Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Jumat 23 Juli 2021: Tanah Subur
Saya menggeluti dunia jurnalisme sebagai salah satu jalan untuk membawa “rahmat” melalui pikiran dan gagasan kepada orang lain.
Renungan Harian Katolik Jumat 23 Juli 2021: Tanah Subur (Mat 13:18-23)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witn
POS-KUPANG.COM - Saya menggeluti dunia jurnalisme sebagai salah satu jalan untuk membawa “rahmat” melalui pikiran dan gagasan kepada orang lain. Gagasan itu mesti benar berdasarkan data dan fakta.
Meski sangat “mencintai” dunia menulis, rasa cinta akan tanah dan tanaman yang terpupuk sejak kecil tidak pernah hilang. Kedua orangtuaku adalah petani kampung yang hidup sederhana dari kekuatan kampung.
Rasa cinta akan profesi petani membuat mereka sangat mencintai tanah, tanaman dan lingkungan. Tanpa sadar, rasa cinta yang sama itu mengaliri urat nadi kehidupanku.
Tanah, tanaman, lingkungan ibarat buku, komputer, ruang baca dan tulis yang menggairahkan hari-hari hidupku.
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Jumat 23 Juli 2021: Kita dan Sabda
Sejak akhir 2019, saya mendapatkan kesempatan merintis rumah literasi di sebuah bukit di Lembata. Rumah itu sangat jauh dari “kesan” perawatan. Bukit itu penuh batu-batu parak putih.
Tanah jarang dijumpai. Beberapa bunga berdiri sempoyongan. Tidak diperhatikan. Sementara air limpah.
Penghuni rupanya tidak rajin lagi. Tangan sudah kaku hanya untuk meraba tanah. Mungkin takut tangan kotor.
Saya mendatangkan tanah hitam. Beli pupuk bokasi dan pot bunga. Keliling Lembata dan kumpulkan beragam jenis bunga dari kampung ke kampung.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 21 Juli 2021: Tanah Subur
Tanah dicampur pupuk bokasi. Air dialirkan genangi wadah pot penuh tanah. Bunga ditanam. Maka hanya dalam waktu beberapa bulan, dua ratusan pot bunga berjejer di belakang kamar.
Saya juga menanam beraneka sayur di dalam polibek. Sawi, kacang panjang, bayam merah, paria, Lombok, kemangi, rempah-rempah dan sebagainya.
Tiap pagi, saat membuka jendela kamar, ada rasa bahagia memandang tanaman yang hijau, segar dan cantik. Tangan yang menggembur tanah dan mencampurnya dengan pupuk terasa “ringan.” Keringat yang membasahi baju terasa menyejukkan pori-pori tubuh.
Ternyata, bukit yang dipenuhi dengan batu-batu parak putih itu bisa menghadirkan kehidupan yang sesungguhnya dimulai dari kesadaran cinta lingkungan.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 19 Juli 2021: Tanda Biasa
Banyak orang omong besar ke mana-mana membela alam, tapi mengurus satu pot bunga kecil di belakang kamar tidur saja tidak pernah terlihat.