Oleh Isidorus Lilijawa
Sepak Bola dalam Pusaran APBD
Keliru besar jika ada anggapan bahwa sepak bola NTT bisa dibangun tanpa dukungan pemerintah melalui APBD.

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sepak bola NTT dalam kekinian masih terus menampakkan beberapa persoalan klasik ini. 1) Belum adanya fasilitas olahraga sepak bola yang memadai dan standar seperti lapangan sepak bola, dan sarana latihan lainnya. 2) Belum maksimalnya pembinaan sepak bola usia dini (SSB) yang berkelanjutan dan dikelola dengan baik.
3) Belum berjalannya kompetisi sepak bola rutin untuk menemukan dan menempa para pemain lokal. 4) Manajemen PSSI di daerah yang belum berjalan dengan baik. 5) Para wasit dan pelatih yang kebanyakan belum memiliki lisensi kepelatihan atau perwasitan yang memadai. 6) Belum adanya sistem pendataan yang baik terhadap klub, para pemain, wasit, pelatih dan perangkat pertandingan lainnya.
Pertanyaan sederhana, untuk menyelesaikan berbagai persoalan di atas, kita harus mulai dari mana?
Lilitan APBD
Ada sebagian kalangan yang menilai persoalan-persoalan di atas bisa diselesaikan jika ada alokasi anggaran dari APBD provinsi atau kabupaten/kota. Pandangan ini dibangun di atas keyakinan bahwa ada uang program jalan. Risikonya, tak ada uang atau dana terlambat cair, program tidak berjalan. Bagi kalangan yang pro APBD ini, sepak bola bakal maju dan berkembang jika diurus oleh yang punya akses ke APBD atau oleh orang-orang yang berada dalam cyrcle of power.
Anggapan di atas tidak sepenuhnya benar. Malah bisa membias. Saya munculkan pertanyaan ini, bagaimana posisi APBD terhadap sepak bola NTT? Berapa besar keberpihakan APBD NTT untuk sepak bola NTT selama ini? Mari kita bedah. NTT ini provinsi termiskin ketiga di republik ini. Karena itu jangan berharap banyak jika anggaran sepak bola bakal lebih besar. Masih banyak persoalan mendasar rakyat yang harus dituntaskan. Jadi keberpihakan APBD NTT selama ini terhadap sepak bola adalah keberpihakan yang apa adanya. Biar sedikit tak apa yang penting ada.
Jangan lupa bahwa urusan olahraga di NTT ini bukan hanya sepak bola. Ada 30 cabang olahraga yang juga membutuhkan ‘belas kasihan’ APBD. Pada tahun 2020 misalnya, KONI NTT mendapatkan alokasi APBD (dana hibah) sebesar 5 miliar. Angkanya lumayan besar. Tetapi ketika dibagi untuk 30-an cabang olahraga, silahkan dikalkulasi sendiri. Itu pun, pencairannya seret dan hingga mendekati tahun anggaran berakhir.
Dengan keberpihakan anggaran macam begini maka tidak heran jika persiapan sepak bola NTT ke PON XX Papua juga belum maksimal. Di beberapa media, Ketua KONI NTT, Andre W Koreh menjelaskan pada tahun 2019 KONI mengusulkan anggaran PON sebesar 38 miliar. Pada tahun 2020 menjadi 30 miliar sesudah direvisi. Lalu berkembang lagi menjadi Rp 20 miliar setelah mendapat konfirmasi dari badan anggaran DPRD NTT. Sampai Mei 2021, patokannya masih di angka Rp 20 miliar.
Kapan realisasinya pun belum dapat informasi resmi. Demikian pula dengan prosedur pencairannya, pengelolaannya, serta pertanggungjawabannya belum ada. Karena belum ada kepastian pencairan dari Pemerintah melalui Badan Keuangan Daerah, maka sangat mempengaruhi persiapan ke PON Papua 2021.
Sepak bola NTT setiap tahun diperkirakan mendapatkan alokasi APBD sebesar Rp 250 juta – Rp 350 juta. Dengan anggaran sebesar ini, bagaimana mungkin PSSI NTT bisa melakukan banyak hal untuk menyelesaikan persoalan-persoalan klasik seperti yang saya kemukakan di atas? Bagaimana mau membangun sarana dan prasaran sepak bola?
Bagaimana memaksimalkan pembinaan sepak bola usia dini? Bagaimana mau menggelar turnamen rutin tahunan? Bagaimana mau melakukan pelatihan untuk wasit dan pelatih? Bagaimana mau mendesain database? Kalau hanya berharap APBD, sampai kapan pun sepak bola NTT tidak bakal maju dan hanya menjadi jago kandang di sendiri.
Alokasi APBD sebesar Rp 250 juta – Rp 350 juta ini tidak lebih besar dari mengelola 1 SSB dalam setahun. Di SSB ada gaji untuk pelatih sekian orang sesuai kategori usia anak-anak SSB. Belum lagi membiayai latihan, pertandingan. Mendatangkan pelatih dari luar untuk coaching clinic. Juga biaya-biaya rutin seperti pemeliharaan fasilitas sepak bola, listrik, air dan gaji untuk karyawan.
Dengan demikian, meyakinkan publik bahwa kualifikasi seseorang untuk mengurus sepak bola NTT harus yang punya akses ke APBD nilai kemanjurannya (efikasi) tidak seberapa karena kalau mendatangkan dana sebesar itu, yang punya SSB juga bisa.
Sejak tahun 2003, atau empat periode kepengurusan Asprov PSSI NTT, ketuanya langsung dijabat oleh gubernur. Ini luar biasa. Seharusnya anggaran untuk sepak bola bisa lebih besar dan aneka persoalan klasik di atas sudah banyak yang terjawab.