Lestarikan Adat Rai Fohon Kabupaten Belu di Tengah Arus Perkembangan Zaman
Warga suku, biasanya ibu-ibu langsung mengurus pekerjaan di dapur. Membersihkan sayur, beras, meracik bumbu, masak air
Penulis: Teni Jenahas | Editor: Rosalina Woso
Lestarikan Adat Rai Fohon di Tengah Arus Perkembangan Zaman
POS KUPANG.COM| ATAMBUA--Rai Fohon merupakan ritual adat syukuran makanan baru bagi Suku Matabesi, salah satu suku di Kabupaten Belu, Provinsi NTT. Ritual tahunan ini masih tetap dijaga dan dilestarikan warga sukunya hingga saat sekarang.
Sabtu pagi 12 Juni 2021, warga Suku Matabesi, laki-laki perempuan, orang dewasa dan anak-anak mulai berdatangan ke Kampung Adat Matabesi untuk melaksanakan ritual adat Rai Fohon. Masing-masing kepala keluarga datang dengan membawa beras dan ayam sebagai identitas diri.
Kedatangan warga suku disambut oleh sesama warga suku, entah warga suku yang menjaga rumah adat atau oleh sesama warga suku yang lebih awal tiba.
Saat tiba di rumah adat, warga suku mulai berbaur dengan yang lain, di dalam rumah dan di luar rumah dengan penuh persaudaraan. Warga suku, biasanya ibu-ibu langsung mengurus pekerjaan di dapur. Membersihkan sayur, beras, meracik bumbu, masak air, nasi dan lain sebagainya. Yang laki-laki mengatur kursi dan mengurus pekerjaan lain yang bukan menjadi pekerjaan ibu-ibu.

Ada tiga rumah adat yang melaksanakan ritual Rai Fohon, Sabtu 12 Juni 2021 yakni, rumah adat Uma Bot, Beihale dan Maheinlulik. Warga suku berkumpul di rumah adat masing-masing sambil menanti ritual inti Rai Fohon digelar. Ritual ini dibuat oleh tetua adat atau makoan.
Tetua adat Suku Matabesi, Edmundus, Hendrikus Meak dan Hendrikus Neno kepada wartawan menceritakan, Rai Fohon merupakan ritual adat syukuran makanan baru padi ladang. Sebelum padi ladang dimakan, terlebih dahulu dilakukan ritual.
Ritual itu dimaknai sebagai tindakan manusia dalam melaksanakan hubungannya dengan Allah sebagai pencipta, leluhur sebagai perantara, dengan alam dan sesama manusia. Warga suku memandang hubungan empat komponen tersebut merupakan satu kesatuan ekologis yang tak terpisahkan. Dengan kata lain, Allah telah memberikan alam (tanah/kebun) yang subur sehingga dari kebun itu mereka memperoleh hasil penen seperti padi, jagung yang cukup bagi keberlangsung hidup mereka.
Dalam pelaksanaan ritual ini kata tetua adat, warga suku mempersembahkan hasil panen berupa padi ladang atau hare. Kemudian memberi makan atau sesajian kepada leluhur. Binatang kurban dalam ritual ini adalah ayam.
Dalam ritual ini juga warga suku menyampaikan doa dengan bahasa adat untuk meminta berkat, tuntunan dan perlindungan dari Tuhan untuk kehidupan warga suku di hari-hari selanjutnya atau disebut Matak Malirin.
Segala doa dan permohonan itu akan tergambar secara simbolis lewat hati hewan kurban yang akan dilihat (leni urat) oleh tua adat. Moment ini, tetua adat melihat, meramal atau memprediksi apa yang bakal terjadi di hari-hari selanjutnya, seperti ramalan hidup, hasil panen, hubungan relasi ke dalam dan keluar termasuk tantangan bagi anggota suku.
Karena leni urat itu adalah suatu petunjuk simbolis, maka hasil ramalan dari para tetua adat ini ditindaklanjuti oleh warga suku di masing-masing rumah adat untuk saling mengingatkan. Biasanya yang tertua dalam rumah adat akan menyampaikan pesan moral kepada warga sukunya sesuai dengan tanda-tanda yang telihat dalam hati hewan kurban tadi. Ini adalah nilai spiritual dari Rai Fohon yang mesti direfleksikan.
Warga Suku Matabesi, Romo Patris Sixtus Bere, Pr kepada wartawan mengatakan, Suku Matabesi memiliki 12 rumah adat dan warga sukunya menyebar di berbagai daerah. Saat ritual Rai Fohon, warga suku datang ke kampung Matabesi dengan membawa beras dan ayam sebagai identitas suku.
Menurut Romo Sixtus, ritual Rai Fohon ini diselenggarakan setiap tahun yang biasanya pada musim panas sekitar Juni atau Juli. Penentuan hari ritual merupakan hasil kesepakatan dari suku.
Pemerhati sekaligus pengamat kebudayaan ini mengatakan, Rai Foho ini selain ritual juga suatu kesempatan bagi anak cucu untuk berkumpul, saling mengenal dan juga mempersembahkan hasil-hasil panen yang diperoleh.