Berita Kupang

Petani di Raknamo Oefeto Kupang Terbantu Dengan Program TJPS Pemprov NTT

sistem kerja seperti ini di yakini akan memberikan dampak kepada peningkatan pendapatan APBD dan mengurangi beban

Editor: Rosalina Woso
POS KUPANG.COM/IRFAN HOI
Penyampaian materi oleh pemateri Johanna E. Lisapaly, Kepala Dinas Peternakan NTT (tengah) dan Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Lecky Frederich Koli (kiri) 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Petani asal Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang mengaku sangat terbantu dengan program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) yang dicanangkan pemerintah Provinsi NTT.

Program unggulan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT ini telah memberikan dampak ekonomi dan dampak pendidikan karena anak-anak mereka yang sebelumnya tidak mengharapkan bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi akhirnya terjawab.

Dominggus M.A Bira, Kelompok Tani Fajar Pagi, usai mengikuti kegiatan Bakohumas di Hotel Sasando Kupang, mengapresiasi program TJPS yang dicenangkan pemerintah itu.

Warga RT 05/RW 03 Dusun II, itu berharap pemerintah terus mengevaluasi dan mengembangka program tersebut karena ada anggota kelompoknya yang masih milenial bisa terbantu melanjutkan pendidikannya.

Baca juga: Pemprov NTT Tetap Ikuti Aturan Pemerintah Soal PPKM Jelang Nataru

Sebelumnya petani milenial tersebut tidak ada harapan lagi untuk lanjukan studinya ke jenjang perguruan tinggi karena terkendala biaya. Namun adanya program tersebut ia telibat dan ternyata hasilnya sangat luar biasa.

Dikatakan dari hasil tanam jagung itu, ia menjual lalu membeli sapi dan sisanya ia gunakan untuk biaya kuliahnya.

"Saat ini dia sudah Semester 3 di Politani Kupang. Mereka ada tiga orang. Mereka pilih politani karena bidang ilmu dan hobinya sangat pas yakni pertanian," katanya.

Dari hasil panen tersebut, ia mengajak dan memberikan motivasi kepada petani dan pemuda agar jangan muda menyerahserta putus asah karena banyak kesempatan yang mesti dikembangkan untuk memenuhi akan kebutuhan.

"Ini daerah kita sendiri. Kita harus berusaha untuk keluar dari stigma kemiskinan yang ada. Yang bisa mengangkat harkat dan martabat kita adalah semangat dan kerja keras oleh diri sendiri," katanya.

Baca juga: Realisasi PKB Masih Rendah, Pemprov NTT Kebut Sisa Waktu

Ia juga berharap program yang baik itu terus dievaluasi karen masih ada kelemahannya. Contoh pendampingan, pemerintah mulai dari tingkat provinsi sampai ke desa harus dampinggi petani mulai dari pengadaan bibit hingga membeli sapi.

"Petani walau sudah dapat hasil jualannya tapi harus didampinggi untuk beli sapi," bebernya.

Sejak 2019 kelompoknya sudah terlibat dalam program TJPS yang beranggotakan 30 orang. Anggota tersebut 5 orang lainnya adalah petani milenial dan 3 orangnya sudah bisa melanjutkan studinya.

"Keuntungannya kami awalnya tidak ada sapi, sekarang kami sudah ada masing-masing 3 ekor sapi. Lalu pengembangan SDM juga sangat berdampak. Kami masing-masing memiliki 1 hektar lahan," katanya.

Dibeberkan tahun ini proses pendistribusian bibit dan pupuk mengalami sedikit keterlambatan. Untuk mentasi hama dan kendala lain juga selama ini bisa diatasi.

Baca juga: Realisasi PKB Masih Rendah, Pemprov NTT Kebut Sisa Waktu

Prospek pasar saat ini juga sudah sangat jelas karena saat ini pemerintah sudah bekerjasama dengan pihak ketiga maka jagung itu langsung dibeli.

"Kelompok saya ditargetkan akan mencapai 50 hektar karena kerja sudah mulai gampang dan langsung dibeli. Pemerintah juga kerjasama dengan pihak perbankan jadi bisa memberikan pinjaman modal bagi petani," tandasnya.

Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Lecky Frederich Koli mengatakan target produksi program TJPS hingga 2023 mendatang mencapai 2 juta ton.

Perjalanan penerapan program ini sejauh ini ada kelemahan-kelemahan yang harus dikoreksi. Yang paling fundamental dari pengembangan selama 4 kali panen adalah pemanfaatan benih tanaman.

Benih tanaman yang digunakan adalah menih komposit dan hasil produksinya hanya mencapai 3 ton per hektar. Dari skala usaha ini tidak berjalan dengan baik.

Baca juga: Temuan BPK, Pemprov NTT Ajukan Ranperda Penyertaan Modal Bank NTT

Dari kondisi itu, pihaknya telah melakukan evaluasi dan ada skenario baru yang diterapkan yakni kerjasama pembiayaan yang disebut TJPS Kemitraan.

"Kita kerjasama dengan perusahan pembeli jagung Ofteker, Perbankan untuk pembiayaan untuk dikerjasamakan dengan petani agar bisa memproduksi mencapai 7 ton per hektar," katanya.

Ia juga mengatakan semua skema yang ini bisa berjalan dengan baik jika ada kerjasama dari semua pihak. Skema TJPS Kemitraan ini sudah mulai dikerjakan di Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Sikka. Sedangkan Belu, Nagekeo dan Ngada sedang mempersiapkan diri.

"Tanggal 16 Desember kita akan melakukan pencenangan di Manggarai Timur dengan luas lahan 100-150 hektar pada musim tanam 1 ini. Semua benih sudah dikirim oleh Ofteker. Kita akan buktikan sesuai penjualan Ofteker jika tidak terbukti kita akan evaluasi lagi," ungkapnya.

Alokasi anggaran selama program TJPS dicanangkan ini kurang lebih Rp 35 miliar dengan hasil yang diperoleh kurang lebih 34 ribu ton (104 miliar) tetapi ini belum besar.

"Kalau kita investasinya Rp 35 miliar minimal yang kita dapat kurang lebih Rp 400 miliar karena multiplayernya harus 15 kali lipat. Kita terus evaluasi agar hasilkan inovasi baru. Kami juga menggandeng BPN agar lahan yang belum ada sertifikat bisa disertifikasi. Kerjasama juga dengan PLN agar bisa kerja pada malam hari," ungkapnya.

Baca juga: Pemprov NTT Tetapkan Harga PcR

"TNI juga terlibat untuk mengawal keberlangsungan TJPS di masyarakat. Perbankan juga dilibatkan agar memberikan asuransi kepada petani dan paling penting adalah ofteker. Ofteler yang akan memimpin program ini," tambahnya.

Dengan sistem kerja seperti ini di yakini akan memberikan dampak kepada peningkatan pendapatan APBD dan mengurangi beban pembiayaan program TJPS.

"Ketersediaan pupuk juga akan menggunakan pupuk non subsidi karena pupuk bersubsidi akan berdampak kepada petani," ungkapnya menyikap persoalan kelangkaan pupuk yang sering dialami petani.

Sementara Johanna E. Lisapaly, Kepala Dinas Peternakan NTT saat memaparkan materinya pada kegiatan Bakohumas ke 6 tentang "Menuju 63 Tahun NTT, TJPS mendukung ketahanan pangan dan mengembangkan peternakan, mewujudkan NTT Bangkit Sejahtera", mengatakan TJPS merupakan kontribusi dalam indikator makro.

Dikatakan kolaborasi pertanian dan peternakan sangat penting agar memiliki daya unit demi mewujudkan target-target yang ingin di capai. Panen jagung standar saja, bisa panen 1 ekor sapi, babi 5 ekor. Ini juga aberkaitan dengan jumlah permintaan hewan ke luar NTT.

"Populasi binatang kita juga saat ini sangat sedikit, sedangkan kalau banyak permintaan lama2 bisa habis. Bisa ada moratorium pengiriman sapi dikemudian hari," katanya.

Ia juga menjelaskan terkait pengelolaan pangan dan pengelolaan limbah yang juga bisa membatu masyarakat.

"Memangada problem karena usaha kecil, jika dirata-ratakan tujuh sapi per orang namun paking hanya satu. Dan ini hanya untuk makan sehari-hari sedangkan kebutuhan sekundernya tidak terpenuh. Apa lagi berkaitan dengan dukungan terhadap kesehatan dan kecerdasan," pintanya.

Ia berharap ada peningkatan pengembangan peternakan yang ada karena dampak dari peternakan sangat membantu bahkan bisa membantu keluarkan NTT dari kemiskinan.

Pakan, diakui di NTT ternak hanya bis mengkomsumsi pakan yang melimpah pada musim hujan sedangkan pada musim panas pakan berkurang.

Maka kedepan ada kebijakan dan mendatangkan alat produksi pakan sehingga pakan yang disediakan tidak hanya cukup memberikan makan satu dua ekor saja tapi bisa disimpan dan makan sampai dua tahun.

"Memanfaatkan teknologi seadanya namun hasik lebih dari yang ditargetkan," tengasnya. (*)

Berita Pemprov NTT Terkini

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved