Bharada E. Melalui kuasa hukumnya Ronny Talapessy, Bharada E setelah duduk di sofa ruangan itu baru melihat Putri Candrawathi.

Bharada E menghadiri rapat dalam durasi sangat pendek tapi perintah dari Ferdy Sambo sangat jelas, yaitu sebagai eksekutor Brigadir J di rumah dinas.
"Klien saya menyampaikan bahwa waktu kejadian itu (rapat, red) Ibu PC dalam keadaan menangis. Kemudian Bapak FS ini dalam keadaan marah," beber Ronny tempo hari.
Kepada setiap orang, Ferdy Sambo memberikan tugas-tugas tertentu dan harus seperti apa setelah eksekusi Brigadir J di rumah dinas.
Orang-orang yang dipanggil mengiyakan skenario yang dibuat Ferdy Sambo, termasuk kalau di kemudian hari kematian Brigadir J menjadi masalah.
Kata Taufan, ada bahasa-bahasa menurut pengakuan mereka, seperti "Iya. Oke, akan kami lakukan," dan "Siap Komandan."
Skenario yang dibuat Ferdy Sambo saat itu, bahwa istrinya menjadi korban pelecehan seksual Brigadir J di rumah dinas dan kematiannya karena adu tembak dengan Bharada E.
Baca juga: Bak Misteri, Isteri Ferdy Sambo Menghilang Usai Ditetapkan Jadi Tersangka & Terancam Hukuman Mati
Ferdy Sambo Gunakan Pistol HS-9
Setelah arahannya dimengerti Kuat Maruf, Bripka RR, Bharada E, Putri Candrawathi diminta menggiring Bharada E ke rumah dinas.
Selang beberapa menit, Ferdy Sambo keluar dari rumah Jalan Saguling III menjalankan skenarionya dengan pergi ke tempat lain dikawal patwal, bukan ke rumah dinas.
Di sini Ferdy Sambo memerankan aktor yang berpura-pura menerima telepon dari Putri Candrawathi setelah dilecehkan Brigadir J.
"Itu dia skenario kan. Sebetulnya memang dia akan ke TKP untuk melakukan eksekusi terhadap Yosua," imbuh Taufan.
Setelah masuk ke rumah dinas, Ferdy Sambo memanggil para ajudannya termasuk Brigadir J di ruang tamu. Sementara Putri Candrawathi ada di dalam kamar.
Atas perintah Ferdy Sambo, Bharada E menutup wajahnya saat menembak Brigadir J di ruang tamu, menggunakan Glock 17. Dua dari lima peluru di tubuh Brigadir J berasal dari pistol HS-9 milik Brigadir J yang ditembakkan oleh Ferdy Sambo.
Peluru-peluru di dua pistol itu diisi atas perintah Ferdy Sambo, demikian pengakuan Bharada E kepada Komnas HAM. Tapi Ferdy Sambo tak terbuka telah ikut menembak Brigadir J.
"Kami periksa Richard, dia mengakui bahwa Pak FS (Ferdy Sambo, red) melakukan tembakan. Dua tembakan ke Yosua," ucap Taufan.
Soal ada bekas tembakan di dinding seolah ada tembak-menembak Brigadir J dan Bharada E, skenarionya dibuat Ferdy Sambo. "Itu dia akui (Ferdy Sambo) yang lakukan," ia menegaskan.
Komnas HAM meyakini Ferdy Sambo ikut menembak, melihat arah peluru di tubuh Brigadir J datang dari sudut berbeda.
Baca juga: Akhirnya Terungkap, Putri Candrawathi Bantu Ferdy Sambo Bunuh Brigadir Yosua
Taufan menjelaskan, "Tidak mungkin orang yang sama bolak balik dari satu tempat ke tempat lain untuk melakukan tembakan."
Selain itu ada indikasi bahwa jenis pelurunya berbeda, berdasar ukuran lubang tembakan yang berbeda di tubuh Brigadir J. Merujuk pengakuan Bharada E, penembak Brigadir J selain dirinya adalah Ferdy Sambo.
Soal ini, Komnas HAM bertanya langsung kepada Ferdy Sambo tapi belum secara terbuka mengakui itu. Ferdy Sambo hanya mengucao, "Saya tanggung jawab semua."

Pengarah Pemeran Figuran
Selain mengotaki pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo juga merancang obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan.
"Misalnya mengubah TKP, menghilangkan beberapa barang bukti seperti decoder CCTV, alat-alat komunikasi dan lain-lain," ungkap Taufan.
Ferdy Sambo termasuk mengkondisikan orang-orang yang menjadi saksi kunci memberikan keterangan sesuai skenario, seperti seolah-olah istrinya Putri Candrawathi korban pelecehan Brigadir J di rumah dinas.
"Setelah itu pun dia yang menghilangkan barang bukti, menelepon siapa, misalnya petugas-petugas Provos dan lain-lain itu," ungkap Taufan.
Pemeran figuran ini melibatkan berbagai personel dari divisi dan kesatuan di antaranya Propam Polri, Bareskrim, Polda Metro Jaya, Puslabfor, hingga Polres Metro Jakarta Selatan.
Mereka dilibatkan oleh Ferdy Sambo setelah eksekusi Brigadir J di rumah dinas.
Orang-orang yang pertama kali datang ke TKP rumah dinas adalah bawahan Ferdy Sambo di Propam Polri. Mereka ini yang tahu TKP awal dan termasuk mengevakuasi Brigadir J ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
Dalam konteks obstruction of justice, mereka yang terlibat berlaku tidak profesional saat olah TKP, di antaranya menghilangkan barang bukti, merusak, dan sebagainya.
Sampai saat ini saja, total 83 polisi diperiksa di kasus pembunuhan berencana Brigadir J, di mana 35 di antaranya direkomendasikan dikurung di tempat khusus.
Sebelumnya sudah 18 polisi masuk tempat khusus. Tapi berkurang menjadi 15 orang, setelah 3 lainnya ditetapkan tersangka dan ditahan, yakni Ferdy Sambo, Bharada E, dan Bripka RR.
Baca juga: Ini Sosok Jenderal di Balik Keberanian Bharada E Ungkap Skenario Palsu Penembakan Brigadir J
Tempo hari Timsus Polri merinci dari 15 orang di tempat khusus, 6 di antaranya diduga melakukan tindak pidana, tak sekadar melanggar kode etik.
"Terdapat 6 orang yang patut diduga melalukan tindak pidana yaitu obstruction of justice atau menghalangi penyidikan," kata Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 19 Agustus 2022.
Keenam anggota tersebut dinas di Div Propam Polri, termasuk Ferdy Sambo, dan telah ditahan di tempat khusus. Mereka bakal segera diusut secara pidana oleh penyidik Timus Polri.
"Kalau untuk FS tentu sudah. Kelima yang sudah dipatsuskan ini dalam waktu dekat akan kita limpahkan ke penyidik," ucap Agung.
5 Anak Buah Ferdy Sambo
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Brigjen Asep Edi Suheri menambahkan, dalam perkara menghilangkan, memindahkan, serta mentransmisikan secara elektronik sehingga tidak bekerja sebagaimana mestinya, sudah 16 diperiksa dan tidak menutup kemungkinan berkembang.
Para saksi ini dibagi menjadi 5 klaster. Pertama, saksi dari warga Kompleks Polri, Duren Tiga, yang sudah diperiksa adalah SN, M dan AZ.
Klaster kedua adalah yang melakukan pergantian DVR CCTV. Empat orang yang diperiksa adalah AF, AKP IW, AKBP AC dan Kompol AL.
Klaster ketiga yang memindahkan transmisi dan merusak, yaitu Kompol BW, Kompol CP dan AKBP AR.
"Klaster keempat yang menyuruh melakukan, baik itu memindahkan, dan perbuatan lainnya yaitu Irjen FS, BJP HK dan AKBP AN," ucap Asep.
Sementara klaster terakhir ada 4 orang yang diperiksa, yakni AKP DA, AKP RS, AKBP RRS, dan Bripka DR.
Barang bukti yang sudah disita penyidik Siber sampai saat ini ada 4 buah: hard disc eksternal merek WD, tablet Microsoft surface, DVR CCTV di Kompleks Asrama Polri Duren Tiga, dan laptop merek DELL milik Kompol BW.
Pasal yang dipersangkakan keenam orang ini, yaitu Pasal 32 dan Pasal 33 UU ITE dan juga Pasal 221 serta Pasal 223 KUHP dan juga Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. "Ini ancamannya lumayan tinggi," terang Asep.
Baca juga: CCTV Lebih Jujur Ungkap Fakta Pembunuhan Brigadir J Ketimbang Ferdy Sambo dan Istri
Diketahui, enam orang yang dimaksud melakukan obstruction of justice, di antaranya Ferdy Sambo eks Kadiv Propam, Brigjen Hendra Kurniawan eks Karo Paminal Div Propam Polri.
Lalu Kombes Agus Nurpatria selaku Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri, AKBP Arif Rahman Arifin selaku Wakaden B Biropaminal Divisi Propam Polri.
Sisa dua lainnya adalah Kompol Baiquni Wibowo selaku PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, dan Kompol Chuk Putranto selaku PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri. (*)
Berita Lain Terkait Ferdy Sambo
Ikut Berita Pos-Kupang.com di GOOGLE NEWS