Indeks Kemandirian Fiskal NTT Baru 0.3
Ketua Umum Kadin NTT, Abraham Paul Liyanto mengatakan indeks kemandirian fiskal NTT baru mencapai angka 0.3.
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Ketua Umum Kadin NTT, Abraham Paul Liyanto mengatakan indeks kemandirian fiskal NTT baru mencapai angka 0.3.
Hal ini diungkapkan dalam Ngobrol Asyik Bersama Pos Kupang "Sertifikasi Kompetensi MoU Provinsi NTT dan Jatim" pada Rabu (24/03/2021).
Anggota DPD RI asal NTT ini menjelaskan, indeks kemandirian fiskal adalah suatu penghasilan dari daerah dengan mengukur kemampuan fiskal daerah tersebut.
Indeks 0.00 sampai 0.25 artinya belum mandiri, kemudian 0.25 sampai 0.5 menuju mandiri, 0.50 sampai 0.75 mandiri dan 0.75 sampai 1 sangat mandiri.
"Bagaimana dengan NTT? Kalau menurut standar itu NTT baru 0.3, jadi kita ini masih belum mandiri, menuju mandiripun juga belum," kata Paul.
Diharapkan dengan otonomi daerah dan globalisasi, potensi - potensi yang ada di semua provinsi fiskalnya harus mandiri sehingga pemerintah hanya sebagai mentor untuk bisa mengatur sirkulasi keuangan.
"Bagaimana kita, pemerintah daerah dengan potensi sumber daya alam (SDA) yang ada kita melatih sumber daya manusia (SDM) kita untuk menuju ke yang disebut indeks kemandirian fiskal," jelasnya.
Paling tidak, lanjut dia, semua kabupaten dalam hal ini Bupati, mesti tahu bahwa kita punya tugas bagaimana memanage ini supaya mencapai kemandirian, karena jika seluruh desa SDMnya bagus, maka SDA di daerah bisa dikelola dan bisa mandiri.
Menurut Paul, dengan angka 0.3 tersebut, tidak ada yang salah dengan NTT. Yang salah adalah sistem ketatanegaraan yang dari zaman orde lama sampai orde baru yang namanya sentralisasi.
"Kita baru otonomi daerah kan? Kita otonomi daerah, kebijakan - kebijakan Keuangan dari pemerintah sudah cukup baik tetapi SDM kita belum siap, berarti kita perlu sertifikasi," kata Paul.
"Sentralisasi tidak menguntungkan makanya kita tidak maju - maju. Ini sudah 75 tahun merdeka masih tertinggal, terluar, termiskin," lanjutnya.
Baca juga: Ketua DPD RI La Nyalla Sambangi Kampus UCB Kupang, Begini Suasananya
Dia menjelaskan, yang salah adalah manajemen dan sistem, bukan salah Presiden A, B, C, atau Gubernur A, B, C.
Karena infrastruktur tersentralisasi di pusat, NTT masih jauh jika dibandingkan dengan Jawa Timur.
Untuk infrastruktur sendiri, Jawa Timur punya jembatan Suramadu yang memghubungkan Surabaya dan Madura.
"Bisa dibayangkan jadi Gubernur Jatim, mau keliling bicara soal fiskal, soal ekonomi bisa keliling semua. NTT tidak bisa. Kita mesti naik pesawat untuk bisa ke pulau - pulau ini. Apa artinya? Cost kita jauh lebih besar tapi bagaimana fiskal kita, bagaimana APBN kita kalau kita bergantung saja pada APBN karena tidak mandiri. Tidak akan maju sampai ayam keluar tandukpun manajemen ini gagal," bebernya.