Berita Nasional
Ruslan Buton Tawarkan Diri ke Panglima TNI, Siap Diberangkatkan ke Papua Untuk Lawan KKB, Simak Ini
Ruslan Buton, anggota TNI yang dipecat karena kasus pembunuhan meminta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa untuk merekrutnya. Ia siap lawan KKB Papua
Meski pernah mengecapi suasana hidup di penjara, sikap Ruslan Buton sepertinya tidak berubah.
Mantan prajurit TNI berpangkat kapten tersebut hingga kini tetap menginginkan Jokowi mundur.
Bahkan, Ruslan secara blak-blakan menyatakan akan ikut dalam aksi demonstrasi mahasiswa yang direncanakan pada 11 April 2022 nanti.
“Di republik ini yang menjadi sebuah keprihatinan atau catatan khusus kita, adalah kita tidak menemukan lagi yang namanya kejujuran, kebenaran, dan keadilan,” kata Ruslan.
Hal itu lagi-lagi dikatakan Ruslan Buton saat berbincang dengan Refly Harun yang disiarkan secara live melalu kanal YouTube Refly Harun pada Kamis 7 April 2022.
Baca juga: Hadirkan Refly Harun Sebagai Saksi Ahli,Berapa Besar Peluang Rizieq Shihab Bebas?Simak Penjelasannya
Mendengar pernyataan tersebut, Refly Harun tersentak kaget. “Uh, sampai separah itu ya?” kata Refly Harun.
“Iya. Di mana sekarang kita mendapatkan kejujuran? Mari kita mendapatkan kebenaran dan keadilan,” lanjut Ruslan.
"Kejujuran, kebenaran dan keadilan di republik ini hanya sebatas casing".
“Semuanya hanya atas nama casingnya saja jujur, benar dan adil, tetapi pelaksanaannya tidak ada. Ini memprihatinkan,” jelas Ruslan.
Baca juga: Pasukan Elit KKB Papua Serang Mobil TNI, 2 Tewas 3 Luka-Luka, Ini Klaim Komandan Operasi Mayor Arnol
Refly Harun yang juga mantan Komisaris Utama PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) itu pun lantas menanyakan berapa anggota Ruslan yang akan turun melakukan aksi demonstrasi pada 11 April 2022.
“Saya tidak perlu sampaikan di sini. Artinya sebagai anak bangsa yang sifatnya nanti memungkinkan untuk hadir, hadir,” jelas Ruslan.
Di hadapan Refly Harus, Ruslan memastikan dirinya akan hadir dalam aksi demonstrasi tersebut.
Kepada Refly Harun, Ruslan Buton mengungkapkan sejumlah kisahnya saat masih aktif di TNI dan bertugas di pos Pulau Tali Abu, Maluku Utara.
Saat itu Ruslan Buton dan anggotanya menahan 5 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China.
Alasannya kelima TKA China itu tak mampu memperlihatkan surat-surat keimigrasian.
Kata Ruslan Buton, kelimanya tidak mampu berbahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
"Mereka itu saat diperiksa tak bisa komunikasi. Kemudian saya tanya pakai bahasa Inggris. Sama juga tak ada yang mengerti," katanya.
Baca juga: Indonesia Akan Maju Bila Ahok Jadi Menteri, Refly Harun Singgung Status Napi ke Presiden, Maksudnya?
Terus, kata Ruslan, ada 2 oknum Perwira yang menyebut 5 TKA itu adalah tenaga ahli dari China.
"Saya bilang kalau dibilang tenaga ahli, kok ga bisa ngomong Inggris. Kemudian ada yang sempat menawarkan uang sekantong plastik. Tapi, saya jelas menolak hal itu. Jadi keduanya pulang lagi,"bebernya.
Untuk diketahui, Ruslan Buton merupakan mantan anggota TNI AD yang dipecat dengan tidak hormat.
Ruslan Buton, mantan prajurit TNI minta Presiden Jokowi mundur. Kini ia menyebutkan lagi bahwa di negara ini kejujuran, kebenaran dan keadilan hanya casing belaka.

Pernah Minta Jokowi Mundur
Sebelumnya, Ruslan Buton menjadi sorotan ketika melayangkan surat terbuka minta Joko Widodo (Jokowi) mundur dari kursi Presiden Indonesia. Hal tersebut pun sempat mendapat perhatian publik Tanah Air.
Dalam pernyataannya, Ruslan Buton meminta Jokowi mundur. Video itu viral di media sosial pada 18 Mei 2020.
Ruslan Buton menilai tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi Covid-19 sulit diterima oleh akal sehat. Ia juga mengkritisi kepemimpinan Jokowi.
Menurut Ruslan Buton, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur Ruslan Buton di videonya kala itu.
Setelah 10 hari viral surat terbukanya, Ruslan Buton dijemput polisi dari kediaman orangtuanya di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, pada Kamis 28 Mei 2020 lalu tanpa perlawanan.
Penangkapan dilakukan oleh tim gabungan Satgassus Merah Putih bersama Polda Sulawesi Tenggara dan Polres Buton. Hali itu karena adanya laporan yang masuk ke SPKT Bareskrim Polri bernomor LP/B/0271/V/2020/BARESKRIM tanggal 22 Mei 2020.
Pelapor Aulia Fahmi membuat Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 dengan terlapor Ruslan Buton.
Baca juga: Termakan Doktrin Panglima Egianus Kogoya, Anggota KKB Papua Ini Langsung Bakar 16 Rumah Penduduk
Aulia melaporkan Ruslan Buton atas dugaan tindak pidana penyebaran berita bohong sesuai UU 1/1946 tentang KUHP Pasal 14 Ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15.
Juga, Penyebaran Berita Bohong (hoaks) melalui Media Elektronik UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 Ayat (2). Dan, Kejahatan Terhadap Penguasa Umum UU Nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP Pasal 207.
Diberitakan sebelumnya, Kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun angkat bicara soal kabar kliennya dipecat dari prajurit TNI AD karena tersandung kasus pembunuhan pada 2017 lalu.
Menurutnya, pemecatan tersebut bernuansa politis.
Pada 2017 lalu, Tonin mengatakan Ruslan Buton diketahui masih menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau.
Ketika menjabat, kliennya kerap bertindak tegas terhadap adanya Tenaga Kerja Asing (TKA) China masuk ke daerahnya.
"Jadi Ruslan itu pada 2017, dia tangkap TKA China yang di Maluku Utara, orang China bawa visa turis bekerja di perusahaan pertambangan. Nggak usah ku kasih tau lah PT-nya. Dia tangkap karena dia komandan di daerah sana," kata Tonin kepada Tribunnews, Minggu 31 Mei 2020.
Ketika menangkap, Ruslan sempat dilobi petugas atau pejabat yang tidak disebutkan namanya agar melepaskan TKA China yang ditahan.
Bahkan saat itu, kliennya sempat disuap agar bisa melepaskan seluruh TKA tersebut.
"Kapten Ruslan selaku Komandan Operasional mengatakan 'kalau uang itu tidak ada kaitan dengan ke-5 TKA maka akan saya terima, tapi kalau uang tersebut untuk melepaskan ke-5 TKA maka akan saya tolak," kata Tonin menirukan ucapan Ruslan saat itu.
Penolakan inilah yang diduga menjadi penyebab kliennya mulai diincar agar turun dari jabatannya.
Empat bulan setelahnya, markas sekaligus asrama TNI yang dipimpinnya diserang oleh seorang pria bernama La Gode. Saat penyerangan itu, La Gode pun terbunuh saat mencoba menyerang markas TNI AD.
"Yang dibunuh ini (La Gode) bukan petani. Yang dibunuh ini preman, sudah dua kali bunuh orang itu. Narapidana itu. Ke luar masuk penjara," jelasnya.
"Dia serang markas, terus kalau serang markas dibiarin? Nyerang markas tentara. Itu asrama lah tapi ada kesatuannya juga," sambungnya.
Kasus pembunuhan inilah yang menyeret Ruslan ke mahkamah militer.
Baca juga: Pesawat Mata-Mata TNI Temukan Lokasi Persembunyian KKB Papua, Pepohonan Dibabat Untuk Bangun Markas
Ia menuturkan, proses jalannya persidangan pun seolah didesain bahwa kliennya harus didepak dari militer.
"Itu jelas didesain dia harus dipecat. Pokoknya dia harus dipecat, kenapa? karena dia yang bikin TKA China di sana susah masuk. Berarti direkondisikan preman ini untuk mengganggu kan," ujar dia.
Sebagai informasi, saat menjabat Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017.
La Gode ini disebut-sebut sebagai seorang petani.
Pengadilan Militer Ambon memutuskan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dan pemecatan dari anggota TNI AD kepada Ruslan pada 6 Juni 2018 lalu. (frans krowin)