"Invisible Risk” Pembelajaran Virtual

Harus kita akui bahwasanya pandemi Covid-19 telah memberi dampak luar biasa bagi sektor pendidikan di negara ini.

Editor: Agustinus Sape
Foto pribadi
Apolonius Anas, Direktur Lembaga Bimbingan Kursus dan Pelatihan U-Genius Kefamenanu. 

"Invisible Risk” Pembelajaran Virtual

Oleh: Apolonius Anas

Direktur Lembaga Bimbingan Kursus dan Pelatihan U-Genius Kefamenanu

POS-KUPANG.COM - Di tengah pandemi Covid-19, belajar tatap layar (virtual) menjadi pilihan pasti bagi siswa dan mahasiswa demi mencegah penularan Covid-19. Bagi pemilik platform penunjang pembelajaran virtual, tentu saja sistem pembelajaran demikian menguntungkan mereka.

Keuntungan mereka semakin besar dalam setahun terakhir disebabkan oleh masifnya penggunaan aplikasi pembelajaran virtual bagi pelaku pendidikan khususnya sejak pandemi Covid-19 menerpa negara ini. Peserta didik baik siswa maupun mahasiswa hanya mengandalkan smartphone, gadget, laptop sebagai media interaksi pembelajaran dengan guru atau dosen.

Harus kita akui bahwasanya pandemi Covid-19 telah memberi dampak luar biasa bagi sektor pendidikan di negara ini. Dampak itu tentu bisa berkepanjangan di masa depan jika kebijakan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) khusus bidang pendidikan terus dilakukan. Sampai saat ini, sekolah tampaknya kocar-kacir menanggulangi dampak yang lebih buruk pada peserta didik akibat pembelajaran di rumah.

Untuk itu pemerintah telah memprioritaskan tenaga pendidikan divaksin lebih dahulu demi menyicil pencegahan persoalan lanjutan bidang pendidikan akibat pandemi Covid-19. Desakan agar pemebelajaran tatap muka segera dilakukan semakin mengemuka beberapa hari terakhir. Tentu saja bahaya pembelajaran virtual mulai terasa bagi semua lapisan masyarakat.

Kalau kita menelisik lebih jauh tentang terget utama setiap mata pelajaran seperti tertuang dalam kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah dalam prakteknya selama setahun berbagai ketimpangan mengemuka. Ketimpangan yang terjadi menyangkut antusias siswa dalam belajar dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru berdasarkan tuntutan kurikulum. Pihak sekolah memaklumi dan menerima realita itu bahwa praktik pembelajaran daring akibat pandemi Covid-19 kurang mampu menggapai esensi dasar pendidikan seperti yang diperjuangkan melalui lembaga pendidikan umumnya.

Maka upaya pembelajaran tatap muka sesegera mungkin dilakukan sambil menerapkan protokol kesehatan sebelum tahun ajaran baru dimulai. Sehingga pandemi lanjutan akibat Covid-19 bisa ditangani sejak dini khususnya bagi peserta didik. Sekolah harus diberi kesempatan lebih awal menata ulang proses pembelajaran yang terbengkalai selama ini.

Misalnya mengevaluasi kembali peserta didik yang mengalami kemunduran belajar melalui upaya remedial materi pelajaran dan menata administrasi belajar siswa di sekolah. Selain itu perlunya pembaharuan psikologis terhadap siswa tentang komunitas belajarnya. Sebab jika praktik pembelajaran virtual terus dilakukan dalam proses pembelajaran bisa berisiko besar bagi nasib generasi muda di masa depan.

Pesoalan Akademik

Memang bahaya laten dan berkepanjangan dari pembelajaran daring (virtual) yaitu memungkinkan peserta didik tidak dikontrol dengan cermat perkembangan akademik dan non akademiknya oleh pihak sekolah. Ancaman kegagalan peserta didik secara akademik bisa saja terjadi jika selama pembelajaran daring/ virtual guru bersikap apatis, pasrah dengan keadaan dan kurang memahami proses mengevaluasi belajar peserta didiknya.

Selama ini persoalan ini bisa saja terjadi akibat berbagai faktor seperti minimnya pengetahuan guru tentang teknologi digital, gawai yang tidak mendukung dan masalah sinyal internet. Maka tidaklah mengherankan jika peserta didik khususnya di wilayah terpencil lebih apatis dengan situasi dan proses pembelajaran demikian.

Faktor lain yang turut berperan dalam kemunduran secara akademik dalam pembelajaran daring adalah menyakut “alih peran”. Pembelajaran tanpa tatap muka telah menghempas peran guru. Semuanya ditumpahkan kepada orang tua sebagai pemilik anak. Maka orang tua harus lebih cerdas, arif dalam mengalami “alih peran” itu. Di satu sisi orang tua siswa harus mampu membagi waktu mendamping anak-anak belajar tetapi di sisi lain orang tua juga harus berjuang mencari nafkah di tengah sulitnya perekonomian akibat pandemi Covid-19.

Orang tua yang sibuk mencari nafkah harus mampu membagi waktu dengan baik untuk anaknya dan memastikan materi pelajaran dari sekolah tidak ketinggalan(left behind). Guru dan orang tua siswa saling berkoordinasi satu sama lain. Jika tidak maka anak-anak akan mengalami kemunduran luar biasa secara akademik.

Misalnya pembelajaran tentang literasi dan numerasi dasar yang mestinya tuntas dibimbing di kelas 2 Sekolah Dasar, namun karena minimnya bimbingan guru dan intervensi orang tua secara informal bisa bergeser ke kelas-kelas berikutnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved