Sidang Kasus Astri Lael
Saksi Ahli Sampaikan Penjelasannya Pada Praperadilan Ira Ua Secara Yuridis dan Normatif
Dia menegaskan dirinya tidak berhak ataupun menciptakan kesimpulan baru dalam memberikan keterangan
Yang dimaksud dengan bukti yang kuat adalah sebagaimana termaktub dalam pasal 184 KUHAP. Didalamnya menjelaskan bahwa ada keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Baca juga: Sidang Perdana Kasus Astri dan Lael, Terdakwa Randy Badjideh Dijerat Pasal Berlapis
Untuk menilai alat bukti yang sah itu, Dr. Simplexius menjabarkan dalam pandangan teoritis.
Menurutnya, alat bukti dibedakan atas dua yakni langsung dan tidak langsung. Dia menyebut, alat bukti langsung adalah yang diperoleh dari sumbernya sendiri, keterangan saksi misalnya.
Dia yang mendengar, melihat dan mengalami sendiri. Itulah alat bukti langsung. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang dinyatakan saksi di depan sidang.
Sementara pada alat bukti tidak langsung, tercermin dari keterangan ahli. Adapun keterangan ahli dipilah menjadi dua yakni ahli yang memeriksa benda atau fisik dan yang memberi penjelasan berdasarkan keilmuan yang dimiliki.
Untuk surat, lanjut dia, merupakan rangkaian kata-kata yang mengambil makna tertentu. Sehingga, alat tidak bukti langsung secara teoritis adalah alat bukti petunjuk.
Baca juga: Deddy Manafe: Praperadilan yang Ditujukan Kepada Polda NTT Adalah Strategi Untuk Memenangkan Kasus
"Kalau 185 berbicara tentang saksi, 186 tentang ahli, 187 tentang surat dan 188 itu petunjuk. Itu adalah alat bukti minimal," katanya.
Hakim menarik kesimpulan berdasar petunjuk setelah memeriksa atau mendengar keterangan saksi atau ahli dan surat. Jadi, walaupun alat bukti itu tidak langsung, tapi syarat untuk membentuk alat bukti itu harus didasarkan pada tiga alat bukti yang lain.
Dia juga menjelaskan, pada pasal 189 KUHAP disebutkan, keterangan seorang terdakwa hanya berlaku untuk dirinya sendiri.
Artinya, keterangan oleh terdakwa tidak cukup untuk dijadikan oleh hakim dalam menyandarkan keyakinan.
Hakim harus melihat bukti yang lain sekaligus menyesuaikan keyakinannya. Pasalnya, pemeriksaan perkara pidana itu adalah kebenaran materil.
Baca juga: Polda NTT Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Tersangka Kasus Astri Lael
Karena itu, hakim diberi keleluasaan untuk mencari bukti-bukti itu. Dengan bukti, hakim akan menyakini fakta dalam menjatuhkan putusan.
Dia menegaskan, yang dimaksud dengan dua alat bukti, meski hanya dua jikapun tidak ditemukan yang lain, maka sudah cukup. (Fan)