Opini Pos Kupang
Hasrat Kuasa Versus Kompromi Cerdas (Membaca
Hasrat Kuasa Versus Kompromi Cerdas (Membaca "Tarik Tambang Kepentingan" Wabup Ende)
Sebagai calon rekan sekerja, tentu saja bupati punya hak bicara dengan koalisi partai dalam proses pencalonan. Penulis tidak akan percaya bahwa selama ini Bupati Djafar tidak membangun komunikasi dengan partai pengusung, tokoh agama dan tokoh publik.
Bahkan ketua-ketua partai pun membangun komunikasi dengan banyak pihak di luar partai sebagai representasi rakyat. Maka usulan nama-nama calon wabup tidak mungkin tanpa komunikasi dengan bupati dan tokoh-tokoh publik.
Meski demikian, kita tidak menampik bahwa politik tidak akan pernah abai apalagi absen dari aneka kepentingan. Prinsipnya, semua kepentingan itu mesti berkiblat pada pengabdian kepada rakyat.
Politik Menelikung
Terkait lowongnya kursi wakil bupati Ende setahun lebih ini, Partai Golkar telah mengusulkan dua nama yaitu Domi Mere (Mantan Kepala Dinkes NTT) dan Heri Wadhi (Ketua Golkar Ende).
Dua nama itu merepresentasikan posisi Golkar di ruang publik yang mengakomodasi suara "dari dalam" dan apresiasi terhadap suara publik sebagai bukti kepekaan.
Suara publik ini urgen bagi partai sebagai tanda keterbukaan dan representasi akar rumput dengan empat semangat: Golkar Bersih, Golkar Bangkit, Golkar Maju dan Golkar Menang (4G).
Melusuri jejak sejarah pencalonan Marsel-Djafar pada Pilkada lalu, maka partai-partai koalisi mesti berjiwa besar mengakui bahwa lowongan kursi Wabup Ende adalah haknya Partai Golkar.
Marsel-Djafar adalah representasi bersatunya Golkar dan PDIP dalam proses kaderisasi kepemimpinan.
Sejarah demokrasi Ende telah membuktikan bahwa jalan politik dengan menumbalkan orang lain tidak berumur panjang. Soekarno mengingatkan politisi: jangan lupakan sejarah (lokal).
Artinya, cukup sudah menginvestasi beban derita di pundak rakyat.
Hasrat politik dengan menelikung di tengah jalan adalah tanda kejahatan politik dan bukti kebebalan demokrasi. Milik kaisar ya kembalikan kepada kaisar. Tidak perlu mengumbar kerakusan berlebihan tanpa nilai substansi politik dan demokrasi yaitu etika.
Manusia politik mesti dikuasai oleh akal sehat dan nurani bening. Hentikan permainan liar di air keruh. Hukum alam pun selalu berlaku dalam permainan politik.
Rakyat saat ini sedang menderita di tengah wabah pandemi. Politikus berakal sehat dan bernurani waras tidak akan mengumbar hasrat politik personal di ruang publik. Kehadiran Wabup Ende harus menjawabi kebutuhan riil rakyat.
Demokrasi tidak pernah boleh dimatikan oleh hasrat koalisi. Partai-partai koalisi mesti tahu diri dan sadar sumber daya. Menelikung dalam kebersamaan koalisi hanya untuk kepentingan sesaat sama dengan mematikan demokrasi.
Kompromi Cerdas