Berita Sumba Timur
Pesona Emas Merah Sargassum dan Cerita Warga Katundu di Pesisir Selatan Sumba Timur
Beberapa perahu motor baru saja tiba di tepi pantai yang masuk wilayah administrasi Desa Praimadita, Kecamatan Karera, Sumba Timur
Penulis: Ryan Nong | Editor: Kanis Jehola
Laporan Wartawan POS-KUPANG.COM, Ryan Nong
POS-KUPANG.COM, WAINGAPU -- Suasana Pantai Katundu pagi itu nampak ramai. Beberapa perahu motor baru saja tiba di tepi pantai yang masuk wilayah administrasi Desa Praimadita, Kecamatan Karera, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur itu.
Cuaca cerah. Selaiknya pantai selatan, ombak tampak berkejaran dengan gemuruh yang cukup keras hingga menghempas buih di bibir pantai.
Di sepanjang pantai yang terbentang dengan hamparan pasir putih itu, tampak berbaris tenda terpal ukuran 2x3 meter aneka warna. Banyak anak kecil berlarian di sekitarnya.
Di salah satu halaman tenda, tampak seorang lelaki paruh baya berdiri di atas hamparan terpal yang diletakkan di atas pasir. Sementara tak seberapa jauh dari terpal, tampak tertata rapi karung karung putih ukuran besar yang penuh terisi.
Lelaki itu, dengan kedua tangannya, tampak mengambil tumpukan Sargassum yang dijemur di atas terpal. Dengan gerakan yang cekat, ia mengguncangnya untuk menjatuhkan pasir yang masih menempel. Ritus itu ia lakukan berulang beberapa kali.
Wulang Hunga Baba, namanya. Ia adalah warga Dusun Rahinjara Desa Praimadita, sekira 4 kilometer dari pantai itu.
Lelaki yang sehari harinya bekerja sebagai petani itu telah membangun tenda di pantai sejak awal September 2021 lalu. Tenda itu jadi kediaman sementara ketika ia dan anak anaknya mulai mengusahakan Sargassum. Selain dirinya, anak anaknya juga mencari dan mengusahakan Sargassum secara sendiri.
Masyarakat lokal setempat mengenal tumbuhan laut yang masuk genus makroalga planktonik pada ordo Fucales itu dengan sebutan Kalalit.
Biasanya, warga di daerah itu mulai "memanen" Sargassum sejak September setiap tahunnya. Namun demikian, tahun ini musim panen bergeser ke awal Oktober. Wulang menyebut hal itu kemungkinan dipengaruhi oleh Seroja beberapa bulan silam.
"Saat masuk musim Kalalit, kita mulai bangun tenda dan mulai kumpulkan. Setelah itu kita jemur dan masukkan ke karung untuk dijual," cerita Wulang.
Sargassum, akan mengapung di pantai dalam jumlah besar jika memasuki musimnya. Selain mengapung, ada pula yang telah terhempas ke pesisir.
Wulang dan warga yang mengusahakan sargassum mengumpulkannya hingga wilayah Lamba, pesisir yang berjarak 1 kilometer dari tenda mereka. Mereka mencari dan mengumpulkan Sargassum atau Kalala selama masa meting (air laut surut dalam bahasa lokal) yang berlangsung sekira 7 hari. Setelah itu mereka akan melakukan pengepakan untuk dijual kepada para pengepul yang datang ke Desa itu.
"Biasanya kita 7 hari cari untuk 1 kali timbang. Kalau cuaca cerah biasanya jemur cukup sehari. Selanjutnya ditampung untuk timbang," sebut Wulang.
Wulang mengaku biasa mendapat hingga 60 karung Sargassum basah jika cuaca bersahabat. Sementara warga lain yang lebih kuat bisa mendapatkan hingga 80 karung. Dari 60 karung basah itu, setelah dijemur dan dipak akan menjadi 15 karung Sargassum kering. Tiap karung beratnya berkisar 80 kg hingga 100 kg.