Berita Nasional

Beda Sikap Anies Baswedan Soal Penetapan UMP dan Kebijakan PTM Dikritik, Kepentingan Capres 2024?

Anies hanya bisa pasrah mengikuti keputusan pusat saat usulnya untuk menyetop PTM ditolak. Padahal, Anies sebelumnya berani melawan pusat

Editor: Eflin Rote
Tribunnews.com
Anies Baswedan seakan mendikte Presiden Jokowi tentang penanganan covid-19 di Tanah Air. Anies Baswedan mungkin lupa bahwa saat ini penderita covid-19 terbanyak di Indonesia adalah DKI Jakarta. 

POS-KUPANG.COM - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berbeda sikap saat mengambil keputusan terkait kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2022 dan pembelajaran tatap muka (PTM).

Anies hanya bisa pasrah mengikuti keputusan pusat saat usulnya untuk menyetop PTM ditolak. Padahal, Anies sebelumnya berani melawan pusat dan mengambil keputusan sendiri terkait kenaikan UMP.

Usul Setop PTM

Baca juga: Anies Baswedan Dilabrak Lagi, Kini Kader PSI Ungkap Fakta Ketidakmampuan Gubernur DKI Jakarta, Apa?

Anies Baswedan meminta kepada pemerintah pusat untuk menghentikan proses PTM 100 persen yang tengah berjalan demi mencegah penularan Covid-19 yang tengah melonjak. 

Permintaan tersebut disampaikan pada Rabu (2/2/2022), kepada Menteri Koordinator Maritim dan Investasi sekaligus Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan.

"Tadi siang saya berkomunikasi dengan Pak Luhut Pandjaitan sebagai ketua Satgas Covid-19 Jawa-Bali, menyampaikan usulan agar untuk Jakarta PTM atau pembelajaran tatap muka ditiadakan selama satu bulan ke depan," ucap Anies.

Baca juga: Dianggap Lebih Sibuk Pamer Stadion JIS Saat Covid-19 Naik, Anies Baswedan Kena Sentil Politis PSI

Anies mengusulkan, selama sebulan itu, pembelajaran tatap muka 100 persen bisa diganti dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Dia menyebutkan, saat ini aktivitas di luar rumah perlu dikurangi guna menangani lonjakan kasus Covid-19 di Jakarta.

Anies beralasan tidak bisa sepihak menghentikan PTM karena DKI Jakarta masih terikat dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 2 yang mengharuskan PTM 100 persen tetap terselenggara.

"Berbeda ketika dulu kita menggunakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar), pada saat PSBB, keputusan PTM diatur melalui kewenangan gubernur," kata Anies.

Baca juga: Presiden Jokowi Ultimatum Anies Baswedan, Beri Waktu 53 Hari untuk Tentukan Hal ini

Sehari setelah usulan itu disampaikan, pemerintah pun mengambil keputusan bahwa daerah dengan PPKM level 2 -termasuk Jakarta- wajib tetap menggelar PTM. Namun pemerintah pusat membolehkan siswa yang mengikuti PTM dikurangi menjadi 50 persen saja.

Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, mengatakan, pemerintah pusat tidak bisa menyetujui permintaan Anies untuk menyetop PTM meski hanya sebulan. Sebab, pemerintah menganggap proses PTM sangat penting bagi pendidikan siswa.

"Jika sektor lainnya bisa dibuka pemerintah daerah secara maksimal, maka kami harapkan PTM Terbatas dapat juga di perlakukan sama, karena pendidikan memiliki tingkat urgensi yang sama pentingnya," kata Jodi.

Baca juga: Anies Baswedan Diduga Sumpal Anggota DPRD DKI, Kini Hanya PDIP & PSI Berani Soroti Formula E, Lho?

Anies belakangan memastikan ia dapat menerima keputusan pemerintah pusat tersebut. Ia memastikan PTM di Jakarta akan tetap berjalan sesuai aturan yang telah ditetapkan pemerintah.

"Kalau masih dalam proses, ada usulan. Tapi bila sudah jadi keputusan, maka kita akan melaksanakan keputusan itu," kata Anies seperti dilansir dari Antara, Senin (7/2/2022).

Kenaikan UMP DKI

Sikap berbeda ditunjukkan Anies dalam penentuan UMP DKI Jakarta tahun 2022.

Anies awalnya memang menetapkan UMP DKI berdasarkan formula yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Dengan mengikuti skema di PP turunan UU Cipta Kerja itu, maka UMP DKI 2022 diputuskan Rp 4.453.935, hanya naik 0,85 persen atau setara Rp 37.749.

Anies pun mendapat protes dari para buruh. Massa buruh berulang kali mendatangi kantor Anies di Balai Kota DKI Jakarta untuk berunjuk rasa.

Akhirnya, mantan Menteri Jokowi itu pun memutuskan untuk menabrak aturan pemerintah pusat dan menaikkan UMP DKI 2022 sebesar 5,1 persen. UMP DKI pun ditetapkan Rp 4.641.854 atau naik Rp 225.667.

Keputusan terbaru Anies itu pun mendapat pujian dari buruh, namun ditentang keras oleh pemerintah pusat dan juga kalangan pengusaha.

Kepala Biro Humas Kemnaker Chairul Fadhly Harahap menyayangkan keputusan Anies itu karena bertentangan dengan PP 36/2021 tentang pengupahan.

"Kemnaker sangat menyayangkan sikap tersebut yang menaikkan UMP tidak sesuai aturan yang berlaku," kata Chairul saat dihubungi, Senin (20/12/2021).

Kalangan pengusaha juga menolak keputusan Anies karena dianggap bertentangan dengan aturan di atasnya. Bahkan pengusaha yang tergabung dalam Apindo memutuskan menggugat Anies ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Ini strong message ya dari kita. Bahwa pemerintah DKI Jakarta melanggar aturan. Kalau ada pelanggaran itu nanti akan jadi catatan, apalagi kalau mau nyapres," tegas Ketua Apindo, Hariyadi.

Di tengah-tengah tekanan dari pemerintah pusat dan para pengusaha itu, Anies tetap bergeming. Ia bersikeras kenaikan UMP yang mengikuti formula pemerintah pusat nilainya terlalu kecil dan tidak bisa menjadi standar hidup layak di ibu kota.

Anies pun meminta pemerintah untuk menggunakan akal sehat. Ia berujar, saat ekonomi terpuruk akibat pandemi Covid-19, UMP 2021 bisa naik 3,3 persen.

Sementara saat ini kondisi perekonomian sudah mulai membaik sehingga angka kenaikan harusnya lebih besar.

"Masak kita masih mengatakan 0,8 (persen) itu sebagai angka yang pas. Ini akal sehat aja nih, kan common sense," kata Anies.

Kebijakan Populis untuk Nyapres?

Anggota DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mengkritik beda sikap Anies terkait kebijakan PTM dan UMP. Dia mempertanyakan mengapa Anies berani menentang kebijakan pemerintah pusat ketika merevisi kenaikan UMP dari 0,8 persen menjadi 5,1 persen.

Namun, ketika penghentian pembelajaran tatap muka 100 persen, Anies seolah-olah menyerahkan seluruh kebijakan ke pemerintah pusat.

"Kesan yang ditimbulkan adalah lebih banyak kebijakan populis untuk kepentingan pencapresan. Contohnya UMP (diputuskan) naik biar bertentangan dengan pusat, menyerahkan kebijakan PTM (sepenuhnya) ke pusat," ujar Gilbert saat dihubungi melalui telepon, Kamis (3/2/2022).

Gilbert menilai, keputusan tersebut membuktikan Anies tidak mampu bertanggungjawab atas lonjakan pengendalian Covid-19. "Kemarin-kemarin (sebelum diambil pusat) malah makin parah, mau apapun yang dibikin Anies," ucap dia.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno juga menilai langkah Anies menaikkan UMP DKI merupakan strategi pencitraan untuk menarik simpati buruh jelang pilpres 2024.

"Ya jelas lah itu pencitraan dengan mengesankan berpihak kepada buruh yang selama ini menuntut kenaikan UMP," kata Adi.

Adi menyoroti mengapa Anies sampai berani mengangkangi aturan dari pemerintah pusat. Ia menilai keputusan berani Anies menabrak aturan itu tak lain karena motif politik elektoral.

"Tapi menurut saya tanggung sih naiknya. Sekalian kadung melanggar aturan, naikkan saja 50 persen atau 100 persen supaya banyak yang tepuk tangan," kata Adi.

Berita Nasional Lainnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Beda Sikap Anies Baswedan: Naikkan UMP Berani Lawan Pusat, soal PTM Hanya Bisa Pasrah"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved