"Invisible Risk” Pembelajaran Virtual
Harus kita akui bahwasanya pandemi Covid-19 telah memberi dampak luar biasa bagi sektor pendidikan di negara ini.
Persoalan tidak tahu baca,tulis dan hitung (Calistung) bisa menjadi masalah serius pada tingkat pendidikan dasar dan menengah di kemudian hari.
Beruntung jika selama pandemi Covid-19, peserta didik sangat kooperatif dengan orang tuanya sehingga kemunduran belajar tidak terjadi karena mengikuti siklus pembelajaran berdasarkan kurikulum yang diberikan guru/sekolah dengan baik.
Persoalan Relasi Sosial (PRS)
Hal yang sangat terasa dalam dunia pendidikan akibat pandemi Covid-19 yaitu terjadinya perpecahan relasi sosial antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru serta komunitas lain yang turut membentuk kepribadian siswa. Perpecahaan itu terjadi karena penurunan intensitas perjumpaan di ruang pendidikan formal dan informal.
Perlu disadari bahwa praktik perjumpaan di ruang nyata lebih cepat mengubah batin manusia ketimbang di dunia maya. Sebab relasi sosial yang benar konteks peserta didik tidak hanya terbaca lewat tegur sapa semata seperti dipraktekkan dalam dunia maya dalam pembelajaran daring, tetapi relasi sosial yang ideal terjadi jika adanya peristiwa aksi, proaksi dan antar aksi dari tiap komponen pembelajaran/individu yang ada di dalamnya dalam ruang nyata.
Bahkan gestur tubuh sekalipun dalam mengekspersikan suatu gagasan dalam pembelajaran berkontribusi besar dalam pembentukan karakter belajar peserta didik.
Sejatinya pembentukan kepribadian siswa dalam konteks sosial dimulai dari relasi intens dua arah antara siswa dan guru. Sistem pembelajaran yang berbasis dua arah antara guru dan murid (tatap muka) telah menjadi primadona dalam sistem pembelajaran kita. Selain relasi intens dua arah secara formal juga ada relasi intens dengan teman selingkungan pendidikan sebagai penunjang kepribadian siswa.
Sistem ini telah mengubah peserta didik dari berbagai sisi kehidupan baik akademik maupun non akademik. Dari sisi akademik misalnya peserta didik mengalami kekuatan luar biasa karena pengakuan dari guru tentang perubahan akademik yang terjadi pada siswa. Guru memiliki parameter formal dan informal dalam menilai secara langsung dan tidak langsung potret belajar peserta didik luar dan dalamnya. Karena tugas yang paling esensi dari seorang guru adalah mampu mendeskripsikan sikap dan perilaku belajar peserta didik baik akademik maupun non akademik melalui ritus relasi sosial secara langsung. Dengan demikian figur guru tetap berperan pasti dalam siklus perubahan perilaku yang terjadi melalui interaksi tatap muka langsung.
Situasi demikian pecah dengan penerapan sistem pembelajaran daring/virtual. Situasi perpecahan sosial terjadi karena minimnya interaksi fisik langsung. Belum lagi hantaman psikologis dari Covid-19 yang mengekang relasi sosial manusia dalam tagline "jaga jarak"(social distancing) turut memicu degradasi sosial dalam diri siswa.
Interaksi fisik langsung dalam dunia pendidikan sangat penting karena pendidikan itu esensinya mengubah pola perilaku manusia dalam suatu proses memanusiakan manusia. Target mulianya adalah perubahan sikap dan perilaku peserta didik dalam kehidupan sosial. Itu mesti dilatih secara alami melalui peristiwa perjumpaan fisik sesama manusia. Pendidkan formal dan informal mampu menjembatani hal itu.
Porsi interaksi langsung sangat luar biasa dampaknya bagi seorang peserta didik karena kekuatan perjumpaan fisik manusia secara langsung mampu mengubah persepsi manusia terhadap manusia lain. Sehingga dampak yang sangat terasa dalam pembelajaran tatap muka adalah ciri individualistis peserta didik tidak menjadi-jadi.
Walaupun proses pembelajaran virtual selama ini punya dampak luar biasa bagi suatu peradaban dalam konteks darurat Covid-19 tetapi kontribusinya tidak seutuhnya mengubah manusia. Ada peristiwa lain dalam interaksi langsung manusia khususnya peserta didik yang membentuk dan mengubah manusia. Hal itu tidak terjadi dan terwakili di ruang maya.
Maka membentuk kepribadian manusia yakni aspek sosial di ruang nyata mutlak dilakukan demi membentuk suatu peradaban yang baik. Ruang semu atau maya berperan sebagai penunjang sekaligus penyokong referensi interaksi sosial peradaban di ruang nyata. Di ruang sosialisasi langsung, peserta didik dalam konteks komunitas belajar secara alamiah akan memahami aspek penunjang kehidupannya, misalnya toleransi, moral, kooperatif, bela rasa, empati serta berbagai sikap positif lainnya.
Untuk mencapai perubahan perilaku yang ideal manusia harus berhadapan langsung dengan manusia lain sebagai mitra belajar dalam sebuah alur peradaban. Jika itu tidak dilakukan maka akan ada persoalan di kemudian hari. Tanda-tanda itu sangat terasa pada peserta didik kita dari tingkat TK- SMA.
Itulah kecemasan yang terjadi pada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim beberapa hari lalu dalam sebuah meeting zoom dengan pegiat media sosial. Ia prihatin dan cemas jika penerapan pembelajaran tatap layar (virtual) berkepanjangan akibat pandemi berlanjut. Ia meyakini akan ada semacam lost generation seperti diungkapkan oleh Danny Siregar di canal Youtube Cokro TV 24 Maret 2021. Peserta didik yang terhempas oleh derunya pandemi Covid-19 berada pada situasi krisis peradaban sosial. Dampaknya anak-anak akan mengalami depresi luar biasa karena tidak mampu bersaing dalam kehidupan di masa depan.