Bupati Sunur: Relokasi Tahap Pertama Disediakan 700 Unit Rumah
Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur menegaskan rencana relokasi warga dari 15 desa yang terdampak banjir bandang harus atas kemauan sendiri
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA-Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur menegaskan rencana relokasi warga dari 15 desa yang terdampak banjir bandang di Ile Ape dan Ile Ape Timur harus dilakukan atas kemauan dan kesadaran sendiri dari warga.
Konsepnya, tidak hanya warganya, tapi semua aspek kehidupan warga juga direlokasi. Karena itu, perlu kecermatan dan kerja sama seluruh sektor agar masyarakat pindah atas kemauan baiknya sendiri.
Untuk tahap pertama ini, Pemerintah Pusat membangun sebanyak 700 rumah. Dalam rencana awal, 700 rumah itu tidak saja untuk warga korban dari Ile Ape dan Ile Ape Timur, tetapi juga untuk warga dari enam kecamatan yang rumahnya hilang, dan rusak berat.
Hanya saja, ia sudah berbicara dengan Kementerian PUPR agar untuk tahap awal ini dikhususkan terlebih dahulu untuk warga korban dari Ile Ape dan Ile Ape Timur. Sedangkan untuk warga dari kecamatan lain akan dibantu oleh BNPB.
Baca juga: Bupati Sumba Barat Tegaskan Tertibkan Seluruh Aset Daerah
Baca juga: Dukung Papua Merdeka, Warga Australia Kibarkan Bendera Bintang Kejora, Bagaimana Reaksi Indonesia?
"Rumah yang masih dibangun di area yang sudah dilarang tidak boleh bangun lagi maka harus direlokasi, sedangkan rumah rusak parah dan rumah hilang langsung direlokasi," tegas Bupati Sunur di desa Todanara, Kecamatan Ile Ape Timur, Rabu, 9 Juni 2021.
Terdapat sebanyak 2.800 rumah lebih yang harus direlokasi. Sementara untuk Desa Lamawolo akan diupayakan apakah bisa semua di satu lokasi, dan administrasi desanya diatur seperti apa, termasuk dana desanya apakah bisa dipakai untuk kegiatan di lokasi baru atau tidak mengingat sudah tak bisa lagi membangun di lokasi lama, lagipula di lokasi baru sudah dibangun oleh pemerintah.
"Nanti di lokasi relokasi sudah tidak bisa masak pakai kayu. Dapurnya didesain bukan untuk kayu bakar tapi kompor gas, paling kurang bisa pakai kompor minyak dan pelan-pelan baru ke kompor gas. Ke depan mau agar ditata menjadi kota di dalam desa. Pola hidup masyarakat mulai berubah," kata Bupati Sunur.
Baca juga: Tiga Politisi Tempati Ofisial Persebata, Ketua Askab Lembata: Kita Tetap Terlibat Untuk Lewotana!
Baca juga: DPRD Flotim Tolak Dialog Bersama PMKRI Saat Demo Soal Selisih Penggunaan Anggaran Covid-19
Sebelumnya, Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur memastikan kalau tanah Lagadop di wilayah Kecamatan Ile Ape tidak akan dijadikan sebagai kawasan relokasi warga penyintas bencana banjir dan longsor.
"Kita kesampingkan Lagadop. Nanti lahan itu untuk kegiatan ekonomi masyarakat," kata Bupati Sunur di Aula Kantor Camat Nubatukan.
Lebih lanjut, Bupati Sunur mengatakan proses relokasi berjalan baik. Pemerintah daerah pun selalu berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
"Tidak ada hambatan apapun kecuali awal-awal soal lahan. Sekarang sudah jalan dengan baik," ungkapnya.
Menurutnya, ada dua skema relokasi di Lembata. Pertama, relokasi desa dan kedua, relokasi rumah.
Sebanyak 700 unit rumah sudah mulai didirikan dan menurut Bupati Sunur progres pembangunan rumah relokasi di Lembata paling cepat jika dibandingkan dengan di daerah lain di NTT.
Pada tahap berikut, pemerintah juga akan merelokasi 15 desa yang rawan bencana. Relokasi desa ini juga sudah disetujui pemerintah pusat. Namun, relokasi desa ini tetap memperhatikan aspek sosial dan budaya masyarakat yang yang akan direlokasi.
Camat Ile Ape Timur Nikolaus Watun menyampaikan terima kasih kepada Bupati dan jajaran Pemerintah Lembata yang telah memberikan perhatian selama warga Ile Ape tertimpa bencana.
"Bencana yang menelan korban 28 jiwa, semua berharap kepada siapa lagi dan selama ini gantungkan segalanya kepada Bupati dan perhatian sudah dirasakan. Serahkan kepada Tuhan dan leluhur, agar merestui dan membimbing bupati dalam memimpin Lembata," kata Watun.
Pasca bencana, katanya, sembilan desa di Ile Ape Timur mengungsi. Saat ini, masih ada warga dari dua desa yang belum bisa pulang karena kondisi desanya parah yakni Lamawolo dan Waimatan. Warga yang masih mengungsi terdapat di posko pemerintah dan di rumah keluarga di Lewoleba. Sedangkan warga tujuh desa lainnya sudah berada di desa masing-masing sambil menunggu relokasi untuk ditempatkan dalam jangka panjang.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lembata Paskalis Ola Tapobali menyebutkan ada tiga desa yang direlokasi seluruhnya pada tahap pertama. Ketiga desa itu yakni desa Waimatan dan Lamawolo, Kecamatan Ile Ape Timur dan desa Tanjung Batu, Kecamatan Ile Ape. Selain itu, ada 131 Kepala Keluarga (KK) di desa Amakaka, 20 KK dari desa Lamawara dan 7 KK dari desa Jontona, Kecamatan Ile Ape Timur yang juga akan direlokasi pada tahap pertama. Ini semua masuk dalam kuota 700 rumah yang sudah disiapkan oleh Kementerian PUPR.
"Sedangkan desa lainnya termasuk sisanya belum masuk (tahap pertama). Jadi kita usul ke tahap kedua," ungkap Sekda Tapobali ditemui di ruang kerjanya.
"Skema pertama relokasi keluarga yang rumahnya rusak di dua kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur plus tiga desa yang seluruhnya direlokasi. Sementara sisa lainnya ada dari 15 desa diusulkan relokasi tahap kedua," tambahnya.
Selanjutnya, Sekda Tapobali berujar saat ini sudah bisa dipastikan empat lahan relokasi bagi para penyintas bencana alam banjir dan longsor tersebut.