Opini Pos Kupang
Bahaya Pandemic Fatigue Syndrom
Sudah satu tahun lebih kita menjalani hidup dalam masa pandemi Covid-19. Belum lagi, muncul varian baru dari virus corona

Oleh : Wardy Kedy, Peneliti di bidang Psikologi Sosial
POS-KUPANG.COM - Sudah satu tahun lebih kita menjalani hidup dalam masa pandemi Covid-19. Belum lagi, muncul varian baru dari virus corona yakni B.117 asal Inggris, B.1351 asal Afrika Selatan dan varian mutasi ganda dari India, B.1617 yang telah menjadi ancaman besar bagi keberlangsungan hidup dan aktivitas kita.
Kondisi pandemi yang dialami saat ini berdampak pada seluruh aspek seperti kesehatan, finansial, pendidikan, dan sebagainya. Perubahan pada beberapa aspek kehidupan membuat kita perlu beradaptasi dengan situasi dan kondisi saat ini.
Kondisi pandemi yang belum ada kepastian ini membuat masyarakat mulai jenuh dan lelah. Kelelahan yang paling besar dirasakan adalah kelelahan psikologis. Kelelahan dan kejenuhan akibat pandemi memang adalah hal yang wajar, karena sampai saat ini kita masih belum menemukan kepastian kapan pandemi ini akan berakhir.
Baca juga: Waspadai Lonjakan Kasus Covid-19
Baca juga: 29 Koperasi di Nagekeo Tidak Menjalankan Usahanya
Dalam kajian psikologi, kelelahan akibat pandemi dikenal dengan istilah pandemic fatigue (syndrom). Banyak analisis yang menemukan bahwa kelelahan pandemi tidak dapat dihindari dan bisa dialami siapa pun.
Memang sindrom kelelahan pandemi ini tidak terjadi dalam kurun waktu yang lama dan terus menerus, melainkan terjadi pada kondisi dan situasi tertentu, khususnya ketika seorang mulai merasa sangat jenuh dan pasrah terhadap keadaan.
Selain itu, kondisi ini juga dipengaruhi oleh emosi, pengalaman, dan persepsi selama proses adaptasi terhadap situasi. Alasan lain adalah karena berkembangnya rasa putus asa, dan depresi akibat kepastian berakhirnya pandemi yang tidak bisa diprediksi.
Hasil penelitian yang dilakukan di antara penduduk Istanbul, menunjukkan bahwa sekitar 64,1 persen masyarakat mengalami kelelahan psikologis sebagai masalah kesehatan mental utama akibat efek pandemi Covid-19 (CNN Indonesia, 30/1/21).
Baca juga: FPRB NTT Gelar Workshop Sosialisasi Internalisasi Pentahelix, Dunia Usaha, Universitas dan Media
Baca juga: Promo KFC Kamis 20 Mei 2021, Promo KFC Personal Snack Bucket 4 Potong Chicken Strip Mulai RP 29.091
Ini menunjukkan bahwa faktor psikologis memainkan peran penting selama pandemi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kasus virus corona yang signifikan dari hari ke hari, sehingga mengakibatkan munculnya stres dalam diri individu.
Selain itu, faktor seperti kehilangan orang yang mereka cintai, krisis keuangan, pembatasan pergerakan dan aktivitas masyarakat, PSBB, penutupan tempat hiburan, pusat perbelanjaan, tempat kerja dan sekolah, serta isolasi diri, juga telah berkontribusi banyak pada masalah psikologis, sehingga meningkatkan masalah kesehatan mental yang tidak boleh terabaikan.
Disamping itu, studi lain juga menyoroti bahwa perubahan dalam praktik normal seperti menghindari tempat umum, tidak boleh berkerumun, menjaga jarak fisik, stres karena mencuci tangan sepanjang waktu, dan peningkatan informasi tentang penularan virus melalui media, turut memberi andil dalam meningkatkan pandemic fatigue seseorang.
Berkaca dari perilaku dan kebiasaan kita orang NTT, dapat dikatakan bahwa protokol kesehatan menjadi sulit dipertahankan karena kita cenderung mengutamakan relasi keluarga dan kegembiraan.
Tak heran jika sebagian besar orang mengeluh kesulitan beraktivitas secara bebas, atau mengeluh susah liburan dan melaksanakan ibadah atau acara keluarga. Semisal, ketika diberlakukan larangan mudik pada beberapa waktu lalu, ternyata disitulah bibit sindrom kelelahan pandemi muncul.
Hal ini dibuktikan dengan adanya pelanggaran yang dibuat masyarakat atas aturan tersebut. Problematika ini perlu dievaluasi oleh semua pihak, khususnya pembuat kebijakan, agar bisa menemukan jalan keluar yang tepat dengan tidak mengesampingkan kebutuhan psikologis masyarakat umum.