Jaksa Beri Petunjuk ke Penyidik Polda NTT Agar Periksa Bupati Lembata Terkait Kasus Awololong

penyidik sedang melakukan pemenuhan prapenuntutan (P19) dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/RAY REBON/Foto kiriman Amppera Kupang
Koordinator Amppera Kupang, Emanuel Boli bersama rekan-rekan saat lakukan pertemuan dengan Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTT melalui Kanit II Subdit 3 Tipidkor, AKP. Budi Guna Putra, S.I.K, Selasa 2 Maret 2021 

Ia menyebutkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan penyidik terkait perkembangan kasus Awololong.

"Teman-teman penyidik masih berupaya untuk melengkapi. Pada prinsipnya, niat jahat, perbuatan melawan hukum, dan alat bukti yang cukup," katanya.

Pemeriksaan bupati Lembata, dikatakan Hendrik menyusul proyek tersebut lahir atas Perbup nomor 41 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Perbup Nomor 52 Tahun 2017 Tentang Penjabaran  APBD Kabupaten Lembata Tahun 2018.

Baca juga: Amppera Kupang Minta Tambah Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Proyek Wisata Awalolong

Senada dengan JPU Hendrik Tip, Koordinator Amppera Kupang, Emanuel Boli, juga menegaskan agar penyidik memeriksa Bupati Lembata Yentji Sunur  agar tidak menimbulkan polemik dan  tuduhan miring dari publik atas kinerja Polda NTT.

"Ini agar tidak ada spekulasi dari publik bahwa Polda NTT sudah "masuk angin" serta mosi tidak percaya publik kepada institusi Polri," tandas Emanuel Boli, mantan aktivis PMKRI Kupang itu sebagaimana keterangan persnya kepada Pos Kupang usai audiensi bersama JPU dari Kejati NTT,  Rabu 23 Juni 2021.

Dia menambahkan, pengacara dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Hariz Azhar juga turut mengomentari kasus ini melalui sambungan telepon kepada dirinya.

Dugaan korupsi proyek pembangunan destinasi wisata jembatan titian apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT yang merugikan keuangan negara sekitar 1,4 miliar berdasarkan hasil audit BPKP NTT.

Baca juga: Penetapan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Proyek Awalolong Lembata oleh Polda NTT Diapresiasi

"Memang kepala-kepala daerah yang diduga terlibat praktik korupsi mendapatkan 'kenikmatan' di beberapa tempat di Indonesia, kejadiannya seperti itu," kata Emanuel, menirukan tanggapan Hariz Azhar.

Dalam percakapan itu, Emanuel mengaku pengacara Hariz Azhar juga menyebut adanya ketidakterbukaan Polda NTT kepada publik.

"Hal tersebut semakin mengindikasikan bahwa jangan-jangan ada udang di balik bakwan. Biasanya, tersangka kasus korupsi itu ditahan. Sebab, ancaman hukuman penjara lebih dari  2 (dua) tahun, normalnya ditahan.
Ia menduga ada yang aneh di pihak kepolisian," jelas Emanuel.

Sementara itu, Kanit II Subdit III Ditreskrimsus Polda Nusa Tenggara Timur, AKP Budi Gunawan  mengatakan, proyek tahun anggaran 2018-2019  ini  menelan anggaran Rp 6.892.900.000

Baca juga: Temui Aktivis PMKRI dan AMPPERA, Dirkrimsus Polda NTT Sebut Kasus Awalolong Lembata Dinaikan Status

Namun dalam perjalanan, lanjutnya, progres fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp  6.892.900.000.

Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara.

"Sejumlah dokumen kita sita dan 37 saksi kita periksa. Saat ini masih dua tersangka, tapi tidak menutup kemungkinan masih ada penambahan tersangka," katanya, dalam keterangan persnya kepada Amppera Kupang, Senin 21 Juni 2021.

Untuk diketahui, para tersangka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999.

Pasal ini mengatur tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara. (*)

Berita Kabupaten Lembata Terkini

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved