Kisah Aloysius Fahik Perjuangkan Honor Rp 200 Ribu Hingga Berhadapan dengan Hakim dan Polisi
Pribahasa ini cocok melukiskan kisah hidup Aloysius Fahik (48), warga Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu
Penulis: Teni Jenahas | Editor: Kanis Jehola
Lanjut Rika, sehari kemudian, Aloysius dipanggil lagi ke kantor desa untuk mengurus masalah tersebut di hadapan HPD. Tapi tuah adat yang mengurus diganti lagi. Berbeda dengan nama tuah adat dalam surat panggilan pertama. Saat itu, Aloysius datang ke kantor desa dan menandatangani surat pernyataan bersedia menyelesaikan secara adat.
Setelah tandatangan berita acara, hakim perdamaian desa memberikan nota tentang kebutuhan yang harus dipenuhi kedua pihak bermasalah, baik Aloysius maupun kades Takirin.
Keduanya dikenakan leges di tingkat HPD masing-masing menyediakan uang Rp 1,5 juta untuk pengadaan babi, bir dua botol, habok dua botol, rokok surya 5 bungkus, beras 5 Kg, sirih pinang dan kopi gula secukupnya. Semua barang tersebut harus ada, baru HPD akan bicarakan masalahnya.
Karena persiapan denda adat yang dibebankan sangat besar, Aloysius keluar dari dalam kantor bertujuan mencari uang ke keluarga namun tidak dapat. Selamat dua jam, ia mencari pinjaman uang tapi tidak berhasil. Lalu Aloysius kembali ke kantor desa dan saat itu ia dimarahi sama HPD. Karena tidak punya uang, proses penyelesaian masalah tidak berhasil.
Selasa sore, Aloysius mendapat surat panggilan dari polisi untuk diminta keterangan atas laporan dari Kepala Desa Takirin dengan nomor polisi B/58/VII/2021/Sektor Tastim.
Terhadap masalah ini, Aloysius mengaku siap menghadapinya. Apapun konsekwensinya ia siap terima, entah pidana penjara atau tidak.
Kades Takirin, Engelbertus Foa yang dikonfirmasi Pos Kupang. Com, Kamis 29 Juli 2019 mengatakan, ia melaporkan Aloysius Fahik ke polisi karena Aloysius telah menghina dirinya.
"Iya saya lapor dia karena telah menghina saya. Dia tidak hanya menghina saya sebagai Kepala Desa tapi juga menghina pemerintah desa. Kalau dia bilang dia tidak menghina, itu hak dia. Tapi saya juga punya saksi", kata Engel.
Ia menjelaskan, masalah tersebut pernah diselesaikan di desa melalui HPD namun Aloysius yang tidak hadir untuk menyelesaikan masalah.
Mengenai honor Aloysius, kata Engel, bendahara desa sudah pernah panggil Aloysius untuk menerima honornya di kantor desa tapi Aloysius tidak mau datang. Bahkan istri Kepala desa pernah panggil ke rumah tapi juga tidak datang.
"Kita bukan tidak bayar tapi bayar. Bayar honor kan harus di kantor desa. Panggil untuk terima honor tidak mau datang. Kalau bendahara sampai cari dia ke rumahnya, itu berarti pemerintah sudah berniat baik", ujar Engel.
Engel mengaku, pemerintah desa selalu memperhatikan hak masyarakatnya tapi menuntut hak bukan dengan cara menghina orang lain dengan kata-kata yang tidak pantas. (*)
Berita Kabupaten Belu Lainnya
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/kisah-aloysius-fahik-perjuangkan-honor-rp-200-ribu-hingga-berhadapan-dengan-hakim-dan-polisi.jpg)