Wawancara Eksklusif

Tugas Berat Dirut Garuda Irfan Satiaputra Atasi Utang Rp 70 Triliun (Selesai)

BADAN Usaha Milik Negara ( BUMN) sektor penerbangan Garuda Indonesia mulai mengoptimalkan lini bisnis pengiriman barang atau kargo.

Editor: Kanis Jehola
Tribun/Danny Permana
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra 

POS-KUPANG.COM- BADAN Usaha Milik Negara ( BUMN) sektor penerbangan Garuda Indonesia mulai mengoptimalkan lini bisnis pengiriman barang atau kargo. Hal itu diucapkan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra dalam wawancara eksklusif dengan Tribun Network, Senin 16 Agustus 2021.

Menurut Irfan, kargo masih memberikan keuntungan besar di tengah situasi pandemi Covid-19. "Kargo penting karena Garuda ini meski dicaci maki tapi kita memegang mandat. Siapa yang bawa eksportir Indonesia ke luar negeri kalau bukan Garuda. Buka jalur pertama kali ya Garuda," urainya.

Irfan menuturkan Garuda Indonesia fokus untuk membawa ekspor ke luar negeri sebanyak-banyaknya. "Kita tidak maniak membawa produk impor tetapi kita fokus membawa produk ekspor Indonesia yang sangat banyak dibutuhkan banyak negara seperti ikan," imbuhnya.

Berikut petikan wawancara lanjutan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dan Manajer Pemberitaan Tribun Network Rachmat Hidayat dengan Irfan Setiaputra:

Baca juga: Komisaris Garuda Indonesia Mundur Satu Per Satu, Pertama Yenny Wahid Disusul Peter Gontha, Ada Apa?

Garuda disebut bisa mengangkut 25 ton barang sekali penerbangan, rute mana yang sudah dimapping profitable?

Kita ini suka lupa, pesawat ini dibagi dua diatas penumpang di bawah barang. Kalau kita lihat angkanya nampaknya Garuda itu lebih fokus dan senang ke penumpang. Ini juga input dari Garuda sudah lama ini loh ada market yang belum terlalu sering dikelola. Dari awal pandemi kita fokus ke kargo ini.

Jadi, Garuda mengangkut 25 ton on average kadang-kadang tentu tidak pasti karena kalau ada libur bisa di bawahnya. Biasanya bawa ikan ada musim yang tidak pas dengan pengambilan ikan.

Rute-rute yang kita tentukan ini sudah masuk klasifikasi making profit. Ada yang profit ada yang cover cost. Cover cost itu revenue biaya terbang itu disebut cover cost. Yang jadi persoalan banyak penerabangan kita nutup biaya juga tidak.

Baca juga: Utang Rp 70 Triliun, Tunggak Gaji Karyawan Rp 328 Miliar, Begini Kondisi Garuda Indonesia Saat Ini

Kalau bisa nutupi biaya variable, misalkan terbang dari a ke b ongkos avtur biaya variabel 1.000 perak, tapi terbangkan bisa menghasilkan 1.100 kita terbangkan kalo tidak ya ga saya terbangkan. Kalau saya ga terbangkan saya tetap bayar 5.000 untuk sewa pesawat.

Meski untung hanya 100 perak, dengan terbang bisa diakumulasi untuk bayar sewa pesawat. Kedua kalau kita cover cost, seandainya penumpang bisa naik. Bisa jadi profit, karena biaya penerbangan itu ditutupi kargo dan mulai menguntungkan.

Jadi beberapa rute yang berat saat ini Amsterdam, sudah sudah mulai membaik, ke China, Asean, Sydney itu bagus sekali profitnya. Kita melihat komoditi yang dibawa, karena komoditi ikan hidup itu mahal, itu menunjang para teman-teman nelayan. kita bisa live fish langsung ke destinasi. Kalau ikan frozen pake kapal aja.

Yang kedua sparepart, barang manufacture juga produk kita fokus buat dibawa. kemudian low end, general kargo ecommerce itu sedang ramai-ramainya.

Baca juga: Tak Mau Disalahkan,Yenny Wahid Ngaku Saat Jadi Komisaris Utang Garuda Indonesia Sudah Rp 20 Triliun

Banyaknya jenis pesawat yang dimiliki Garuda Indonesia, apakah berdampak cost perusahaan yang tidak efisien?

Iya pasti. Karena pilot ATR tidak bisa dipindah ke Boeing-777 kalu mau dipindah butuh waktu, butuh training, biaya lagi. Kalau pesawat mau terbang dan batal. Tidak bisa digantikan dengan jenis lainnya. Jadi tidak tahu mengapa dulu banyak sekali jenis pesawat. Mungkin kita senang membuat hidup menjadi kompleks.

Halaman
123
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved