Jaksa Beri Petunjuk ke Penyidik Polda NTT Agar Periksa Bupati Lembata Terkait Kasus Awololong
penyidik sedang melakukan pemenuhan prapenuntutan (P19) dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Jaksa Beri Petunjuk ke Penyidik Polda NTT Agar Periksa Bupati Lembata Terkait Kasus Awololong
Laporan Reporter POS KUPANG.COM/Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Penyidik tindak pidana korupsi Polda NTT telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni Silvester Samun, SH selaku pejabat pembuat komitmen, Abraham Yehezkibel Tsazaro L, SE selaku kontraktor pelaksana, Middo Arrianto Boru, ST selaku konsultan perencana, konsultan pengawas dan membantu dalam melaksanakan pekerjaan pembangunan proyek wisata jeti apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong Lembata.
Proyek mangkrak bukan kehendak masyarakat Lembata itu merugikan keuangan negara senilai 1,4 miliar lebih.
Meski demikian, ketiga tersangka belum ditahan polisi.
Alasannya, tersangka akan ditahan apabila berkas perkara telah dinyatakan lengkap.
Baca juga: Amppera Kupang Desak Penyidik Polda NTT Periksa Bupati Lembata Dituding Otaki Proyek Awalolong
Terkini, penyidik sedang melakukan pemenuhan prapenuntutan (P19) dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati - NTT) melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hendrik Tip dan Nurcholish menerima perwakilan Aliansi Pemuda Peduli Rakyat Lembata (Amppera - Kupang) di ruang PTSP, Rabu 23 Juni 2021 sekira pukul 09:00 WITA.
Dalam kesempatan itu, Kejati NTT dan Amppera membahas tentang progres penanganan kasus dugaan korupsi proyek wisata jembatan titian apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong Lembata.
Diawal pembicaraan, terkait kasus Jeti Awololong, jaksa Nurcholish menjelaskan bahwa jaksa telah menerima perkara dari penyidik kepolisian. Pihaknya meneliti berkas sebagai syarat formil dan materil.
Baca juga: Kejati NTT Teliti Berkas Tersangka Dugaan Korupsi Awalolong Lembata
"Terkait kasus yang disampaikan (kasus Awololong), jaksa peneliti melihat fakta-fakta yang ada, walaupun banyak orang, kita melihat peranannya apa, kemudian niat jahat terhadap itu apa, posisi sekarang kita telah memberi petunjuk terkait ada fakta-fakta yang harus digali," tuturnya.
JPU Hendrik Tip mengungkapkan, berkas perkara kasus Awololong masih di penyidik Tipidkor untuk dilengkapi.
Ia melanjutkan, salah satu petunjuk adalah untuk memeriksa Bupati Lembata.
" Supaya jelas persoalannya, periksa Pak bupati, kita beri petunjuk periksa Pak Bupati, melakukan pendalaman dari aspek perencanaan anggaran sampai dengan eksekusi angggaran, kira-kira seperti apa?," ucap Hendrik.
Baca juga: Berkas Dugaan Korupsi Proyek Awalolong Lembata Dikembalikan JPU Ke Penyidik Polda NTT
Dia juga meminta penyidik untuk membuktikan unsur perbuatan melawan hukum.
Ia menyebutkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan penyidik terkait perkembangan kasus Awololong.
"Teman-teman penyidik masih berupaya untuk melengkapi. Pada prinsipnya, niat jahat, perbuatan melawan hukum, dan alat bukti yang cukup," katanya.
Pemeriksaan bupati Lembata, dikatakan Hendrik menyusul proyek tersebut lahir atas Perbup nomor 41 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Perbup Nomor 52 Tahun 2017 Tentang Penjabaran APBD Kabupaten Lembata Tahun 2018.
Baca juga: Amppera Kupang Minta Tambah Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Proyek Wisata Awalolong
Senada dengan JPU Hendrik Tip, Koordinator Amppera Kupang, Emanuel Boli, juga menegaskan agar penyidik memeriksa Bupati Lembata Yentji Sunur agar tidak menimbulkan polemik dan tuduhan miring dari publik atas kinerja Polda NTT.
"Ini agar tidak ada spekulasi dari publik bahwa Polda NTT sudah "masuk angin" serta mosi tidak percaya publik kepada institusi Polri," tandas Emanuel Boli, mantan aktivis PMKRI Kupang itu sebagaimana keterangan persnya kepada Pos Kupang usai audiensi bersama JPU dari Kejati NTT, Rabu 23 Juni 2021.
Dia menambahkan, pengacara dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Hariz Azhar juga turut mengomentari kasus ini melalui sambungan telepon kepada dirinya.
Dugaan korupsi proyek pembangunan destinasi wisata jembatan titian apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT yang merugikan keuangan negara sekitar 1,4 miliar berdasarkan hasil audit BPKP NTT.
Baca juga: Penetapan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Proyek Awalolong Lembata oleh Polda NTT Diapresiasi
"Memang kepala-kepala daerah yang diduga terlibat praktik korupsi mendapatkan 'kenikmatan' di beberapa tempat di Indonesia, kejadiannya seperti itu," kata Emanuel, menirukan tanggapan Hariz Azhar.
Dalam percakapan itu, Emanuel mengaku pengacara Hariz Azhar juga menyebut adanya ketidakterbukaan Polda NTT kepada publik.
"Hal tersebut semakin mengindikasikan bahwa jangan-jangan ada udang di balik bakwan. Biasanya, tersangka kasus korupsi itu ditahan. Sebab, ancaman hukuman penjara lebih dari 2 (dua) tahun, normalnya ditahan.
Ia menduga ada yang aneh di pihak kepolisian," jelas Emanuel.
Sementara itu, Kanit II Subdit III Ditreskrimsus Polda Nusa Tenggara Timur, AKP Budi Gunawan mengatakan, proyek tahun anggaran 2018-2019 ini menelan anggaran Rp 6.892.900.000
Baca juga: Temui Aktivis PMKRI dan AMPPERA, Dirkrimsus Polda NTT Sebut Kasus Awalolong Lembata Dinaikan Status
Namun dalam perjalanan, lanjutnya, progres fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp 6.892.900.000.
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara.
"Sejumlah dokumen kita sita dan 37 saksi kita periksa. Saat ini masih dua tersangka, tapi tidak menutup kemungkinan masih ada penambahan tersangka," katanya, dalam keterangan persnya kepada Amppera Kupang, Senin 21 Juni 2021.
Untuk diketahui, para tersangka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999.
Pasal ini mengatur tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara. (*)
Berita Kabupaten Lembata Terkini