Lestarikan Adat Rai Fohon Kabupaten Belu di Tengah Arus Perkembangan Zaman
Warga suku, biasanya ibu-ibu langsung mengurus pekerjaan di dapur. Membersihkan sayur, beras, meracik bumbu, masak air
Penulis: Teni Jenahas | Editor: Rosalina Woso
Ritual Rai Fohon juga bisa sebagai momentum rekonsiliasi antar sesama anggota suku yang mungkin sebelumnya terjadi cekcok. Di saat itu bisa mendamaikan kembali hubungan yang sempat terputus. Ini salah satu nilai sosial Rai Fohon yang mesti dijaga dan dilestarikan oleh pewarisnya.
Generasi penerus suku Matabesi yang notabena generasi X atau kelahiran 2000-an, diantaranya, Purnama Uli Gultom, Amelia Caldas Aty, Margaretha Moruk, saat ditanya wartawan mengatakan, mereka hadir dalam ritual untuk mengetahui secara persis tata laksana Rai Fohon.
Mereka bisa melihat langsung proses ritual, mempelajari dan memahami makna ritual, mendalami nilai-nilai dari Rai Foho sekaligus mewujudnyatakan nilai itu dalam kehidupan mereka di era sekarang.
Menurut Uli, Amel, Moruk, pelaksanaan ritual Rai Fohon saat ini merupakan bentuk pelestarian budaya oleh Suku Matabesi. Rai Fohon sebagai warisan leluhur haris tetap dijaga dan dilestarikan oleh generasi penerusnya.
Mereka mengaku senang karena Ritual Rai Fohon ini sering dihadiri anak-anak milenial sehingga budaya itu tetap terjaga. Hal ini penting karena dengan kemajuan zaman, anak-anak milenial perlu dilibatkan untuk mempelajari budaya secara baik. Apalagi budaya di Belu belum diajarkan secara formal lewat jalur pendidikan tetapi hanya bagian dari ekstrakurikuler seperti latihan tarian.
Untuk diketahui, pusat pelaksanaan ritual Rai Foho bertempat di Kampung Adat Matabesi, Kelurahan Umanen, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu, daerah perbatasan RI-RDTL.
Letak kampung adat Matabesi ini persis di kaki bukit Lidak, sekitar tiga kilometer dari pusat kota Atambua. Dilihat dari perkembangan penduduk dan pembangunan fisik lainnya saat ini, Kampung Matabesi boleh dikatakan sebagai wilayah dalam radius Kota Atambua karena secara administrasi, Kampung adat Matabesi berada dalam Kelurahan Umanen.
Seiring dengan perkembangan yang kian pesat, tidak tertutup kemungkinan ke depan kampung adat Matabesi ini salah satu kampung adat yang eksis di wilayah kota. Berbeda dengan kampung adat lainnya yang berada di wilayah desa, misalnya Kampung adat Dirun, Nualain dan Duarato di Kecamatan Lamaknen.
Sebagai kampung adat yang berada di wilayah kota memang memiliki tantangan bagi warga suku dalam mempertahankan eksistensi kampung adat di tengah arus perkembangan yang begitu cepat. Perkembangan pembangunan kota bisa saja menggilas keberadaan kampung adat jika tidak diatur secara baik. (Laporan Reporter POS KUPANG.COM,Teni Jenahas).