Opini Pos Kupang
Taliban dan Gugatan Toleransi Kita
Dunia dan rakyat Afghanistan kini tengah menghadapi kecemasan berlipat ganda. Di negeri yang hampir tak pernah berhenti dilanda perang
Oleh: John Mai, Alumni University of Divinty-Melbourne Tinggal di Kewapante-Maumere
POS-KUPANG.COM- Dunia dan rakyat Afghanistan kini tengah menghadapi kecemasan berlipat ganda. Di negeri yang hampir tak pernah berhenti dilanda perang ini, Taliban, kelompok perlawanan bersenjata di Afghanistan, telah menduduki ibukota Kabul terhitung. Senin, 16 Agustus 2021.
Kejadian ini bermula dari keputusan Presiden AS Joe Biden untuk menarik keluar semua anggota militernya dari Afghanistan. Kurang dari seminggu setelah militer Amerika meninggalkan Afghanistan, Taliban menduduki sebagian besar wilayah negara itu.
Menhidari pertumpahan darah, presiden Ghani memutuskan untuk keluar dari negeri yang dipimpinnya selama beberapa tahun. Peristiwa serupa kemudian dilakukan juga wakil presidennya.
Tidak sedikit orang yang mengutuk kemangan Taliban. Kutukan ini berasal dari ketakutan bahwa Taliban akan melanggar HAM dalam pemerintahannya seperti yang telah terjadi dua puluh tahun silam.
Baca juga: Wagub NTT Tegaskan Tidak Ada Tempat Untuk Intoleransi di NTT
Di samping itu, banyak orang yang mendukung kemenangan Taliban. Mereka ini adalah orang-orang yang melihat Taliban adalah para pejuang dengan wajah yang berbeda.
Kelompok ini optimis bahwa Taliban akan menghargai HAM dalam pemerintahannya. Terlepas dari sikap pro dan kontra, pertanyaannya apakah kemenangan Taliban mempunyai dampak bagi bangsa Indonesia dan NTT pada khususnya?
Efek Domino Kemenangan Taliban
Menanggapi kemenangan Taliban di Afghanistan, media sosial Indonesia dipenuhi dengan ucapan syukur dan dukungan terhadap Taliban. Berdasarkan realitas ini, ada beberapa pengamat teroris memberi tanggapan.
Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Muhammad Syauqillah menilai gejolak yang terjadi di luar negara semisal di Afghanistan selalu menjadi topik menarik bagi masyarakat di Indonesia karena isu keislamaan.
Baca juga: Toleransi di Masjid Al-Hidayah Nisa Nulan Adonara, Hewan Kurban untuk Umat Nasrani
Sehingga wajar apabila terjadi euforia di Indonesia terutama di media sosial atas kudeta Taliban di Afghanistan. Namun ia tidak bisa memprediksi kemungkinan euforia di media sosial mampu memantik aksi terorisme di Indonesia.
Meski demikian, ia menyarankan agar pemerintah tetap melakukan mitigasi. Mengingat Jamaah Islamiah (JI) memiliki koneksi dengan Taliban.
Tanggapan ini beralasan karena seperti yang diketahui bahwa berdasarkan sisi afiliasi, JI berafiliasi dengan Al-Qaeda, organisasi teroris internasional yang berdiri sejak tahun 1988 dan dipimpin Osama Bin Laden dan kini dilanjutkan Ayman Al-Zawahiri. Sekutu Al-Qaeda di antaranya adalah Taliban, Boko Haram dan Abu Sayyaf.
Hal senada diaminkan oleh pengamat teroris dan PendiriYayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail menilai ada efek jangka panjang dari kebangkitan Taliban di Afganistan dengan pergerakan kelompok teroris di Indonesia.