Sidang Kasus Astri Lael

Saksi Ahli Sampaikan Penjelasannya Pada Praperadilan Ira Ua Secara Yuridis dan Normatif

Dia menegaskan dirinya tidak berhak ataupun menciptakan kesimpulan baru dalam memberikan keterangan

Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
PERSIDANGAN - Suasana persidangan Praperadilan dengan termohon Polda NTT dan Pemohon Ira Ua, ketika menghadirkan saksi ahli pidana dari Undana Kupang. Selasa 17 Mei 2022 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sidang Praperadilan dengan pemohon Ira Ua dan termohon Polda NTT kembali dilanjutkan, Selasa 17 Mei 2022 dengan agenda mendengar keterangan saksi ahli.

Adapun dua saksi ahli yang dihadirkan yakni Dr. Simplexius Asa, selaku saksi ahli pidana dan Dr. Kris Labu Djuli selaku ahli bahasa.

Sidang dimulai sekira pukul 10.30 Wita hingga 12.30 Wita di ruang sidang Cakra Pengadilan Negeri (PN) kelas IA Kupang, dan dipimpin hakim tunggal, Wakil Ketua Pengadilan Negeri  Kelas IA Kupang , Derman Parlungguan Nababan, S.H., M.H.

Saksi Ahli, Dr. Simplexius Asa usai sidang menyampaikan, dirinya juga menjaga dan mempertaruhkan reputasinya ketika dimintai sebagai saksi ahli. Ia menyebut, segala sesuatu sudah ada di putusan pengadilan dan mahkamah konstitusi.

"Pandangan-pandangan yang mungkin selama ini didengungkan orang tapi tidak impris, makanya saya selalu katakan ini menyangkut reputasi saya. Maka saya harus menjamin kebenaran yuridis. Yang kedua itu normatif," katanya usai sidang.

Baca juga: Hari Ini Sidang Kedua Kasus Astri Lael dan Praperadilan Polda NTT, Ini Agendanya

Dia menegaskan dirinya tidak berhak ataupun menciptakan kesimpulan baru dalam memberikan keterangan.

Akademisi Undana Kupang itu mengatakan, harusnya semua bisa lebih legowo mengikuti segala proses. Sebab, ini adalah tata cara berhukum.

Barang bukti berupa elektronik, menurutnya, itu bisa berupa tulisan atau transkip dan ada yang bisa berupa rekaman suara.

Menurutnya, rekaman suara harusnya secara lisan. Tetapi karena itu diambil dari orang maka harus bisa diulangi dihadapan persidangan sehingga menjadi alat bukti.

Jika diambil itu adalah tulisan atau kalimatnya, sehingga yang membingkai itu adalah makna dan itu masuk dalam alat bukti tertulis.

Baca juga: Penasehat Hukum Sebut Penetapan Ira Ua Tersangka Kasus Astri Lael Tak Sah

Simplexius mengaku dirinya tidak ingin mencampuri atau memberi penilaian terhadap kasus ini.

Namun, dia mengingatkan, kedua belah pihak harus berbicara jujur mengenai pemenuhan unsur dalam penetapan tersangka.

Ketika memberikan keterangan, ia menyebut ada beberapa rujukan dari putusan mahkamah konstitusi yang menjadi cerminan atau dasar penetapan seseorang menjadi tersangka.

Pada intinya, kata dia, seorang hanya boleh ditetapkan sebagai tersangka didahului dengan adanya minimal dua alat bukti yang sah.

Yang dimaksud dengan bukti yang kuat adalah sebagaimana termaktub dalam pasal 184 KUHAP. Didalamnya menjelaskan bahwa ada keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Baca juga: Sidang Perdana Kasus Astri dan Lael, Terdakwa Randy Badjideh Dijerat Pasal Berlapis

Untuk menilai alat bukti yang sah itu, Dr. Simplexius menjabarkan dalam pandangan teoritis.

Menurutnya, alat bukti dibedakan atas dua yakni langsung dan tidak langsung. Dia menyebut, alat bukti langsung adalah yang diperoleh dari sumbernya sendiri, keterangan saksi misalnya.

Dia yang mendengar, melihat dan mengalami sendiri. Itulah alat bukti langsung. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang dinyatakan saksi di depan sidang.

Sementara pada alat bukti tidak langsung, tercermin dari keterangan ahli. Adapun keterangan ahli dipilah menjadi dua yakni ahli yang memeriksa benda atau fisik dan yang memberi penjelasan berdasarkan keilmuan yang dimiliki.

Untuk surat, lanjut dia, merupakan rangkaian kata-kata yang mengambil makna tertentu. Sehingga, alat tidak bukti langsung secara teoritis adalah alat bukti petunjuk.

Baca juga: Deddy Manafe: Praperadilan yang Ditujukan Kepada Polda NTT Adalah Strategi Untuk Memenangkan Kasus 

"Kalau 185 berbicara tentang saksi, 186 tentang ahli, 187 tentang surat dan 188 itu petunjuk. Itu adalah alat bukti minimal," katanya.

Hakim menarik kesimpulan berdasar petunjuk setelah memeriksa atau mendengar keterangan saksi atau ahli dan surat. Jadi, walaupun alat bukti itu tidak langsung, tapi syarat untuk membentuk alat bukti itu harus didasarkan pada tiga alat bukti yang lain.

Dia juga menjelaskan, pada pasal 189 KUHAP disebutkan, keterangan seorang terdakwa hanya berlaku untuk dirinya sendiri.

Artinya, keterangan oleh terdakwa tidak cukup untuk dijadikan oleh hakim dalam menyandarkan keyakinan.

Hakim harus melihat bukti yang lain sekaligus menyesuaikan keyakinannya. Pasalnya, pemeriksaan perkara pidana itu adalah kebenaran materil.

Baca juga: Polda NTT Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Tersangka Kasus Astri Lael

Karena itu, hakim diberi keleluasaan untuk mencari bukti-bukti itu. Dengan bukti, hakim akan menyakini fakta dalam menjatuhkan putusan.

Dia menegaskan, yang dimaksud dengan dua alat bukti, meski hanya dua jikapun tidak ditemukan yang lain, maka sudah cukup. (Fan)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved