Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Selasa 12 Oktober 2021: Merawat Hati
Kita tentu masih ingat seorang penyanyi cantik yang kemudian mati muda. Namanya: Nike Ardila.
Renungan Harian Katolik Selasa 12 Oktober 2021: Merawat Hati (Luk 11: 37-41)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Kita tentu masih ingat seorang penyanyi cantik yang kemudian mati muda. Namanya: Nike Ardila.
Pada tahun 1991 ia merilis sebuah lagu yang berjudul: Panggung Sandiwara. Saya kutip syair awalnya: Dunia ini panggung sandiwara/Ceritanya mudah berubah/Kisah Mahabrata/Atau tragedi dari Yunani/Setiap kita dapat satu peranan/Yang harus kita mainkan/Ada peran wajar/Dan ada peran berpura-pura/Mengapa kita bersandiwara?/Mengapa kita bersandiwara?....
Lagu ini mengingatkan kita agar hidup jujur dan sederhana, apa adanya. Sesuatu yang menjadi kemewahan bagi sebagian besar kita pada segala zaman.
Dua pertanyaan terakhir kutipan itu “Mengapa Kita Bersandiwara?” membuktikan bahwa kehidupan di dunia mirip sebuah lakon di atas panggung sandiwara.
Dalam sebuah panggung pertunjukan, hal yang utama adalah penampilan dan aksi. Para pemain di panggung pertunjukan disebut aktor.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Minggu 10 Oktober 2021, Minggu Biasa XVIII: Menjadi Bijaksana
Kata Yunani untuk aktor adalah hypokrites yang menggambarkan seseorang yang memakai sebuah topeng dan berpura-pura menjadi orang lain yang bukan dirinya sendiri.
Aktor adalah sosok bertopeng yang berusaha membuat orang lain terkesan dengannya.
Penampilan dan penipuan adalah bagian tak terpisahkan dari sandiwara dalam panggung pertunjukan ini.
Ketika agama menjadi semacam sandiwara dalam panggung pertunjukan, tidak heran sedekah disambut dengan tiupan terompet, doa menjadi pertunjukan karnaval, dan ketidaknyaman berpuasa adalah suatu adegan dramatis (bdk Mat 6:2-5).
Kemunafikan dalam agama terlihat melalui sejumlah perilaku bersandiwara yang terlihat baik di luar, namun berbeda dengan yang di dalam.
Jonathan Edwards dalam Religious Affections (1978) mengingatkan bahwa mereka yang terlalu sering terlibat dalam kegiatan ritual keagamaan tidaklah otomatis mengalami anugerah keselamatan itu sendiri.
Oleh sebab itu, kemunafikan, jika hendak didefinisikan, adalah sebuah kondisi disintegritas dari seseorang yang di dalam kepalsuan menyajikan dirinya sebagai seorang yang saleh (Winarto: 2019).
Dalam kaitannya dengan hidup keagamaan, orang yang munafik menghayati aktivitas keagamaan sebatas kewajiban saja.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 9 Oktober 2021: Pelihara Firman