Berita Timor Tengah Selatan Hari Ini

Periode Februari 2022 Jumlah Penderita Stunting di TTS Menurun

Saya menduga hal yang bisa menjadi pemicu adalah kekurangan air bersih

Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/ADRIANUS DINI
Kabid Dinkes TTS, Nahad Baunsele  

Laporan REPORTER POS-KUPANG.COM, Adrianus Dini  

POS-KUPANG.COM, SOE - Untuk periode Februari 2022 ini ada penurunan jumlah penderita stunting di TTS. Dari 32,1% pada Agustus 2021 menjadi 29,8 % di Februari 2022. Dari 13.123 anak di periode Agustus 2021 turun menjadi 12.439 anak.

Hal tersebut disampaikan Nahad Baunsele salah satu Kepala Bidang (Kabid) di Dinkes TTS, kepada Pos Kupang, Senin 21 Maret 2022.

"Kita bersyukur bahwa ada penurunan angka penderita stunting. Hal ini merupakan data untuk keseluruhan wilayah kabupaten TTS," ungkap Nahad. 

"Angka tertinggi penderita stunting berasal dari Puskesmas Panite, Kecamatan Amanuban Selatan. Angka stuntingnya 48,3%, dengan jumlah 1241 anak," terangnya.

Menuruntnya, ini sebetulnya ironi. Di daerah itu sebenarnya merupakan gudang beras dan gudang ternak. Wilayahnya terdapat hamparan sawah paling luas, tetapi ada banyak penderita stunting.

Baca juga: Forkopimda TTS Pantau Titik Lokasi Kegiatan Kunjungan Kerja Presiden Jokowi

"Saya menduga hal yang bisa menjadi pemicu adalah kekurangan air bersih. Di musim kemarau masyarakat susah mendapatkan air bersih," ungkap Nahad.

Sebagai jalan keluar terang Nahad, sudah dianggarkan untuk penyediaan air bersih bagi wilayah ini. 

"Hal berikut terkait pola asuh dari orang tua. Dalam hal ini, bagaimana orang tua dapat memberi makan kepada anak secara teratur dengan nilai gizi yang cukup," tambahnya. 

Nahad menjelaskan, pihak dinas kesehatan sudah bekerja secara maksimal untuk mendata penderita kasus stunting di TTS dan mencari solusi bagi penanganan secara optimal.

"Dinas sudah mulai memperhatikan sejak 1000 hari pertama  kehidupan. Artinya kita sudah mulai memperhatikan remaja putri. Dalam hal ini, kita berikan tablet penambah darah kepada remaja putri supaya mereka dalam kondisi sehat saat hamil nanti," jelasnya.

Baca juga: YPII Dampingi 46 Guru PAUD di TTS, Manfaatkan Barang Bekas untuk Membuat APE

Kemudian, lanjutnya, jajarannya melakukan secara intens pemeriksaan ibu hamil sejak bayi masih berada dalam kandungan. Petugas di puskesmas sudah melakukan screening terutama kepada ibu hamil yang Kurang Energi Kalori (KEK). Dalam hal ini mereka yang lingkar lengan kurang dari 23,5 cm. Mereka ini harus mendapat penanganan khusus.

"Kami juga memberikan bantuan kepada ibu hamil seperti, pembagian biskuit ibu hamil, pmt untuk ibu hamil dan pemberian tablet tambah darah. Semua itu berada di luar anggaran desa," sebut Nahad.

Sedangkan intervensi pemberian makanan tutur Nahad, baik bagi bumil (ibu hamil) maupun balita stunting itu dari dana desa. 

"Dulu memang dari puskesmas, tetapi sejak 2020 ada perubahan. Tidak ada lagi pemberian makanan tambahan dari puskesmas. Sekarang semua itu diatur dalam dana desa," terangnya.

Setiap kali melakukan penimbangan pada bulan Februari dan Agustus nama-nama penderita stunting diserahkan ke pemerintah desa, kecamatan agar diketahui dan diberi penanganan oleh pihak terkait.

Baca juga: Empat Warga TTS Tersambar Petir Satu Orang Tewas Di TKP

PIhaknya juga  melibatkan petugas gizi untuk melakukan pemantauan setiap bulan di posyandu terkait pengukuran berat badan. Sedangkan pengukuran tinggi badan dilakukan 6 bulan sekali yaitu pada bulan Februari dan Agustus.

"Tenaga puskesmas menyusun menu. Siklus menu itu kemudian diserahkan kepada desa agar mereka merencanakan, mempersiapkan pemberian bantuan makanan kepada penderita stunting," ucap Nahad.

Dana bantuan untuk penderita stunting, lanjutnya, sesuai kebijakan pemerintah provinsi itu Minimal 20% dari dana desa. Itu digunakan untuk penurunan penderita stunting. Kami tidak bisa memastikan nominal karena dana desa untuk setiap desa itu berbeda-beda. Dirinya memberi contoh misalkan dana desa Rp 1 miliar berarti dana untuk penanganan stunting sekitar Rp 200 juta.

"Berhadapan dengan kasus stunting ini, di dinas kesehatan kami tetapkan gaselor (gerakan ayah sebagai konselor). Dalam hal ini kami ingin meningkatkan peran ayah karena selama ini yang terjadi ayah selalu menyerahkan urusan penimbangan dan perawatan anak oleh ibu sendiri. Kita mendorong ayah juga terlibat dalam kegiatan di posyandu agar ayah juga tahu perkembangan tinggi dan berat badan anak setiap bulan. Sehingga ayah bisa berupaya mengusahakan kesehatan anak," ungkap Nahad.

Kegiatan-kegiatan lain terang Nahad, tetap berjalan seperti biasa. Misalnya penanganan  ibu hamil, standarnya diperiksa selama 6 kali di masa kehamilan. Standar pelayanan terhadap ibu hamil Kita pertahankan. Pemberian Asi eksklusif selama 6 bulan dan pemberian imunisasi sampai ulang tahun kedua.

Baca juga: DPRD TTS Bentuk Dua Pansus, Araksi NTT Dukung Penuh

"Kita berharap dengan perhatian-perhatian seperti itu, angka Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) bisa ditekan. Lalu kalau ada yang misalkan lahir dengan berat badan lahir rendah Kita akan upayakan penanganan supaya tidak sampai stunting. Pada akhirnya, terkait asupan makanan itu kembali kepada keluarga," tutupnya. (Cr12)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved