Sidang Kasus Astri Lael

Deddy Manafe: Praperadilan yang Ditujukan Kepada Polda NTT Adalah Strategi Untuk Memenangkan Kasus 

KUHAP dalam arti sebelum KUHAP lahir ada regulasi lain yang memberi kewenangan kepada jaksa untuk melaksanakan proses tersebut.

Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/MICHAELLA UZURASI
Pengamat Hukum NTT, Deddy Manafe, S.H M.H dalam Podcast Pos Kupang, Kamis, 12 Mei 2022 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Tersangka baru kasus pembunuhan Astri Manafe dan Lael Maccabe, Ira Ua mengajukan praperadilan terhadap Polda NTT dan disidang hari ini, Kamis, 12/05/2022. 

Teekiat hal ini pengamat hukum NTT, Deddy Manafe, S.H., M.H mengatakan, praperadilan yang ditujukan pada Polda NTT merupakan strategi dari para penasehat hukum (PH) untuk memenangkan kasus. 

"Ini strategi, kalau kita masuk kepada dunia praktek dalam artian PH memandang bahwa berdasarkan KUHAP itu kewenangan penyidikan itu ada pada penyidik kepolisian. Dengan kata lain, ketika dalam penyidikan itu produk penyidikan adalah barang bukti dan alat bukti kemudian ada tersangkanya maka kewenangan menetapkan tersangkanya itu ada pada penyidik," kata Deddy. 

Baca juga: Bupati Nagekeo Lantik Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas

"Nah oleh karena itu sebelum kita dengar secara lengkap apa yang disampaikan oleh PH pemohon tentu PHnya berpandangan bahwa penyidik dalam hal ini Polda itu belum pernah menetapkan Ira Ua sebagai tersangka," tambahnya.

Sebagai pengamat Deddy mengaku bisa memahami dan menafsirkan para PH berpikir bahwa karena ditetapkan bukan oleh yang ditentukan Undang - Undang maka dianggap belum pernah ada sehingga status Ira Ua adalah saksi dan belum jadi tersangka.

Menurut dia, jika dilihat sistem peradilan pidana dibentuk dari lima subsistem yakni subsistem penyidikan dilaksanakan oleh penyidik Polri dan penyidik PPNS, berarti dua penyidik kemudian penuntutan dilakukan oleh kejaksaan, pengadilan dilakukan oleh hakim, pemasyarakatan oleh petugas lapas dan bantuan hukum oleh advokat. 

Baca juga: Kemenparekraf Optimalkan Pengembangan Desa Wisata di Liang Ndara Melalui Bimtek

"Itu lima subsistem dalam peradilan pidana. Masing - masing subsistem ini dibekali lagi dengan perangkat lunaknya, Undang - Undangnya. Jadi, setiap subsistem itu ada Undang - Undangnya sendiri. Tetapi ketika lima subsistem ini bekerja dalam sistem maka payung hukumnya adalah KUHAP. KUHAP adalah rule of the game daripada sistem peradilan pidana," jelas Deddy. 

Dia mengatakan, yang diatur dalam KUHAP adlaah kewenangan untuk menetapkan tersangka ada pada penyidik Polri.

Sementara untuk kejaksaan kewenangannya adalah menerima pelimpahan berkas dari penyidik, meneliti kemudian menyatakan lengkap, menyusun surat dakwaan, melimpahkan ke pengadilan, melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan. 

 Soal hadirnya jaksa sebagai penyidik, kata Deddy, ada rujukannya. Dalam ketentuan peralihannya menyatakan bahwa segala ketentuan yang masih ada masih berlangsung terus sebelum diadakan proses ini sesuai dengan KUHAP dalam arti sebelum KUHAP lahir ada regulasi lain yang memberi kewenangan kepada jaksa untuk melaksanakan proses tersebut. 

Baca juga: Begini Pendapat Pengamat Hukum Terkait Lima Hakim dalam Perkara Pembunuhan Astri-Lael

"Ketika KUHAP ini dibentuk negara ini kan berproses. Apa yang dibutuhkan atau yang wajib diadakan berdasarkan KUHAP itu tidak sim salabim ada di Indonesia. Belum semua wilayah Indonesia memiliki penyidik dengan kualifikasi penyidik. Kan ada syarat - syarat jadi penyidik, maka jangan ada kekosongan hukum. Itu ketentuan peralihannya. Tetapi ketentuan peralihannya ini juga hanya berlaku satu tahun. Artinya per 1 Januari 1982 kewenangan untuk menyidik termasuk menetapkan tersangka pada kejaksaan secara keseluruhan, semua tindak pidana itu berakhir," jelas Deddy.  

"Tetapi kemudian Undang - Undang Kejaksaan yang Undang Undang 16 tapi sekarang sudah diperbaharui itu pasal 30 ketika menguraikan kewenangan tentang jaksa itu ternyata ada kewenangan berkaitan dengan penyidikan tindak pidana tertentu. Nah penjelasannya mengatakan bahwa tindak pidana tertentu itu adalah kejahatan HAM yang penyidiknya adalah jaksa Agung penyelidiknya adalah Komnas HAM. Dalam melaksanakan penyidikan jaksa Agung membentuk tim gabungan yang diketuai Jaksa Agung. Isi dari Tim gabungan itu bisa akademisi sepeeti saya juga boleh bisa juga advokat," lanjutnya. 

Selain HAM, yang bisa disidik jaksa adalah tindak pidana Korupsi. 

Baca juga: BPKH, BPN, BWS II NTT Lanjutkan Proses Pekerjaan dan Pengukuran Untuk Ganti Untung Bendungan Manikin

"Tindak Pidana Korupsi, ternyata ketika direverse lebih jauh, ada empat syarat yang menjadi karakteristik dari tipikor itu jadi yang menjadi kewenangan daripada jaksa untuk menyidik tipikor adalah dengan empat syarat yaitu satu tipikor yang lintas sektor, tipikor yang menggunakan teknologi tinggi, tipikor yang modusnya sulit dan harus ada Tim gabungan yang dibentuk jaksa Agung," jelas Deddy. (*)

Berita NTT Hari Ini

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved