Kepala SDI Debuklaran-Belu Usaha Tanam Tomat

Kepala SDI Debuklaran, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Emanuel Ati memanfaatkan waktu di luar jam sekolah untuk berkebun

Penulis: Teni Jenahas | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/TENI JENAHAS
Ketua Poktan Sinar Mentari, Emanuel Ati berbincang-bincang dengan Bupati Belu, dr. Agustinus Taolin di sela-sela panen perdana tomat, Sabtu 24 Juli 2021. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Teni Jenahas

POS-KUPANG.COM, ATAMBUA--Kepala SDI Debuklaran, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Emanuel Ati memanfaatkan waktu di luar jam sekolah untuk berkebun. 

Ia berkebun bukan sendirian tapi terlibat dengan petani setempat dalam bentuk kelompok tani (poktan). Namanya kelompok Sinar Mentari. Ia menjadi ketua kelompok dengan anggotanya lima orang. 

Kelompok ini mengembangkan tanaman tomat. Mereka membudidaya tomat di lahan seluas satu hektare lebih, berlokasi di Desa Dafala, Kabupaten Belu. 

Usaha keras dari anggota kelompok Sinar Mentari ini sudah membuahkan hasil. Mereka sudah melakukan panen perdana tomat, Sabtu 24 Juli 2021 mencapai ratusan kilogram. Belum terhitung panen tahap selanjutnya. Panen perdana dilakukan Bupati Belu, dr. Agustinus Taolin, Sp. PD dan Wakil Bupati, Drs. Aloysius Haleserens, MM didampingi Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Gerardus Mbulu.

Baca juga: Guru SMAN 2 Tasifeto Timur Kabupaten Belu Tingkatkan Kompetensi Menghadapi Pembelajaran Jarak Jauh

Ketika ditemui Pos Kupang. Com Emanuel Ati menuturkan, keterlibatannya dalam kelompok tani tidak mengabaikan tugas pokok dan fungsinya sebagai guru dan juga Kepala sekolah. Setiap hari, ia tetap ke sekolah dari jam 07.00 pagi sampai dengan selesai sekolah pukul 14.00 Wita.

Setelah jam sekolah, pria kelahiran Debuklaran 25 Mei 1966 ini turun ke kebun kelompok untuk mengerjakan kebun bersama anggota kelompok. 

"Saya tidak mengabaikan tugas pokok saya. Dari jam tujuh sampai jam dua saya di sekolah. Pulang sekolah baru datang kebun", kata Eman, demikian ia disapa. 

Lebih jauh Eman mengatakan, meski berprofesi sebagai guru namun ia suka berkebun sejak kecil. Setelah menjadi ASN, ia pun masih menggarap kebun. Mengisi waktu di luar jam kerjanya sebagai guru. Itulah ciri khas guru yang mengabdi di desa.

Baca juga: Kasus Positif Covid-19 di Kabupaten Belu Bertambah

Setelah menjadi kepala sekolah SDI Debuklaran, 1 Januari 2014, Eman masih terus berkebun. Di tengah pandemi COVID-19 ini, Eman berpikir lebih jauh. Ia bukan hanya mengurus kebun sendiri tetapi berpikir dengan petani lain yang masih dilanda pandemi COVID-19.  Akhirnya ia berbaur dengan petani. 

Kata Eman, ada beberapa hal yang memotivasi dirinya ikut terlibat dalam kelompok tani, antara lain peluang belajar. Kata dia, bertani secara kelompok memiliki peluang belajar untuk menerapkan pertanian berbasis teknologi.

Sebab, kelompok tani otomatis mendapat pendampingan baik dari pemerintah maupun swasta. Kemudian, peluang pasar. Ia bersama anggota kelompok memilih budidaya tomat karena peluang pasarnya menjanjikan. Harga tomat tergolong tinggi yakni Rp 15 ribu per kilogram dalam waktu dua setengah bulan sudah panen. 

Selain itu, potensi sumber daya alam mendukung. Kata Eman, ia dan petani semangat berusaha karena di dukung potensi wilayah itu sangat cocok untuk budidaya tanaman hortikultura, salah satunya tomat. 

Lebih dari itu, motivasi Eman bergabung dengan petani sebagai wujud dukungan terhadap sesama khususnya petani di era pandemi. 

Dari segi ekonomi, Eman yang adalah guru ASN dan juga jabatan kepala sekolah tentu memiliki penghasilan tetap. Usaha berkebun adalah sampingan. Namun, Eman tetap ingin hadir di tengah masyarakat. 

Kata Eman, di era pandemi ini, ada kejenuhan di tingkat petani. Gairah bertani juga terlihat menurun karena banyak sekali tantangan seperti keterbatasan modal, alat pertanian, pupuk, obat, pemasaran kurang jelas dan persoalan lainnya. 

Namun, disisi lain, potensi wilayah cukup menjanjikan untuk usaha pertanian dan ada peluang yang bisa didapatkan jika manajemen usaha diurus dengan baik. 

Permasalah ini yang terus dipikirkan Eman dan ia berusaha mencari solusinya. Sebagai seorang guru, Eman tidak hanya bisa memotivasi petani dengan kata-kata belaka tetapi mencoba hidup bersama dengan petani di kebun. Upaya ini ternyata direspon baik petani sehingga akhirnya mereka membentuk kelompok tani tomat. 

Sebagai ketua kelompok, Eman lebih banyak berperan sebagai motivator dan pendamping, mengingat ia juga seorang guru dan menjabat sebagai kepala sekolah. 

"Karena saya guru dan kepala sekolah jadi saya lebih banyak di sekolah. Tapi saya tetap datang ke kebun untuk dampingi anggota", kata guru yang lagi 4,5 tahun pensiun. 

Anggota kelompok Agusto de Parera mengatakan, ia baru pertama kali menekuni usaha tomat setelah bergabung di kelompok tani yang diketuai Emanuel Ati. 

"Saya baru pertama usaha ini setelah gabung di kelompok. Ini pak Eman ketua kelompok", kata Agusto sambil menunjukkan jarinya ke arah ketua kelompok. 

Menurut Agusto, mereka menggarap lahan satu hektare lebih dengan menanam ratusan ribu pohon tomat. Saat ini sudah usia panen dan panen perdana berlangsung beberapa pekan ke depan. Setelah itu panen tahap kedua dan seterusnya. 

Menurut Eman dan Agusto, setelah panen semua, pendapatan dihitung keseluruhannya lalu dikurangi biaya operasional. Keuntungannya akan dibagi rata kepada anggota kelompok. 

Keduanya mengatakan, prediksi pendapatan hasil penjualan tomat tersebut bisa mencapai Rp 100 juta. Keuntungannya lumayan besar dan bila dibagikan kepada lima anggota kelompok, rata-rata mendapat belasan juta per anggota dalam kurun waktu dua bulan. Karena usai panen tomat dua bulan 10 hari. (*)

Berita Kabupaten Belu Lainnya

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved