Wamenkumham Ancam Juliari Baubara Hukuman Mati KPK Malah Tuntut 11 Tahun Penjara, Percaya yang Mana?
Ketika Menteri Sosial, Juliari Batubara ditangkap KPK atas dugaan korupsi, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, membuat pernyataan mengejutkan.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA – Ketika Menteri Sosial, Juliari Batubara ditangkap KPK atas dugaan korupsi, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, langsung membuat pernyataan mengejutkan.
Oemar Sharif menyebutkan bahwa sebaiknya koruptor dihukum mati.
Namun, pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu seketika menuai kontroversi. Pasalnya, hukum di Indonesia tidak menyebutkan hal tersebut.
Fakta terkini menyebutkan, bahwa pernyataan Wamenkumham tersebut bak angin berlalu. Karena KPK tidak menjadikan pernyataan Wamenkumham sebagai dasar pijak dalam tuntutannya.
Baca juga: Dituntut 11 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Bansos Covid-19,Ini Pembelaan Eks Mensos,Juliari Batubara
Pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dengan terdakwa Juliari Batubara, Rabu 28 Juli 2021, jaksa KPK justeru mengajukan hal berbeda.
Dalam naskaah tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menuntut mantan Menteri Sosial itu dengan hukuman 11 tahun penjara.
Jaksa menilai Juliari Batubara terbukti menerima suap terkait Bantuan Sosial (bansos) penanganan pandemi Covid-19 dari para penyedia Bansos Sembako di Jabodetabek.
"Menuntut, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.”
Baca juga: Diancam Hukuman Lima Tahun Penjara, Edhy Prabowo Eks Menteri KKP Minta Maaf ke Jokowi dan Prabowo
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama terhadap 11 tahun," ucap JPU KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 28 Juli 2021 siang tadi.
Sementara terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, majelis hakim telah menjatuhkan vonis 5 tahun penjara.
Edhy Prabowo juga wajib membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan atas kasus suap ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.
Tuntutan jaksa KPK terhadap terdakwa Juliari Batubara dan vonis majelis hakim terhadap Edhy Prabowo, benar-benar di luar wacana hukuman mati.
Baca juga: Edhy Prabowo Dituntut 5 Tahun Penjara & Dicabut Hak Politiknya Selama 4 Tahun, Begini Fakta Hukumnya
Wamenkumham Bilang Begini
Ketika menjadi pembicara dalam sebuah seminar nasional, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mewacanakan hal yang mengejutkan.
Saat itu Omar Hiariej menyebutkan bahwa kedua mantan menteri tersebut layak dihukum mati sesuai aturan hukum di Indonesia.
“Bagi saya mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mana pemberatannya sampai pidana mati," kata Omar dalam acara tersebut.
Omar Sharif Hiariej atau biasa disapa Eddy Hiariej mengatakan itu saat seminar bertajuk "Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakkan Hukum di Masa Pandemi" yang ditayangkan secara daring di akun YouTube Kanal Pengetahuan FH UGM, Selasa 16 Februari 2021 lalu.
Baca juga: Nasib 2 Penyuap Eks Mensos Diputuskan Hari Ini, Kapan Juliari Batubara?
Pernyataan Oemar Hiariej itu spontan menuai respon beragam. Karena saat itu Wamenkumham itu menyebutkan bahwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo serta mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara layak dituntut dengan ancaman hukuman mati.
"Kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) melakukan perbuatan korupsi yang kemudian terkena OTT KPK.”
“Bagi saya mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mana pemberatannya sampai pidana mati," kata Omar dalam acara tersebut.
Baca juga: Effendi Gazali Dipanggil KPK Terkait Kasus Korupsi Juliari Batubara, Pakar Komunikasi Ini Terlibat?
Dulu KPK Buka Peluang Hukuman Mati
Pada Rabu 17 Februari 2021 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyatakan pihaknya tak menutup kemungkinan menjerat Juliari dengan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang 31Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Tak hanya Juliari, Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo juga disebut oleh KPK.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, tim penyidik lembaga antirasuah tersebut membuka kemungkinan mengembangkan kasus yang menjerat Juliari dan Edhy itu.
Bahkan, menurut Ali, Juliari dan Edhy juga bisa dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) sepanjang ditemukan alat bukti yang mencukupi.
Baca juga: Pengakuan Mengejutkan Juliari Batubara,Pernah Titip Uang 50 Ribu Dolar ke Ketua DPC PDIP Kendal
"Pengembangan sangat dimungkinkan seperti penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor, bahkan penerapan ketentuan UU lain seperti TPPU," kata Ali melalui keterangannya, Rabu 17 Februari 2021.
Ali mengatakan demikian sekaligus menanggapi pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej yang menyebut Juliari termasuk Edhy Prabowo layak dituntut hukuman pidana mati.
Menurut Ali, kemungkinan pidana mati tersebut bisa diterapkan tim penyidik kepada keduanya.
"Kami tentu memahami harapan masyarakat terkait penyelesaian kedua perkara tersebut, termasuk soal hukuman bagi para pelakunya. Benar, secara normatif dalam UU Tipikor terutama Pasal 2 ayat (2) hukuman mati diatur secara jelas ketentuan tersebut dan dapat diterapkan," ujar Ali.
Baca juga: Kasus Suap Bansos, Kuasa Hukum Sebut Ada yang Mau Cuci Tangan di Kasus Juliari Batubara, Siapa?
Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar."
Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi."
Ali mengatakan, dalam menuntut terdakwa kasus korupsi dengan pidana mati, tim penuntut umum harus bisa membuktikan seluruh unsur yang ada dalam Pasal 2 UU Tipikor tersebut.
Baca juga: Ngabalin Dalam Masalah, Namanya Terseret Kasus Suap Edhy Prabowo, Hakim Heran: Kapasitasnya Apa?
"Akan tetapi bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan keadaan tertentu saja untuk menuntut hukuman mati, namun tentu seluruh unsur pasal 2 ayat (1) juga harus terpenuhi," kata Ali.
Vonis 5 Tahun Untuk Edhy Prabowo
Sebelumnya, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo merasa sedih ketika dijatuhi vonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Ia merasa hukuman kepadanya tak sesuai fakta persidangan.
Edhy Prabowo dinyatakan bersalah melakukan korupsi dalam pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur.
"Ya saya mau pikir-pikir, saya sedih hasil ini tidak sesuai dengan fakta persidangan," ucap Edhy usai mengikuti persidangan secara daring dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis 15 Juli 2021.
Akan tetapi, Edhy Prabowo mengaku menghormati proses peradilan.
Baca juga: Pedangdut Cantik Ini Ternyata Mendapat Aliran Dana Suap dari Koruptor Edhy Prabowo, Kok Bisa? Siapa?

"Tapi, ya, inilah proses peradilan di kita, saya akan terus melakukan proses tapi kasih saya waktu berpikir. Terima kasih," kata Edhy sebelum menumpangi mobil tahanan.
Hakim mewajibkan Edhy Prabowo membayar uang pengganti dari hasil korupsinya sebanyak Rp9,6 miliar dan 77 ribu dolar AS atau totalnya Rp10,7 miliar.
“Mewajibkan terdakwa Edhy Prabowo membayar uang pengganti,” kata Ketua Majelis Hakim Albertus Usada dalam persidangan virtual yang ditayangkan melalui akun YouTube KPK, Kamis 15 Juli 2021.
Hakim memerintah Edhy Prabowo membayar uang tersebut paling lambat 1 bulan setelah putusan inkrah.
Bila uang Edhy Prabowo tidak mencukupi, maka harta bendanya akan disita.
Bila nilai barang yang disita juga tidak cukup, Edhy mesti menjalani hukuman tambahan selama 2 tahun.
Baca juga: Hakim Heran Mengapa Ali Mochtar Ngabalin Ikut Kunjungan Kerja Edhy Prabowo ke Hawai, Statusnya Apa?
Kewajiban pembayaran uang pengganti itu merupakan hukuman tambahan.
Untuk pidana pokok, hakim menghukum Edhy Prabowo 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan. Hukuman itu sama dengan tuntutan jaksa KPK.
Majelis hakim juga mencabut hak politik Edhy Prabowo untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun.
Hakim menyatakan Edhy Prabowo bersama sejumlah bawahannya terbukti melakukan korupsi dalam kegiatan ekspor benur.
Baca juga: Edhy Prabowo Jatahkan ke Iis Rosita Rp 50 Juta Sebulan, Tapi Sang Istri Tak Tahu Penghasilan Suami
Uang yang diterima Edhy Prabowo dkk dari kasus rasuah ini sebanyak Rp 24,6 miliar dan 77 ribu dolar AS.
Modusnya, Edhy Prabowo melalui bawahannya menarik biaya secara ilegal dari para pengusaha yang ingin mendapatkan izin ekspor benur.
Juliari Segera Ajukan Pledoi
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos), Juliari Peter Batubara menyatakan segera mengajukan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan 11 tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Persidangan agenda pembacaan pleidoi akan dilanjutkan pada Senin 9 Agustus 2021 mendatang.
"Saya akan mengajukan pembelaan," kata Juliari yang dihadirkan secara daring, Rabu (28/7/2021).
Baca juga: Presiden Jokowi Bicara Tegas Soal Kasus Juliari Batubara: Saya Tidak Lindungi Siapa pun yang Korupsi
Sementara itu, kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail mengatakan telah menyiapkan surat pembelaan atas tuntutan jaksa KPK tersebut.
Salah satu poin yang akan disanggah yakni terkait penerimaan uang dari PT Bumi Pangan Digdaya yang ia sebut tak pernah didengar selama persidangan bergulir.
Selain itu, Maqdir menyebut tuntutan jaksa lebih kepada asumsi yang hanya merujuk kesaksian Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
"Kami sudah menyiapkan pembelaan yang hendak kami sampaikan terutama berkaitan misalnya tadi kita tidak pernah dengar adanya uang," kata Maqdir.
"Apa yang disampaikan Penuntut Hukum lebih banyak berdasarkan asumsi keterangan MJS dan AW tanpa mempertimbangkan keterangan saksi yang lain. di hadapan persidangan kita mendengar sejumlah saksi bahwa uang yang mereka serahkan ke MJS Rp7 miliar atau Rp6 miliar, tapi tuntutan ini seolah-olah ada uang Rp32 miliar," ujarnya.
Baca juga: AKHIRNYA TERUNGKAP, Pengurus PDIP Ikut Cicipi Uang Dana Bansos Covid-19 dari Juliari Batubara, Lho?

Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dituntut 11 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK menyatakan, Juliari telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus korupsi pengadaan bansos sembako Covid-19 Jabodetabek Tahun Anggaran 2020.
Terdakwa disebut telah melakukan perbuatan korupsi bersama anak buahnya, yakni Komisi Pengguna Anggaran (KPA) Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 11 tahun dikurangi selama terdakwa berada di tahanan. Sebagai perintah supaya terdakwa tetap ditahan, dan denda sebesar 500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/7/2021).
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut Juliari membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14,5 miliar.
Baca juga: Pengakuan Mengejutkan Juliari Batubara,Pernah Titip Uang 50 Ribu Dolar ke Ketua DPC PDIP Kendal
Bila tak diganti dalam waktu sebulan setelah hukuman inkrah, maka harta benda Juliari dapat dilelang untuk menutupi pembayaran uang pengganti tersebut. Jika masih kurang, maka diganti dengan pidana penjara 2 tahun.
"Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000 jika tidak diganti sebulan sesudah hukuman telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya bisa dilelang, bila tak mencukupi dipidana 2 tahun," ujarnya.
Adapun dalam menjatuhkan tuntutannya, JPU mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan.
Terhadap hal memberatkan, Juliari selaku Menteri Sosial dinilai tidak mendukung program pemerintah mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan mepotisme.
Baca juga: Begini Modus Licik Juliari Batubara Korupsi Dana Bansos Sampai Tak Tercium, Bikin Syok
Perbuatan terdakwa dilakukan saat kondisi darurat bencana pandemi Covid-19.
Juliari juga dianggap berbelit - belit dalam memberikan keterangannya.
Juliari juga tidak mengakui perbuatannya. Sementara hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum.
"Perbuatan terdakwa dilakukan saat kondisi darurat bencana pandemi Covid-19," ujar jaksa.
Berdasarkan fakta hukum di persidangan, terungkap bahwa terdakwa Juliari menerima uang fee Rp32,48 miliar melalui saksi Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso dari PT Tigapilar Agro Utama, PT Pertani dan perusahaan lainnya atas penunjukan vendor penyedia paket bansos sembako.
Baca juga: Apakah Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Layak Dihukum Mati? KPK : Kami Memahami Harapan Masyarakat
Juliari dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancaman pidana dalam Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 atau Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 ke 1 KUHP sebagaimana dakwan ke-1.
Berita Lain Terkait Kasus Korupsi
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dulu Heboh Wacana Hukuman Mati, Kini Edhy Prabowo Divonis 5 Tahun Penjara, Juliari Dituntut 11 Tahun