Berita Nasional Hari Ini

KPK Protes Putusan MA, Alexander Marwata: Memangkas Hukuman Koruptor Tak Mencerminkan Keagungan MA!

Komisi Pemberantasan Korupsi ternyata tersinggung dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memangkas hukuman penjara terpidana korupsi, Edhy Prabowo.

Editor: Frans Krowin
TRIBUNNEWS / HERUDIN
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata 

Baca juga: Bakal Laporkan Perkembangan PPKM Darurat kepada Jokowi, Luhut: Kami Amati Betul Masalah Ekonomi

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ucap Albertus.

Hakim menyatakan Edhy Prabowo terbukti menerima uang 77 ribu dolar AS dari Suharjito, pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama, dengan tujuan agar izin budidaya lobster dan izin ekspor benih lobster dapat dipercepat.

Hakim juga menyatakan Edhy menerima puluhan miliar melalui terdakwa lainnya, sebagai keuntungan tidak sah PT ACK.

JPU KPK Tuntut Hukuman Lima Tahun Penjara

Sebelumnya, JPU KPK membacakan tuntutan atas perkara dugaan suap ekspor benih bening lobster alias benur, untuk terdakwa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Tuntutan itu dibacakan jaksa di ruang sidang Kusumahatmaja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 29 Juni 2021.

Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan Edhy Prabowo terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Jaksa juga menyatakan Edhy Prabowo melanggar Pasal 12 huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dengan begitu, jaksa menuntut bekas Menteri Kelautan dan Perikanan itu dengan kurungan penjara selama 5 tahun, dikurangi masa tahanan sementara.

Jaksa juga menuntut hukuman denda untuk Edhy Prabowo sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada Edhy Prabowo selama 5 tahun penjara dikurangi masa tahanan sementara dan denda, dengan perintah tetap ditahan" tuntut jaksa.

Baca juga: Heran, Didakwa Terima Suap Rp 25,7 Miliar,Edhy Prabowo Tetap Ngaku Tidak Bersalah,Apa Alasannya?

Edhy juga dikenakan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 9.687.447.219 dan US$77 ribu.

"Jika tidak diganti, maka harta benda akan disita oleh negara."

"Jika harta tidak mencukupi, maka akan diganti hukuman pidana 2 tahun penjara," ucap jaksa.

Jaksa juga menuntut Edhy Prabowo dicabut hak dipilihnya sebagai pejabat publik selama 4 tahun, sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.

Jaksa menyatakan hal yang memberatkan Edhy Prabowo dalam perkara ini, karena terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas korupsi.

Dia juga dianggap tidak memberikan teladan yang baik sebagai selaku penyelenggara negara, dalam hal ini menteri.

Sedangkan hal yang meringankan, jaksa menganggap politikus Partai Gerindra itu belum pernah ditahan, serta bersikap sopan dalam persidangan, dan beberapa barang korupsi telah disita negara.

Jaksa juga menuntut uang sekitar Rp 51,7 miliar yang berada di bank garansi dalam kasus suap izin ekspor benih bening lobster alias benur, dirampas untuk negara.

Jaksa mengungkap terbitnya bank garansi yang awalnya karena ada surat komitmen antara Kepala Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I KKP Habrin Yake, dengan seluruh eksportir benur.

Surat tersebut ditandatangani seluruh eksportir benur dengan Habrin Yake, atas permintaan Staf khusus Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi.

"Walaupun Kementerian Keuangan belum menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Ekspor BBL."

"Sehingga kemudian terkumpul uang di Bank Garansi seluruhnya Rp 52.319.542.040," ucap jaksa dalam ruang sidang, Selasa 29 Juni 2021.

Selanjutnya, kata jaksa, atas permintaan Andreau Misanta Pribadi, para esportir benur diharuskan menyetor uang yang jumlahnya telah ditentukan oleh terdakwa ke rekening bank garansi, sebesar Rp 1.000 per ekor BBL jenis pasir, dan Rp 1.500 per ekor BBL jenis mutiara.

Kendati begitu, kata jaksa, dari seluruh perusahaan eksportir BBL yang telah membayar jaminan Bank Garansi, terdapat tiga perusahaan yang belum melakukan realisasi ekspor.

"Perusahaan itu yakni UD Balai Sukses Mandiri sebesar Rp 150 juta; PT Sinar Lautan Perkasa Mandiri sebesar Rp120 juta; dan PT Hutama Asia Sejahtera sebesar Rp 250 juta," terang jaksa.

Baca juga: Hakim Heran Mengapa Ali Mochtar Ngabalin Ikut Kunjungan Kerja Edhy Prabowo ke Hawai, Statusnya Apa?

Atas dasar itu jaksa berpendapat, jaminan bank garansi yang telah dibayarkan oleh ketiga perusahaan tersebut, sudah selayaknya dikembalikan kepada perusahaan yang bersangkutan.

Di mana jika ditotal dari keseluruhan uang yang seharusnya dikembalikan ke perusahaan yang bersangkutan, yakni senilai Rp 520 juta.

Sedangkan uang sejumlah Rp 51,719 miliar yang merupakan sisa uang dari Rp 52,319 miliar yang sudah masuk di Bank Garansi, dikurangi uang yang seharusnya dikembalikan ke tiga perusahaan di atas, kata jaksa, jangan sampai disalahgunakan.

Oleh sebab itu, jaksa meminta majelis hakim yang mengadili perkara ini, merampas uang tersebut dari Bank Garansi.

"Maka PU (penuntut umum) memohon kepada majelis hakim yang mulia agar uang tersebut dinyatakan dirampas untuk negara," cetus jaksa. (*)

Berita Terkait Terpidana Koruptor Edhy Prabowo

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved