Berita NTT Hari Ini
DPD PDIP NTT Tegas Tolak Wacana Penundaan Pemilu 2024
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana, mengatakan wacana penundaan Pemilu 2024 itu merupakan wacana dangkal.
Jhon Tuba Helan menjelaskan, secara konstitusi, Pasal 22 E ayat (1) UUD 45 menyatakan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung,umum,bebas, rahasia,jujur,dan adil setiap lima tahun sekali.
Artinya pemilu yang lalu di tahun 2019 maka berikutnya di tahun 2024. Sampai saat ini tidak ada alasan mendasar untuk penundaan pemilu. Oleh karena itu, wacana penundaan pemilu tidak berdasar dan tidak akan terlaksana.
Baca juga: Kawasan Wisata di Kelapa Lima Kota Belum Bisa Dimanfaatkan
"Pimpinan partai politik yang mengemukakan wacana itu, mungkin tidak pernah membaca UUD 1945, sehingga boleh berbicara sesuka hati," tegasnya.
Makna dari pemilu sekali dalam lima tahun, yakni masa kepemimpinan nasional baik legislatif maupun eksekutif adalah lima tahunan, maka di tahun 2024 habis masa jabatan dan harus diganti melalui pemilu. Menurut Dr. Jhon, Tidak ada ruang memperpanjang masa jabatan di luar mekanisme pemilu.
Terpisah, pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana, Yohanes Jimmy Nami, menilai wacana Ini memang sengaja dikemas oleh kelompok tertentu yang memang punya kepentingan melekat dengan rezim saat ini.
"Konflik interest jelas, karena jika dilihat memang tidak ada urgensinya selain upaya untuk mendorong langgengnya kekuasaan dan kepentingan disekitarnya," katanya.
Penundaan pemilu untuk kepentingan politik tertentu jelas inkonstitusional dan mengangkangi undang-undang serta menodai demokrasi Indonesia dan semangat reformasi yang sudah baik.
Peta potensi penundaan pemilu bisa saja terakomodir jika ini kemudian menjadi wacana kolektif dari parpol yang dominan di parlemen. Untuk memasukkan itu, dilakukan amandemen terbatas misalnya.
"Ini yang perlu kita waspadai jangan sampai wacana ini jadi pintu masuk bagi oligarki, rent seeking dan lain-lain yang malah menodai penguatan Demokrasi Indonesia," tegasnya.
Jimmy mengaku optimistis sikap kenegarawan para pemimpin bangsa yang akan menjdi unsur penopang penguatan demokrasi Indonesia agar tidak terjerumus dalam kepentingan jangka pendek yang kemudian meruntuhkan tatanan demokrasi Indonesia. (*)