Wawancara Eksklusif

Tugas Berat Dirut Garuda Irfan Satiaputra Atasi Utang Rp 70 Triliun (Selesai)

BADAN Usaha Milik Negara ( BUMN) sektor penerbangan Garuda Indonesia mulai mengoptimalkan lini bisnis pengiriman barang atau kargo.

Editor: Kanis Jehola
Tribun/Danny Permana
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra 

Mungkin pada waktu itu kita kekurangan masalah, kita ciptakan masalah dan kita perlu perbaiki di Garuda. Kita sudah memutuskan mengurangi jumlah pesawat dan hanya fokus ke beberapa tipe pesawat saja.

Tapi ada implikasi dari pesawat tersebut, yaitu rute tertentu tidak bisa dilayani. Jumlah penumpang tidak cukup dan landasan tidak memadai.

Soal bisnis model sebenarnya tidak ada yang salah. Mandat garuda itu kan menghubungkan suku suku bangsa dan provinsi dan pulau di Indonesia dan memperkenalkan Indonesia ke dunia luar. Implikasi dari dulu ini pesawat berbadan gede cocok keluar negeri, yang sedang-sedang cocok untuk di dalam negeri.

Problemnya adalah selama puluhan tahun, bisnis domestik menguntungkan dan bisnis internasional rugi. Akibatnya kita mensubsidi penerabngan ke luar negeri, juga nggak serius-serius amat terbang ke luar negeri.

Konon disebutkan untuk mengurangi kerugian Garuda Rp 1 triliun per bulan memberi kesempatan kepada karyawan untuk pensiun dini, butuh berapa lama agar nilai kerugian turun signifikan?

Masalahnya tidak sesederhana itu. Ada dua sisi yang menyebabkan kerugian kita karena sifatnya fixed cost. Kalaupun diturunkan tetap saja jadi beban. Yang paling berat Garuda adalah sewa pesawat.

Dan, kembali lagi sewa pesawat argo jalan terus kita terbang atau tidak terbang. Rusak tidak rusak ya argo jalan. Di buku muncul tetapi beberapa pesawat tidak terbangkan, kalau alat produksi cost jalan tapi tidak ada revenue.

Proses yang berkelanjutan kita lakukan terhadap para lessor. Secara komersial agreement tidak mudah untuk memutuskan kontraknya. Jadi beban di buku, ada beberapa pesawat yang kita tidak terbangkan bebannya masih masuk.

Kedua, struktur SDM kita oke-oke saja sebelum pandemi. Ditambah industri airlines memang satu sisi kadang jumlah pegawai khusus keperluan pilot awak kabin lebih banyak yang dibutuhkan.

Karena menghindari atrisi, pensiun, atau kebutuhan lain jadi bisa terbang. Kalau tidak pilot butuh waktu, di banyak kasus pesawatnya sudah ada tap pilotnya tidak ada. Mau nggak mau kita sewa pilot bule. Jumlah pesawat tidak beda jauh yang diterbangkan turun jauh sehingga infrastruktur jadi berlebih. Ini yang didiskusikan dengan karyawan, baik serikat maupun dengan komunitas-komunitas.

Tahun lalu kita tawarkan pensiun dini dan sudah diambil 500-600 orang. Pegawai kontrak juga kita percepat, mereka kita selesaikan kita bayar penuh hampir 2.000 orang total di 2020 termasuk karyawan kontrak baru training dan diselesaikan.
Karyawan kita turun dari 7.000 jadi 5.000 sekarang.

Kita pikir itu sudah cukup recovery tidak terjadi. Makanya kita tawarkan kembali pensiun dini, kemarin ada sekitar 1.100 di 2021 yang mengajukan diri.

Karena ini kan soal jumlah dan cost bulanan, kita juga tawarkan cuti diluar tanggungan kepada karyawan. Mereka yang mau melahirkan atau sekolah. Itu diluar tanggungan, ada sekitar 300 atau 400 orang ngambil.

Akhirnya kelihatan masih berat. Akhir Agustus kami umumkan akan ada pemotongan gaji dari semua karyawan sampe level direksi dan staff 30 persen sampai 50 persen. Pilot rumahkan bergantian dengan status pegawai kalau terbang dibayar gajinya, dan bila tidak terbang tidak dibayar.

Halaman
123
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved