OPINI
Kita Kembali untuk Merawat Keindonesiaan
Pertemuan dengan Sang Khalik yang Rahman dan Rahim menjadi pangkal tolak pertemuan dengan sesama
Kita Kembali untuk Merawat Keindonesiaan
Oleh : JB Kleden*)
SEBAGAI keluarga yang bhineka tunggal ika, kita merayakan Lebaran bersama saudara-saudari kita yang muslim. Kita memang selalu begitu. Hanyalah keharuan yang terjadi jika hati manusia tersentuh cinta ilahi. Dan bagi umat muslim, di antara sekian banyak hari raya keagamaan, Idul Fitrilah yang paling dapat menyentuhkan cinta ilahi pada perasaan manusiawi kita.
Selamat Lebaran, mohon maaf lahir bathin. Siapakah yang tak terharu menyaksikan orang berebut moment Idul Fitri yang singkat itu melakukan mudik yang panjang dan melelahkan untuk bersilaturahmi dan saling memohon maaf dalam rangkulan kasih dan pengampunan? Lebih daripada khutbah tentang kohesi sosial yang panjang-panjang, bersilaturahmi dan saling memohon maaf di hari raya Idul Fitri sungguh amat membebaskan karena dipersiapkan dengan ibadah puasa Ramadhan sebulan utuh.
Selama bulan suci Ramadhan saudara-saudari kita umat Islam berpuasa, berdoa, merenungkan, memuji nama Allah, bergulat untuk menemukan kembali fitranya. Pertemuan dengan Sang Khalik yang Rahman dan Rahim menjadi pangkal tolak pertemuan dengan sesama. Manisfestasinya terluapkan di hari raya Idul Fitri. Manusia menemukan fitranya secara utuh: bertemu dengan Tuhan dalam kedamaian, sekaligus juga berjumpa dengan sesamanya dalam rangkulan kasih penuh rekonsiliasi. Karena itu sukacita Idul Fitri memang meluap menerobosi sekat-sekat kemajemukan masyarakat.
Baca juga: Timor Leste dan WFP Mulai Distribusi Sereal Super Bantuan China untuk Ibu Hamil dan Menyusui
Beban hidup terbesar manusia adalah kesalahan kepada orang lain. Tentu juga kepada Tuhan. Namun mohon maaf kepada Tuhan terasa lebih mudah karena ibaratnya hanya kita dan Tuhan. Bersalah kepada orang lain harus diperbaiki secara terbuka. Terjadi pergulatan dengan ego pribadi, kecongkakan dan gengsi. Idul Fitri justeru menghadirkan kesempatan untuk bersilaturahmi, saling memohon dan memberi maaf tanpa kehilangan muka. Dan itu sungguh melegakan manakala disertai niat untuk tidak mengulanginya. Maka tidak berlebihan jika kita mengatakan Idul Fitri sungguh hari raya yang membebaskan.
Libur panjang merayakan Lebaran sudah usai dan semua kembali ke kantor, ke tempat kerja, kampung halaman tempat mencari nafkah dan mendapatkan rejeki. Pemandangan paling menakyubkan di hari pertama masuk kerja adalah rangkulan penuh kasih persis yang dialami di hari raya Idul Fitri disertai dengan duduk-duduk menikmati hidangan lebaran.Suasananya penuh kekeluargaan persis hari pertama Lebaran dalam keluarga batih.
Baca juga: Kodim 1627/Rote Ndao Sulap Batu Jadi Pasir, Ini Lapangan Bola Volinya
Kalau di hari raya Idul Fitri orang tampil semarak dengan busana muslim terbaru dalam aneka model, usai lebaran orang kembali ke tempat kerja dengan tampilan berseragam.Kebanyakan kita mungkin hanya melihatnya sebagai eksemplar dari kewajiban kantor. Tetapi sejatinya semangat tampil berseragam di tengah gaung tampil beda, mengindikasikan satu hal ini: dengan seragam, kebersamaan dan kekompakkan lebih terasa. Jika pluralitas mencerminkan keniscayaan, berseragam melambangkan iktiar untuk bersama dalam kemajemukan. Laksana rusa merindukan air, jiwa kita merindukan kebersamaan sejati. Sebagaimana tubuh kita membutuhkan makanan untuk hidup, jiwa kita menginginkan hubungan, kebersamaan dan interaksi.
Hubungan dan kebersamaan itu tentu saja bukan terbatas pada hubungan dan kebersamaan antarindividu, keluarga dan kerabat dekat, melainkan juga antarkelomopok, masyarakat dan bangsa. “Husnit Tafahum,”istilah yang baru-baru ini digunakan Wapres Ma’aruf Amin. Bagusnya saling memahami. Suatu sesadaran penuh untuk membangun kesepahaman saling pengertian universal. Rekan saya Ketua PWNU NTT, KH Drs. Pua Monto Umbunai, menjelaskan dari Husnit Tafahum akan lahir Husnit Tasamuh (bagusnya saling toleransi) dan berlanjut ke Husnit Ta’awun (bagusnya saling menolong).
Baca juga: Penasehat Hukum Sebut Penetapan Ira Ua Tersangka Kasus Astri Lael Tak Sah
Setiap agama mempunyai nilai dan relevansi universal. Begitu diamalkan dan dengan amal itu dikembangkan ia menjadi kekuatan yang membawa manusia kepada kebaikan. Menggunakan istilah Menteri Agama, agama menginspirasi. Maka kita sangat berkepentingan, untuk mengatakan sekiranya, kebiasaan saling memberi maaf bisa dikembangkan menjadi suatu sifat jiwa besar yang bisa mengatasi kekerdilan jiwa dan hati. Jiwa kerdil mudah terperosok menjadi iri hati dan benci yang bisa menghambat langkah-langkah mewujudkan kehidupan bersama yang damai.
Man can never be religious enough, manusia tidak pernah dapat menjadi cukup religius. Dia harus terus membina dirinya menjadi semakin religius dari hari ke hari agar dia menjadi manusia yang religius. Agama mengajarkan bahwa manusia tidak pernah diselamatkan seorang diri, tetapi selalu sebagai anggota persekutuan dalam umat, dalam agama. Orang beragama selalu beragama dalam negara, maka bisa juga ditambahkan kita juga diselamatkan dalam negara dengan nilai-nilai agama. Kita dari waktu-waktu berjuang untuk menjadi orang beragama yang baik dan dengan itu juga menjadi warga negara yang baik.
Nilai-nilai universal Idul Fitri menginspirasi kita untuk merawat kelestarian bagi yang fitra sepanjang tahun dan musim yang berganti.
Baca juga: Saat Sedang Reses di Kabupaten TTU, Anggota DPRD NTT Meninggal Dunia, Ini Dugaan Penyebabnya
Kebiasaan untuk tidak kenyang sendiri di hari raya Idul Fitri hendaknya terus kita kembangkan tidak hanya memberi makan kaum miskin, tetapi juga untuk tidak melakukan korupsi. Keindahan menganggungkan kebesaran Tuhan di hari yang fitri terus kita lestarikan tanpa direcoki kegemaran kita mencela agama dan keyakinan lain yang berbeda. Kita menjadi orang beragama yang baik kalau kita juga berusaha untuk membuat lingkungan kita, membuat orang lain menyadari pentingnya kehidupan agama, dan melakukan tindakan dan perbuatan yang dibenarkan secara agama.
Kampung halaman, udik, tempat kita menimbah kelestarian yang fitri sudah memenuhi segenap ruang hati kita. Maka kita semua menang di hari kemenangan ini. Kini kita kembali ke halaman tempat kerja kita dengan semangat baru yang fitra untuk merawat keindonesiaan. Bagusnya dengan saling memahami, dengan saling toleransi dan dengan saling tolong.
Ada banyak soal yang musti diselesaikan negara ini untuk kemaslahatan hidup bersama. Agama-agama yang banyak di Indonesia mustinya saling memahami, saling toleransi dan saling tolong dengan menyumbangkan kekayaan teologinya masing-masing untuk pembaikan kehidupan bersama dan mengapa kita musti hidup bersama.
Baca juga: Ramalan Zodiak Kesehatan Jumat 13 Mei 2022, Pisces Cedera, Aries Anda Besok Bersenang-senang
Dengan cara itu kita bisa yakin kita mampu menjadikan NKRI sebagai rumah moderasi, tempat semua orang merasa aman dan nyaman. Dengan cara itu pulalah kita bisa yakin, kita akan tumbuh menjadi bangsa yang maju dan berkeadaban yang luhur.(*)
JB Kleden*)
ASN Kementerian Agama Kota Kupang
Kota Kupang
Opini Publik
JB Kleden
Kementrian Agama Kota Kupang
Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijrah
Pos Kupang Hari Ini
POS-KUPANG.COM
Edi Hayong
Opini Frans X Skera: Makna Pencapresan Ganjar Pranowo |
![]() |
---|
Opini Sarlianus Poma: KTT ASEAN Epicentrum of Growth, The Opportunity for Indonesian Economic Growth |
![]() |
---|
Opini Petrus Kanisius Siga Tage: Hari Perawat Internasional dan Catatan Tentang Perawat Indonesia |
![]() |
---|
Opini Yohanes Krisostomus Dari: Tuan Rumah ASEAN Summit ke-42 dan Harapan Bagi NTT yang Tertinggal |
![]() |
---|
Opini Petrus Kanisius Siga Tage: ASEAN Summit dan Isu Migran di Wilayah Timur Indonesia |
![]() |
---|